Penuaan (dalam bahasa Inggris: aging) adalah hasil akumulasi dari perubahan organisme atau objek karena waktu. Penuaan memiliki arti yang luas, salah satunya penuaan merupakan siklus kehidupan dari mulai manusia dilahirkan, melewati masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga pada suatu titik manusia merasa tua. Namun, dalam proses penuaan setiap makhluk hidup tidak ada yang sama dalam hal waktu. Beberapa orang menua lebih cepat, dan ada juga yang menua lebih lambat. Karena, proses penuaan merupakan suatu fenomena yang cukup luas, melibatkan proses fisik, psikologis, hingga keadaan sosial.[1] Secara biologis, penuaan merupakan dampak dari seluruh akumulasi kerusakan molekuler dan seluler dari waktu ke waktu. Hal tersebut menyebabkan kapasitas fisik dan mental berkurang, dan meningkatnya risiko timbulnya penyakit hingga kematian. Penuaan pada usia lanjut juga menyebabkan gangguan pendengaran, katarak, osteoarthritis, penyakit paru-paru obstruktif kronik, diabetes, depresi, dan demensia. Dampak terburuk dari penuaan di usia lanjut yaitu sindrom geriatri.[2] Penuaan juga mengakibatkan hilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, serta sudah tidak bisa mempertahankan fungsi normalnya. Hal tersebut menyebabkan kemunduruan terhadap struktur dan fungsi organ.[3] Tanda penuaan secara fisik, bisa dirasakan dengan massa otot yang berkurang, peningkatan lemak, kerutan pada kulit, dan kemampuan mengingat yang berkurang. Tanda penuaan secara psikis ditandai dengan menurunnya gairah hidup, sulit untuk tidur, sering merasakan cemas, dan mudah tersinggung.[4]

Teori sunting

Teori pakai dan robek sunting

Teori pakai dan robek merupakan teori mengenai penuaan yang menyatakan bahwa penuaan terjadi karena kerusakan sel secara berlebihan sehingga sulit untuk diperbaiki oleh tubuh.[5] Proses rusaknya sel tersebut terus terjadi dari waktu ke waktu. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh August Weismann seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882.[6]

Teori neuroendokrinologi sunting

Teori neuroendokrinologi merupakan salah satu teori tentang penuaan, yang menyebutkan bahwa proses penuaan terjadi karena hormon yang diproduksi sudah tidak mampu lagi menyeimbangi fungsi tubuh yang berlebihan, sehingga menyebabkan kekurangan hormon.[5] Namun, teori ini dikritik karena bagi beberapa makhluk hidup seperti vertebrata tidak memiliki hormon dan sistem neuroendokrin yang kompleks, tapi tetap menua.[7]

Teori kendali genetik sunting

Teori penuaan selanjutnya yaitu tentang kontrol genetik manusia, yang sudah seutuhnya diatur di dalam DNA seseorang. Seiring berkembangnya teknologi, faktor penuaan karena genetika sudah bisa diatasi, dengan cara mencegah kerusakan dan memperbaiki DNA dengan teknologi.[5]

Penyebab sunting

Radikal bebas sunting

Apabila tubuh manusia terlalu banyak menerima radikal bebas, dapat mengakibatkan stres oksidatif. Hal tersebut dapat merusak sel yang ada di dalam tubuh, dan menyebabkan berbagai penyakit, juga mengakibatkan penuaan.[8] Radikal bebas yang dihasilkan dari polusi udara dianggap sebagai penyebab utama dari proses penuaan[9], selain itu dimodifikasi oleh faktor genetik, dan lingkungan. Radikal bebas memiliki reaktivitas yang tinggi hingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan terkait usia. Modifikasi oksidatif molekul biologi yang terdiri dari lipid, protein, dan asam nukleat berpengaruh terhadap penuaan dan kematian sel.[10]

Paparan radiasi UV sunting

Sinar UV merupakan radiasi gelombang elektromagnetik yang disebabkan oleh matahari. Paparan radiasi UV meruapan salah satu penyebab stres oksidatif pada kulit hingga bisa menyebabkan penuaan. Seringnya kulit terkena paparan sinar UV bisa menyebabkan pembentukan keriput, lesi, dan kanker. Pada paparan sinar matahari, molekul kulit menyerap UVR yang menghasilkan generasi spesies oksigen reaktif (ROS).[11]

