Di bidang persenjataan, panduan terminal mengacu pada sistem panduan apa pun yang terutama atau hanya aktif selama "fase terminal", tepat sebelum senjata mengenai sasarannya. Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk pada sistem panduan rudal, dan khususnya pada rudal yang menggunakan lebih dari satu sistem panduan melalui penerbangan rudal.

Contoh umum termasuk rudal udara-ke-udara jarak jauh yang menggunakan radar homing semi-aktif (SARH) selama sebagian besar penerbangan rudal, dan kemudian menggunakan pencari inframerah atau radar homing aktif setelah mendekati targetnya. Contoh serupa termasuk rudal permukaan-ke-udara, rudal anti-balistik, dan beberapa rudal anti-tank.

Simulasi komputer roket artileri menggunakan koreksi lintasan GPS pada fase terminal

Konsep sunting

Sinar radar berbentuk kerucut, menyebar dari diameter antena pada sudut karakteristik yang merupakan fungsi dari ukuran antena dan panjang gelombangnya. Artinya ketika seseorang menjauh dari radar, keakuratannya terus menurun sementara sinyalnya semakin lemah. Hal ini membuat sulit untuk menggunakan sinyal radar itu sendiri sebagai sinyal panduan, sebuah sistem yang dikenal sebagai beam riding, kecuali untuk pertempuran jarak sangat pendek.

Namun, sinyal yang dipantulkan dari target juga membentuk bentuk kerucut yang berpusat pada target, namun dengan sudut penyebaran yang jauh lebih besar. Hal ini mengarah pada salah satu jenis panduan rudal berbasis radar yang paling umum, semi-active radar homing, atau SARH. Hal ini menempatkan penerima kecil di hidung rudal yang mendengarkan sinyal yang dipantulkan dari target, dan karenanya menjadi lebih akurat dan kuat ketika rudal mendekati target.

Namun, setelah peluncuran, target pengembaliannya minimal. Meskipun platform peluncuran mungkin tidak mengalami kesulitan dalam menangkap sinyal dari target yang jauh, antena yang jauh lebih kecil pada rudal mungkin tidak menerima cukup sinyal untuk dilacak dengan benar. Dalam kasus ini, beberapa bentuk panduan lain digunakan untuk mengarahkan rudal ke jangkauan di mana sinyalnya lebih kuat. Contohnya adalah kontrol radio (panduan perintah) atau sistem panduan inersia, yang menerbangkan rudal lebih dekat ke sasaran. Dalam peran ini, sistem ini dikenal sebagai sistem "panduan di tengah jalan".

Dalam praktiknya, sistem panduan terminal sering kali berupa sistem radar optik atau aktif, dalam upaya meningkatkan akurasi secara signifikan. Sistem ini sering kali memiliki akurasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan SARH, namun hanya beroperasi pada jarak pendek, sekitar beberapa kilometer. Rudal yang dirancang untuk beroperasi sepenuhnya dalam jangkauan sistem semacam ini, seperti rudal pencari panas, tidak menggunakan istilah "pemandu terminal" karena mereka menggunakan sistem panduan yang sama sepanjang penerbangannya.

Cara peluru kendali bekerja sunting

Agar peluru kendali berfungsi dengan baik, misil harus menjalankan urutan berikut dengan benar:

Temukan Target dengan Pemindaian scan Radar atau Pengintai sunting

Beberapa misil menemukan targetnya menggunakan radar. Teknik ini mengharuskan peluncur untuk memiliki garis pandang ke sasaran, membatasi jangkauan rudal ke cakrawala radar dan mencegah rudal melihat target yang tersembunyi oleh rintangan medan apa pun. Selain itu, radar pemindaian sederhana tidak dapat menentukan perbedaan antara pesawat sipil, kendaraan darat, bangunan, kapal kargo, kontainer, dan kapal tanker minyak, yang semuanya berukuran sama.

Rudal yang menemukan targetnya menggunakan radar pemindai juga memancarkan gelombang radio, yang mengungkapkan posisinya. Hal ini membatasi kegunaan rudal-rudal ini dalam peperangan asimetris: begitu peluncur mengungkapkan lokasinya, maka rudal tersebut rentan terhadap serangan kekuatan konvensional musuh.

Selama Perang Dingin, negara-negara adidaya mengembangkan metode penargetan lain, yaitu "penargetan di luar cakrawala", yang sebagian besar merupakan upaya untuk memperluas jangkauan rudal mereka. Dalam teknik ini, teknisi peluncuran memprogram jalur penerbangan rudal atau serangkaian koordinat target, dan rudal tersebut terbang ke area target. Penargetan di atas cakrawala memerlukan pengintai untuk menyampaikan koordinat target kepada penembak, namun penembak tidak perlu benar-benar dapat melihat targetnya sendiri. Metode penargetan ini menjadi lebih mudah digunakan dalam beberapa tahun terakhir karena perangkat navigasi GPS ada di mana-mana.

Rudal Harus diluncurkan dengan benar sunting

Kit booster roket mendorong rudal dari platform peluncuran ke kecepatan dan ketinggian yang memadai untuk memungkinkan rudal beralih ke mode mid course penerbangan jelajah.

