Pekojan, Tambora, Jakarta Barat

kelurahan di Kota Jakarta Barat, Jakarta

Pekojan adalah salah satu kelurahan di kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Indonesia.[3] Berdasarkan sensus tahun 2000, kelurahan ini memiliki penduduk sebesar 27.188 jiwa.[4]

Pekojan
ڤکوجن
Negara Indonesia
ProvinsiDaerah Khusus Ibukota Jakarta
Kota AdministrasiJakarta Barat
KecamatanTambora
Kodepos
11240
Kode Kemendagri31.73.04.1009
Kode BPS3174050011
Luas0,78 km²[1]
Jumlah penduduk27.188 jiwa (2000)
26.783 jiwa (2016)[1]
28.161 jiwa (2018)[2]:5
Kepadatan36.104 jiwa/km² (2018)[2]
Jumlah RT144[2]
Jumlah RW12[2]
Jumlah KK9.260[2]
Masjid di Pekojan pada tahun 1910-an
Masjid Langgar Tinggi di Pekojan pada tahun 1949

Sejarah sunting

Kampung Arab sunting

Pekojan merupakan salah satu tempat bersejarah di Jakarta. Nama Pekojan menurut Van den Berg berasal dari kata Khoja, istilah yang masa itu digunakan untuk menyebut penduduk keturunan India yang beragama Islam.[5]

 
Jalan Pekojan pada masa Hindia Belanda

Daerah Pekojan pada era kolonial Belanda kemudian dikenal sebagai kampung Arab. Pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-18 menetapkan Pekojan sebagai kampung Arab. Kala itu, para imigran yang datang dari Hadramaut (Yaman Selatan) ini diwajibkan lebih dulu tinggal di sini. Baru dari Pekojan mereka menyebar ke berbagai kota dan daerah. Di Pekojan, Belanda pernah mengenakan sistem passen stelsel dan wijken stelsel. Bukan saja menempatkan mereka dalam pemukiman khusus, tetapi juga mengharuskan mereka memiliki pas atau surat jalan bila bepergian ke luar wilayah. Sistem macam ini juga terjadi di Kampung Ampel, Surabaya, dan sejumlah perkampungan Arab lainnya di Nusantara. Kampung Pekojan merupakan cikal bakal dari sejumlah perkampungan Arab yang kemudian berkembang di Batavia. Dari tempat inilah mereka kemudian menyebar ke Krukut dan Sawah Besar (Jakarta Barat); Jati Petamburan, Tanah Abang, dan Kwitang (Jakarta Pusat); Jatinegara dan Cawang (Jakarta Timur). Saat ini, mayoritas penghuni Pekojan adalah keturunan Tionghoa.[butuh rujukan]

Jamiatul Kheir sunting

Di Pekojan, pada awal abad ke-20 (1901), berdiri organisasi pendidikan Islam, Jamiatul Kheir, yang dibangun dua bersaudara Shahab, Ali dan Idrus, di samping Muhammad Al-Mashur dan Syekh Basandid. Menurut buku Jakarta dari Tepian Air ke Kota Proklamasi yang diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI, perkumpulan ini menghasilkan tokoh KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan HOS Tjokroaminoto (pendiri SI). Jamiatul Kheir mendatangkan Syeikh Ahmad Surkati dari Sudan yang kemudian mendirikan Perguruan Islam Al-Irsyad.

Jamiatul Kheir banyak mendatangkan surat kabar dan majalah dari Timur Tengah. Ia ikut menyebarkan gerakan Pan Islamisme yang dicetuskan Sayid Jamaluddin Al-Afghani dan punya hubungan korespondensi dengan surat kabar dan majalah di Timur Tengah. Dengan demikian negara-negara tersebut mendapatkan informasi mengenai Indonesia, termasuk kekejaman Belanda. Snouck Hurgronye menuding Jamiatul Kheir membahayakan Belanda.[butuh rujukan]

Peninggalan Muslim-India dan Muslim-Pakistan sunting

Sebelum ditetapkan sebagai kampung Arab, Pekojan merupakan tempat tinggal warga Khoja (Muslim India). Sampai kini, masih terdapat Gang Koja, yang telah berganti nama jadi Jl. Pengukiran II. Di sini terdapat sebuah masjid kuno Al-Anshor yang dibangun pada 1648 oleh para Muslim India.