Hormon yang berkurang sunting

Hormon pertama yang berpengaruh terhadap proses penuaan yaitu estrogen, yang berfungsi untuk menghasilkan kolagen dan elastin. Ketika hormon estrogen berkurang, kulit manusia akan mengalami kerutan, bentuk wajah yang lonjong tidak rata. Dampak terhadap tubuh apabila kekurangan hormon estrogen yaitu lebih cepat mengalami kelelahan. Hormon kedua yang berpengaruh terhadap proses penuaan yaitu hormon somatopause atau basa disebut hormon pertumbuhan. Apabila hormon somatopause berkurang di dalam tubuh, akan menimbulkan penurunan otot, namun lemak dan kerutan bermunculan, juga mengakibatkan daya tahan tubuh menurun.[12]

Glikosilasi sunting

Reaksi glikosilasi merupakan dampak dari modifikasi protein. Reaksi glikosilasi merupakan reaksi antara gugus aldehid gula pereduksi dengan gugus amina protein. Modifikasi protein tersebut merupakan salah satu patofisiologis penyakit penuaan dini, kepikunan, dan aterosklerosis.[13]

Pola diet yang salah sunting

Berdasarkan penelitian, dampak penuaan mulai terasa di umur 35 tahun. Hal tersebut bisa dirasakan lebih cepat apabila teralu keras dalam hal diet dengan cara melakukan kardio yang berat di setiap minggunya. Hal tersebut kurang baik dilakukan karena mampu menghilangkan manfaat dari anti-penuaan dari olahraga.[14]

Pencegahan sunting

Antioksidan sunting

Molekul antioksidan memiliki fungsi untuk sumber hidrogen yang berkaitan langsung dengan radikal bebas. Antioksidan berfungsi untuk mengikat energi agar tidak membentuk radikal bebas yang baru, sehingga reaksi antioksidan berhenti, dan melindungi protein sebagai pembentuk kolagen dan elastin. Antioksidan bisa diperoleh dari vitamin C, yang mampu melindungi kulit dari polusi, sinar ultra violet matahari, iklim, AC, dan asap rokok. Vitamin C juga berfungsi untuk menjaga kulit agar tetap kenyal, lentur, halus, dan mencerahkan kulit. Selain vitamin C, antioksidan juga dapat diperoleh dari vitamin E untuk mengencangkan kulit. Vitamin C dan vitamin E, merupakan sumber dari antioksidan yang aman dikonsumsi untuk menghambat proses penuaan.[15]

Hindari aktivitas merokok sunting

Merokok dan panas sinar matahari merupakan salah satu faktor terbesar dalam mempercepat penuaan dini. Merokok dapat mengakibatkan kerutan pada wajah, hingga menyebabkan penuaan dini pada kulit. Kandungan yang terdapat dalam rokok yaitu nikotin dan tar yang memiliki sifat karsinogenik, yang berperan dalam proses penuaan terhadap kulit. Selain itu rokok dapat mengaktivasi produksi Matrix Metalloproteinase-1 (MMP) yang menyebabkan perubahan kulit yaitu perubahan warna dan kerut. Oleh karena itu, untuk memperlambat proses penuaan, hindari dari aktivitas merokok.[16]

Pola hidup sehat sunting

Pencegahan penuaan dini bisa dimulai dengan mengatur pola hidup sehat. Salah satu caranya dengan mengatur pola makan yang tepat. Mengkonsumsi makanan sesuai kebutuhan, menyesuaikan kandungan nutrisi yang diperlukan bagi tubuh. Mengurangi konsumsi yang mengandung karbohidrat dan gula yang tinggi. Cara mengolah makanan sebaiknya direbus dan dikukus, dan menghindari pemanggangan dan penggorengan. Mengkonsumsi makanan yang mengandung asam lemak omega 3, seperti pada sayuran berdaun hijau, kacang walnut, ikan salmon, sarden, dan ikan halibut.[17]