Setiap jenis misil menggunakan propelan sendiri. Ada dua jenis utama propelan: 1. cair; 2. padat. Propelan cair memerlukan perpipaan dan peralatan pemompaan yang rumit untuk memberi daya pada mesinnya dan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan peluncurannya, namun bahan bakar tersebut memberikan daya dorong yang lebih besar dan throttle dalam penerbangan (walaupun dibutuhkan waktu untuk membangun daya dorong saat pertama kali dinyalakan). Sebaliknya, propelan padat tidak memerlukan mesin yang rumit, namun mengandalkan bahan kimia yang rumit selama produksi dan selubung yang kuat untuk menahan tekanan kuat yang dihasilkan selama penerbangan. Rudal berbahan bakar padat dapat menembak lebih cepat dan berakselerasi lebih cepat saat lepas landas, namun tidak dapat dibatasi saat terbang.

Kebanyakan misil modern menggunakan booster berbahan bakar padat. Laju pembakaran propelan dapat dipengaruhi oleh suhu, dan suhu yang lebih tinggi dari 100° F dapat menyebabkan kinerja yang tidak memuaskan. Suhu tinggi tentunya dapat menyebabkan masalah peluncuran rudal.

Untuk fase jelajah mid course, misil cenderung menggunakan mesin ramjet, turbofan mini atau turbojet. Mesin ramjet tidak mengandung bagian yang bergerak dan memampatkan udara masuk menggunakan kecepatan maju kendaraan udara. Mesin turbojet menggunakan kompresor yang digerakkan oleh turbin. Keduanya kemudian menyalakan campuran udara terkompresi dan bahan bakar, menghasilkan jet berkecepatan tinggi di asap knalpot. Momentum aliran gas buang kemudian mendorong rudal ke depan.

Panduan penerbangan mid course harus akurat sunting

Beberapa misil (terutama yang lebih tua) menggunakan radar untuk melacak posisi target selama penerbangan rudal. Mekanisme panduan ini mengharuskan rudal atau peluncur untuk mempertahankan data link kunci radar terus menerus pada target, mengungkapkan posisinya dan membatasi kemampuan manuvernya. Kehilangan kunci radar biasanya akan menyebabkan rudal meleset dari sasarannya.

Rudal yang lebih modern yang hanya mengikuti komputer navigasi internal dapat mengalami berbagai jenis kesalahan navigasi. Sistem panduan inersia "melayang" selama penerbangan, yang dapat berdampak signifikan terhadap keakuratan jarak jauh, namun sistem navigasi inersia modern menggunakan pembaruan dari penerima GPS atau perangkat lain yang sangat meningkatkan akurasinya. Di Teluk Arab, penyimpangan tidak akan membuat perbedaan besar. Kesalahan sederhana saat memasukkan koordinat target atau jalur penerbangan lebih mungkin menjadi sumber kesalahan saat bekerja dengan senjata modern

Dapatkan Target dengan Panduan Terminal sunting

Setelah penerbangan mid course, misil mencapai sekitar targetnya, dan mengaktifkan sistem panduan terminalnya. Kebanyakan misil menggunakan radar atau pencari infra-merah, terkadang pada beberapa jalur untuk menghindari tindakan pengecoh countermeasure elektronik yang biasanya dilakukan oleh target pesawat atau kapal perang. Sistem panduan terminal mungkin salah memilih sasaran. Radar juga terkadang menangkap gelombang laut atau gangguan lainnya, sehingga mengarahkan rudal menjauh dari sasaran. Selama Perang Iran-Irak, radar beberapa kali salah mengidentifikasi target sebagai kapal tanker. Misalnya, Iran membela kapal tanker yang melakukan pemuatan di terminal minyak mereka dengan membuat umpan dari puing-puing kapal dan melengkapi pelampung dengan reflektor radar. Satu pelampung umpan di dekat Pulau Kharg terkena sekitar 20 kali.

Ledakan sunting

Begitu sebuah rudal mencapai sasarannya, hulu ledaknya harus meledak hingga menimbulkan kerusakan serius, dan ternyata ledakan tersebut tidak boleh dianggap remeh. Ledakan biasanya dengan detonasi benturan, proksimiti magnetik, kedekatan radar, komando operator atau timer delay. Misalnya, rudal Exocet sering kali gagal meledak selama Perang Teluk dan juga selama Perang Falklands (lebih dari 20% kasus). Namun bahkan jika hulu ledak gagal meledak, misil masih dapat menimbulkan kerusakan: bahan bakar yang tersisa di dalam rudal dapat meledak dan terbakar, yang dengan sendirinya dapat menyebabkan kerusakan signifikan dan bahkan hilangnya kapal. Selama Perang Falklands, HMS Sheffield terkena rudal Exocet yang tidak meledak, namun bahan bakar cair rudal tersebut membuat kapal perusak tersebut terbakar.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh rudal tersebut akan bergantung pada ukuran hulu ledaknya. Sederhananya, hulu ledak yang lebih besar mempunyai kapasitas destruktif yang lebih besar. Ukuran hulu ledak misil sangat beragam, mulai dari model kecil seberat 220 pon hingga hulu ledak besar seberat 2.200 pon. Meskipun setiap jenis misil memiliki spesifikasi rinci masing-masing, rudal yang diproduksi di negara-negara timur seperti Rusia dan Tiongkok cenderung memiliki hulu ledak yang lebih besar dibandingkan negara-negara barat.

Lihat pula sunting

Referensi sunting