Padmasana

Tentang Pelinggih Padmasana di Bali maupun Luar Bali

Padmasana atau (Sanskerta: padmāsana) adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu, terutama umat Hindu di Indonesia.

Contoh sebuah padmasana.

Etimologi sunting

 
Padmasana Pura Agung Jagatnatha Denpasar

Kata padmasana berasal dari bahasa Sanskerta, menurut Kamus Jawa Kuno-Indonesia yang disusun oleh Prof. Dr. P.J. Zoetmulder (Penerbit Gramedia, 1995) terdiri dari dua kata yaitu: "padma" artinya bunga teratai dan "asana" artinya sikap duduk. Hal ini juga merupakan sebuah posisi duduk dalam yoga.

Arti sunting

 
Kuil tiga padmasana di Pura Besakih, masing-masing kuil didedikasikan untuk Wisnu (kiri), Siwa (tengah), dan Brahma (kanan)

Bunga teratai dipilih sebagai simbol yang tepat menggambarkan kesucian dan keagungan Hyang Widhi (Tuhan) karena memenuhi unsur-unsur:

  • Helai daun bunganya berjumlah delapan sesuai dengan jumlah manifestasi Hyang Widhi di arah delapan penjuru mata angin sebagai kedudukan horizontal: Timur (Purwa) sebagai Iswara, Tenggara (Agneya) sebagai Maheswara, Selatan (Daksina) sebagai Brahma, Barat Daya (Nairiti) sebagai Rudra, Barat (Pascima) sebagai Mahadewa, Barat Laut (Wayabya) sebagai Sangkara, Utara (Uttara) sebagai Wisnu, Timur Laut (Airsanya) sebagai Sambhu.
  • Puncak mahkota berupa sari bunga yang menggambarkan symbol kedudukan Hyang Widhi secara vertikal dalam manifestasi sebagai: Siwa (adasthasana/dasar), Sadasiwa (madyasana/tengah) dan Paramasiwa (agrasana/puncak).
  • Bunga teratai hidup di tiga alam yaitu tanah/lumpur disebut pertiwi, air disebut apah, dan udara disebut akasa. Bunga teratai merupakan sarana utama dalam upacara-upacara Panca Yadnya dan juga digunakan oleh Pandita-Pandita ketika melakukan surya sewana (pemujaan Matahari).

Dilihat dari bentuk bangunan padmasana, dibedakan adanya lima jenis padmasana yaitu:

  1. Padma Anglayang: memakai dasar bhedawangnala, bertingkat tujuh dan di puncaknya ada tiga ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa stana Trimurti.
  2. Padma Agung: memakai dasar bhedawangnala, bertingkat lima dan di puncaknya ada dua ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa Ardanareswari yaitu kekuatan/ kesaktian Hyang Widhi sebagi pencipta segala yang berbeda misalnya: lelaki-perempuan, siang-malam, kiri (pengiwa) - kanan (penengen), dst.
  3. Padmasana: memakai bhedawangnala, bertingkat lima dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa Sanghyang Tunggal yaitu Hyang Widhi Yang Maha Esa
  4. Padmasari: tidak memakai dasar bhedawangnala, bertingkat tiga dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan hanya untuk niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa
  5. Padma capah: tidak memakai dasar bhedawangnala, bertingkat dua dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan untuk niyasa stana Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai Baruna (Dewa lautan)

Pemilihan bentuk kelima jenis Padmasana itu berdasarkan pertimbangan kemampuan penyungsung melaksanakan upacara, baik ketika mendirikannya maupun pada setiap hari piodalannya. Oleh karena itu dipertimbangkan juga jumlah penyungsungnya. Makin banyak penyungsungnya makin "utama" bentuk padmasana, sesuai dengan urutan di atas.

Pranala luar sunting