Referensi sunting

  1. ^ Entrevista (2021). "What is ageing?". Senesciencia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-05. 
  2. ^ World Health Organization (2021). "Ageing and health". www.who.int (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-05. 
  3. ^ Nurfatimah, Rosita; Sulastri, Melly Sri; Jubaedah, Yoyoh (2017-11-12). "Perancangan Program Pendampingan Lanjut Usia Berbasis Home Care Di Posbindu Kelurahan Geger Kalong". FamilyEdu: Jurnal Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. 3 (2): 102. ISSN 2503-4820. 
  4. ^ Pangkahila, Wimpie (2020). "MEMPERLAMBAT PENUAAN MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP" (PDF). Simdos Unud. hlm. 1. 
  5. ^ a b c Pangkahila, Alex (2013). "PENGATURAN POLA HIDUP DAN AKTIVITAS FISIK MENINGKATKAN UMUR HARAPAN HIDUP". Sport and Fitness Journal (dalam bahasa Inggris): 4. ISSN 2654-9182. 
  6. ^ Stibich, Mark (2020). "Arguments for and Against the Wear & Tear Theory of Aging". Verywell Health (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-05. 
  7. ^ Bottomley, Jennifer (2016). "Biological Clock 101: The Neuroendocrine Theory of Aging". MedBridge Blog (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-08-31. 
  8. ^ Wisnubrata (2019). Wisnubrata, ed. "Radikal Bebas, Bahaya, Penyebab, dan Kaitannya dengan Antioksidan". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-02-05. 
  9. ^ Triastuti, Neny ('2022-08-29'). "Polusi Udara Sebabkan Penuaan Dini? Dosen FK UM Surabaya Sarankan Hal Ini". UM Surabaya. Diakses tanggal '2023-12-21'. 
  10. ^ Zalukhu, Marta Lisnawati; Phyma, Agustinus Rudolf; Pinzon, Rizaldy Taslim (2016). "Proses Menua, Stres Oksidatif, dan Peran Antioksidan". Cermin Dunia Kedokteran Jurnal. hlm. 734. [pranala nonaktif permanen]
  11. ^ Sari, Winda Puspita; L.Gaya, Meligasari; Irianto, Galih; Karima, Nisa (2019). "Managemen Topikal Anti-Aging pada Kulit". Medical Profession Journal of Lampung. 9 (2): 230. doi:10.53089/medula.v9i2.263. ISSN 2615-479X. 
  12. ^ Widyananda, Rakha Fahreza (2021). Fahreza, Rakha, ed. "6 Jenis Hormon Penyebab Penuaan Dini pada Wanita, Simak Penjelasannya". Merdeka.com. Diakses tanggal 2022-02-05. 
  13. ^ Suhartono, Eko; Setiawan, Bambang; Mashuri; Juniarti, Maya; Kamilah,, Insanul; Haudhiya (2008). "Modifikasi Protein Akibat Pembebanan Glukosa dengan Model Reaksi Glikosilasi Nonenzimatik in vitro". Journal UMY. hlm. 41. 
  14. ^ Windratie (2015). "Kesalahan Diet dan Berolahraga yang Bikin Anda Cepat Tua". CNN Indonesia. Diakses tanggal 2022-02-05. 
  15. ^ Aizah, Siti (2020). "Antioksidan Memperlambat Penuaan Dini Sel Manusia" (PDF). Conference UNP Kediri. hlm. 184. 
  16. ^ Sanusi, Fedisa Ergarizkia; Sawitri, Anak Agung Sagung; Putri, Wayan Citra Wulan Sucipta (2020-03-06). "Hubungan Aktivitas Merokok Dengan Penuaan Dini Kulit Pada Kelompok Masyarakat Usia 20-40 Tahun Di Universitas Udayana". JURNAL BIOS LOGOS. 10 (1): 35. doi:10.35799/jbl.10.1.2020.27318. ISSN 2656-3282. 
  17. ^ Komarasari, Eka (2019). "Cara Sehat Cegah Penuaan Dini pada Kulit" (PDF). Medikom. hlm. 37.