Tidak sampai satu kilometer dari tempat ini, masih di Kelurahan Pekojan, terdapat Masjid Kampung Baru yang dibangun pertengahan abad ke-18. Warga Muslim India yang telah menyebar di Jakarta, setiap Lebaran salat Id di masjid ini. Sambil bernostalgia mengenang para leluhurnya yang tinggal di kawasan ini.[butuh rujukan]

Peninggalan warga keturunan Arab sunting

 
Masjid Langgar Tinggi di Pekojan

Di Pekojan, sekalipun kini tidak tepat lagi disebut kampung Arab, peninggalan orang Arab ratusan tahun lalu banyak. Misalnya Masjid Langgar Tinggi, dibangun abad ke-18. Masjid ini telah diperluas oleh Syeikh Said Naum, seorang kapiten Arab. Ia memiliki beberapa kapal niaga dan tanah luas di Tanah Abang yang sebagian diwakafkan untuk pekuburan. Pekuburan ini oleh Ali Sadikin dibongkar dan di atasnya dibangun rumah susun.

Di dekat Masjid Langgar Tinggi terdapat Jembatan Kambing. Dinamakan demikian karena sebelum binatang dibawa ke pejagalan (kini Jl. Pejagalan), kambing melewati jembatan di Kali Angke ini. Para pedagang di sini sudah berdagang turun-menurun sejak 200 tahun lalu.

Di depan pejagalan terdapat Masjid An-Nawier, tempat ibadah terbesar di Pekojan. Menurut Abdullah Zaidan, masjid ini diperluas pada 1920-an oleh Habib Abdullah bin Husein Alaydrus. Ia seorang kaya raya, dan tempat kediamannya diabadikan menjadi Jl Alaydrus, di sebelah kiri Jl Hayam Wuruk. Ia juga banyak memasok senjata untuk para pejuang Aceh pada Perang Aceh (1873-1903).

Masih di kawasan Pekojan, terdapat Masjid Zawiah yang dulu merupakan surau kecil. Masjid ini dibangun Habib Ahmad bin Hamzah Alatas, guru dari Habib Abdullah bin Muhsin Alatas, yang kemudian memimpin pengajian dan majelis taklim di Empang, Bogor. Beberapa rumah arsitektur Moor (sebutan Muslim India dan Timur Tengah), masih terdapat di sini.[butuh rujukan]

Demografi sunting

Pada tahun 2016, Kelurahan ini dihuni oleh 27.434 penduduk yang terbagi dari 13.541 laki-laki dan 13.557 perempuan dengan seks rasio 102 dan 9.260 kepala keluarga.[1] Angka berbeda ditunjukkan pada laporan yang sama, sebesar 26.783 penduduk.^

Referensi sunting

  1. ^ a b c "Kecamatan Tambora dalam Angka 2017". Badan Pusat Statistik Indonesia. 2017. Diakses tanggal 16-12-2018. 
  2. ^ a b c d e "Kecamatan Tambora dalam Angka 2019". Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Barat. 2019. Diakses tanggal 09-III-2020. 
  3. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  4. ^ Jumlah Penduduk Kota Jakarta Barat menurut Jenis Kelamin dan Sensus Penduduk 1990, 2000, dan Supas 2005, Website BPS SP 2010 BPS DKI Jakarta. Diakses 19 Oktober 2010.
  5. ^ Shahab, Alwi. Kampung Koja dan Komunitas India, situs web Djakarta Tempo Doeloe, 7 Agustus 2009. Diakses 27 September 2010.

Catatan sunting

  1. ^ Lihat kotak info untuk data berbeda pada laporan yang sama.

Pranala luar sunting