Payunga (disebut juga Payunga Tilabatayila) merupakan pakaian tradisional pria dari suku Gorontalo, Pulau Sulawesi, Indonesia.[1]

Pria Gorontalo menggunakan pakaian adat Payunga berwarna kuning emas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menggunakan pakaian adat "Payunga" berwarna krem atau kuning gading

Payunga merupakan salah satu pakaian adat Gorontalo yang masih dilestarikan penggunaanya karena wajib digunakan dalam beberapa rangkaian upacara adat bagi laki-laki Gorontalo.

Pada tahun 2014, Payunga ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia[2]

Penggunaan sunting

Payunga sering digunakan dalam berbagai kesempatan, seperti kegiatan resmi pemerintahan maupun pada acara peringatan hari kemerdekaan sebagai bagian dari promosi adat dan budaya.

Payunga merupakaian pakaian tradisional suku Gorontalo yang digunakan oleh para laki-laki. Secara umum, ada beberapa aktifitas yang wajib menggunakan Payunga, yaitu:[3]

  • Upacara adat Moluna (khitan): digunakan oleh laki-laki Gorontalo saat dikhitan dan dibai'at atau be'at
  • Upacara Akaji atau Ijab Kabul pada acara akad nikah: pakaian payunga umumnya digunakan oleh mempelai laki-laki dalam acara akad nikah.
  • Upacara adat Molontalo: payunga juga wajib digunakan saat prosesi Molontalo (upacara adat selamatan 7 bulan kehamilan)
  • Upacara adat Pulanga: pada upacara pulanga (pemberian gelar adat kepada seseorang yang memiliki karya bakti kepada tanah leluhur, bangsa, dan negara), Payunga juga wajib digunakan.

Secara umum, Payunga merupakan baju adat yang digunakan dalam berbagai kegiatan adat yang sakral, termasuk pula pada rangkaian kegiatan seremonial pemerintahan, acara nasional, maupun pada kegiatan promosi kekayaan budaya daerah.

Baju Adat Pasangan Payunga

Sebagai pakaian adat yang digunakan berpasangan dengan perempuan suku Gorontalo, Payunga biasanya disandingkan dengan Wolimomo yang digunakan oleh perempuan suku Gorontalo.[4]

Kedua pakaian adat ini biasanya digunakan dalam rangkaian kegiatan akad nikah atau akadji serta pada acara Molontalo atau selamatan 7 bulan kehamilan. Selain itu, Payunga dan Wolimomo juga menjadi pakaian wajib dalam upacara adat Mome'ati atau Be'at (Baiat) bagi laki-laki dan perempuan yang telah akil baligh.[5]

Warisan budaya Takbenda Indonesia sunting

Pada tahun 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyetujui dan menetapkan Wolimomo sebagai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang diakui secara otentik berasal dari masyarakat Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Sulawesi.

Ragam Penyebutan sunting

Dalam perkembangannya, penyebutan [akaian adat Payunga bermacam-macam namun merujuk pada makna pakaian adat yang sama. Payunga sering disebut juga dengan nama:

  • Payunga Tilabatayila
  • Payunga Tilambi'a
  • Payungo

Filosofi dan Warna Adat sunting

Filosofi Payunga

Pakaian Payunga secara umum digunakan oleh para pria Gorontalo dengan bitu'o (keris) yang di sematkan di pinggang bagian depan. Secara filosofis dapat dimaknai bahwa laki-laki sebagai pemimpin keluarga seyogyanya memiliki sikap yang dapat dijadikan teladan, penuh kasih sayang, dan juga sebagai pelindung dan pengayom keluarga.[6]

Adapun sifat-sifat luhur yang ikut melekat pada para laki-laki yang menggunakan Payunga dapat tercermin dari warna pakaian yang digunakan

Warna Adat

Seperti halnya pakaian adat Gorontalo yang lain, Payunga juga memiliki warna pakaian tersendiri yang disesuaikan dengan warna adat Gorontalo. Secara mendasar, adat Gorontalo mengenal empat warna adat sebagai pakem utama yang disebut dengan "Tilabataila", yakni Merah, Kuning, Hijau dan Ungu.[7]

Adapun nilai filosofis dari warna adat Gorontalo adalah:

Warna Arti
Ungu keanggunan, kesetiaan, dan kewibawaan
Merah keberanian dan tanggungjawab
Kuning kemuliaan dan kejujuran
Hijau kesuburan, kesejahteraan, dan kerukunan

Bagi adat Gorontalo, warna ungu menjadi warna kebangsawanan tertinggi dengan nilai-nilai adat yang luhur.

Variasi Warna sunting

Pada masa kini, pakaian adat Paluwala mengalami perubahan dalam hal warna, yaitu terdapat variasi warna selain empat warna adat yang telah ditentukan. Variasi warna ini biasanya diikuti oleh perkembangan zaman dengan pilihan warna yang mengikuti selera generasi muda.

Perubahan pada warna pakaian, membuat pakaian adat Payunga terlihat lebih kekinian tanpa harus mengubah prinsip dasar adat Gorontalo sehingga tetap dapat diminati oleh generasi muda.

Warna yang dihindari sunting

Meskipun tidak ada larangan adat untuk menggunakan warna selain 4 warna adat (Tilabataila), namun sebaiknya menghindari warna putih dan biru. Kedua warna ini biasanya dihindari sebab warna putih melambangkan kesucian, sedangkan warna biru bermakna duka cita yang biasanya juga digunakan dalam upacara pemakaman atau acara peringatan kematian.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2022-08-19. 
  2. ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2022-08-30. 
  3. ^ Mulyanto, A., Rohandi, M. and Latief, M., 2016. Buku Ajar Budaya Gorontalo, Sebagai Pembentuk Karakter Generasi Penerus.
  4. ^ Kau, S.A., Yahiji, H.K., Pongoliu, H. and Daud, I., ADAT GORONTALO: STUDI ATAS BASIS FILOSOFIS-TEOLOGIS.
  5. ^ ARIFIN, A., 2018. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI MOME'ATI SUKU GORONTALO DI DESA PUSUNGI KECAMATAN AMPANA TETE KABUPATEN TOJO UNA-UNA (Doctoral dissertation, Institut Agama Islam Negri).
  6. ^ Kau, S.A. and Yahiji, K., 2018. Akulturasi Islam dan Budaya Lokal: Studi Islam tentang Ritus-Ritus Kehidupan dalam Tradisi Lokal Muslim Gorontalo (Vol. 1). Inteligensia Media.
  7. ^ Times, I. D. N.; Arthasalina, Dian Septi. "Filosofi Bijak di Balik Baju dan Aksesoris Pengantin Adat Gorontalo". IDN Times. Diakses tanggal 2022-08-19.