Operasi Cockpit adalah serangan pengeboman oleh pesawat-pesawat dari dua gugus tugas laut Sekutu (Gugus Tugas 69 dan Gugus Tugas 70) pada tanggal 19 April 1944. Gugus tugas tersebut terdiri dari 22 kapal perang, termasuk dua kapal induk dari Angkatan Laut Britania Raya, Angkatan Laut Australia, Angkatan Laut Prancis, Angkatan Laut Kerajaan Belanda, Angkatan Laut Selandia Baru, dan Angkatan Laut Amerika Serikat. Sasaran operasi adalah pelabuhan dan fasilitas perminyakan Jepang di Pulau Sabang (lepas pantai ujung utara Pulau Sumatra).

Latar belakang sunting

Sebelumnya Amerika Serikat telah meminta agar sebuah serangan dilakukan di kawasan Sumatra, sebagai pengalih perhatian bagi operasi mereka di Hollandia (sekarang Jayapura).[1] James Fownes Somerville, panglima armada timur Britania, memilih Sabang karena lokasinya di pintu masuk Selat Malaka dan keberadaan berbagai instalasi strategis di sana, seperti stasiun radar, pelabuhan, dan beberapa lapangan terbang. Pada saat yang sama, pasukan Jepang di Burma berada di dalam tekanan dan menghadapi masalah perbekalan yang serius: serangan itu diharapkan bisa memperparah situasi tersebut, sekaligus membantu Komando Angkatan Darat ke-14 Britania. Keuntungan tambahan lain adalah kesempatan bagi Angkatan Laut Britania serta para awak pesawat dari Penerbangan Armada Britania untuk bekerja sama dengan para personel tempur AL Amerika Serikat dan mempelajari berbagai prosedur yang dibutuhkan saat mereka menjadi bagian dari Armada Pasifik Britania yang dibentuk kemudian.

Aksi tempur ini bisa dilakukan karena tak lama sebelumnya terjadi penambahan substansial atas jumlah kapal perusak, yang dibutuhkan untuk mengawal kapal-kapal utama kedua gugus tugas tersebut.

Berlangsungnya serangan sunting

Serangan itu diluncurkan pada jam 5.30 pagi tanggal 19 April, dengan kekuatan 17 pesawat pembom Barracuda dan 13 pesawat pemburu Corsair kapal induk HMS Illustrious dan 29 pesawat pembom Dauntless dan Avenger serta 24 pesawat pemburu Hellcat dari USS Saratoga. Hasil serangan itu sangat memuaskan, karena pasukan Jepang sama sekali tak siap menghadapinya dan tak ada ancaman dari pesawat pemburu musuh. Pelabuhan Sabang dan lapangan terbang Lhok Nga yang berdekatan dijatuhi bom. Dua kapal barang terkena bom, dan dua kapal perusak serta satu kapal kawal Jepang dihujani tembakan senapan mesin hingga terbakar. Tiga puluh pesawat Jepang di lapangan tersebut berhasil dihancurkan, dan sebuah bom 1000-pound berhasil dijatuhkan pada satu tanki minyak besar sehingga tanki itu terbakar. Bangunan pembangkit tenaga listrik, barak, dan stasiun pemancar juga menderita kerusakan parah. Kapal Selam HMS Tactician melaporkan bahwa di area dermaga, kobaran api yang besar berkobar selama berjam-jam setelah armada penyerang meninggalkan kawasan tersebut.

Dua pesawat AL AS terkena tembakan meriam antiserangan udara; hanya satu yang gagal kembali ke USS Saratoga dengan selamat. Pilot dari pesawat yang tertembak jatuh itu berhasil diselamatkan oleh HMS Tactician di bawah tembakan musuh.

Akibat serangan sunting

Pihak Jepang sama sekali tidak siap, dan serangan itu jelas-jelas berhasil- Somerville mengatakan bahwa pihak Jepang "tertangkap basah saat kimono mereka masih tersibak ke atas".[2] Penghancuran instalasi perminyakan dan pelabuhan tersebut turut berperan dalam menyetop rangkaian serangan Jepang di Arakan.[3] Setelah itu, sebuah serangan lanjutan dilakukan di Surabaya, Pulau Jawa pada bulan Mei 1944, dalam Operasi Transom.

Gelar pasukan Sekutu sunting

Gugus Tugas 69:[4] Kapal-kapal tempur/Battleship HMS Queen Elizabeth (kapal utama Laksamana James Somerville, Panglima Armada Timur Britania, HMS Valiant dan kapal tempur Peranchis Richelieu; kapal kelas penjelajah HMS Newcastle (kapal utama dari Laksamana Muda A. D. Reid, komandan Skuadron Penjelajah Keempat), HMS Nigeria, HMS Ceylon, HMNZS Gambia dan HNLMS Tromp; kapal-kapal perusak HMS Rotherham, HMS Racehorse, HMS Penn, HMS Petard, HMAS Quiberon, HMAS Napier, HMAS Nepal, dan HMAS Nizam serta HNLMS Van Galen.

Gugus Tugas 70: Penjelajah tempur HMS Renown (kapal utama Laksamana Madya A. J. Power, wakil panglima Armada Timur Britania); kapal induk HMS Illustrious (kapal utama dari Laksamana Muda Clement Moody, komandan kapal-kapal induk armada dimaksud), USS Saratoga; kapal penjelajah HMS London; kapal perusak HMS Quilliam, HMS Queenborough, HMS Quadrant, USS Dunlap, USS Cummings dan USS Fanning.

Referensi sunting

  1. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. London: Hambledon Continuum. hlm. 303. ISBN 1 85285 417 0. 
  2. ^ "The Royal New Zealand Navy (p359)". NZETC. Diakses tanggal 2007-07-30. 
  3. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. London: Hambledon Continuum. hlm. 303& 398. ISBN 1 85285 417 0. 
  4. ^ "The Royal New Zealand Navy (pp 358 & 359)". NZETC. Diakses tanggal 2007-07-30.