Nyobeng

Ritual suku dayak Bidayuh

Nyobeng (atau Nibakng) merupakan ritual penghormatan terhadap hasil mengayau (kayau) yang telah dilakukan sejak dahulu kala.[1] Nyobeng adalah ritual memandikan atau membersihkan tengkorak manusia hasil mengayau nenek moyang.[2] Upacara Nyobeng dilakukan oleh Suku Dayak Bidayuh, Dusun Sebujit, Hli Buei, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat.[3]

Berkas:Nyobeng1.jpg
upacara Nyobeng, Kalimantan Barat

Sejarah sunting

Dahulu kala suku Dayak Bidayuh yang tinggal di wilayah Indonesia dan Malaysia kerap saling berperang.[4] Tapi sekarang, lewat gawai Dayak Bidayuh serumpun Indonesia-Malaysia, dijunjung tinggi persaudaraan dalam kemasan ritual Nyobeng untuk perdamaian.[4] Hasil peperangan terutama ngayau disimpan warga Dayak Bidayuh Hli Buei di rumah balug.[4] Tengkorak musuh itu dikumpulkan di dalam rumah adat yang letaknya di tengah kampung.[4] Setiap tahunnya tengkorak hasil ngayau dimandikan dan dibersihkan.[4] Ada penghormatan yang diberikan secara turun temurun meski tengkorak itu dulunya adalah musuh.[4] Ritual Nyobeng yang dilakukan setiap tahun merupakan tanda perdamaian, melingkupi perdamaian Dayak Bidayuh serumpun yang ada di Indonesia ataupun Malaysia. Dalam setiap kesempatan digelarnya ritual nyobeng, ada warga Malaysia yang ikut hadir dalam upacara tersebut.[4] Memungkinkan bagi mereka (warga Malaysia) untuk ikut hadir di upacara adat tersebut.[4] Selain karena masih satu rumpun dari Dayak Bidayuh, juga karena kampung Hli Buei terletak dekat kawasan perbatasan.[4] Simlog, gendang panjang yang dipasang menembus lantai balug pun bertalu.[4] Mengikuti hentakan kenong dan empat buah gong besar yang tergantung di dinding.[4] Usai istirahat siang menjamu rombongan tamu yang datang, sebuah acara seremonial pun dilakukan.[4] Saat makan siang, hidangan yang diberikan merupakan menu netral.[4] Artinya, hidangan untuk tamu dapat disantap semua.[4] Hanya saja, penyajiannya memang dikemas secara tradisional.[4] Nasi dan sayur yang dibagikan dibungkus terpisah menggunakan daun.[4] Diletakkan berjejer di depan tamu.[4] Selain itu, ada pula lauk yang disimpan dalam wadah bambu yang sudah diraut dan dibentuk memanjang seperti palung kecil.[4] Kenikmatan santapan terasa meski berbumbu sederhana karena aura tradisional.[4]

Pelaksanaan sunting

Sebelum ritual nyobeng dilakukan, setiap rumah membuat sesaji yang harus diolesi darah ayam dari sayapnya.[4] Darah ayam dipercikkan keberbagai tempat yang dianggap sakral disekitar rumah, rumah adat, dan perkampungan.[4] Ritual nyobeng diawali dengan memotong bambu untuk mendirikan sangiang, tempat sesajian.[4] Ritual dianjurkan dengan memotong ayam sebagai tanda persembahan, kemudian memotong anjing untuk menolak bala.[4] ah

Upacara ini dilaksanakan sela tiga hari, dari 15 hingga 17 Juni.[2] Tradisi ini sudah ditinggalkan lama sejak tahun 1894.[2] Upacara Nyobeng dipimpin oleh tetua adat Sebujit.[3] Kegiatan utamanya adalah memandikan tengkorak yang disimpan di rumah adat.[2] Upacara Nyobeng dimulai dengan tembakan senjata lantak selama tujuh kali rentetan.[3] Letupan dari senapan tersebut berguna untuk memanggil ruh leluhur, sekaligus minta izin untuk pelaksanaan ritual Nyobeng.[3] Kegiatan utamanya adalah memandikan tengkorak yang disimpan di rumah adat.[2] Setelah tembakan, kepala suku dan rombongan pengiring berjalan menuju rombongan tamu dari luar desa yang datang menyaksikan Nyobeng.[3] Makna penyambutan tamu tersebut adalah mengikat tali silaturahmi antar Desa Sebujit dengan masyarakat luar desa.[3] Tetua adat melempar anjing ke atas.[2] Kemudian, tamu rombongan harus menebas anjing tersebut.[2] Jika masih hidup, maka harus ditebas di tanah.[2] Prosesi tersebut juga dilakukan dengan menggunakan telur ayam.[2] Tetua adat melempar telur ayam kepada rombongan tamu.[2] Jika telur tersebut tidak pecah, maka artinya tamu yang datang tidak tulus.[2] Sebalinya, jika telur yang dilempar pecah, maka tamu ritual tersebut ikhlas.[2] Selama acara Nyobeng, para tamu dihormati.[5]

Para tetua adat memandikan batok kepala manusia yang disimpan di sebuah kotak, bersama kalung babi hutan.[5] Kepala menjadi pilihan utama karena Suku Dayak Bidayuh meyakini bagian leher ke atas adalah simbol jati diri manusia.[5] Tengkorang kepala manusia yang telah dikeringkan bisa menjadi sihir paling kuat di dunia.[5] Tengkorak yang telah dibubuhi ramuan, dianggap memiliki sihir cukup kuat untuk menghadirkan hujan sekaligus meningkatkan hasil panen, dan mengusir roh jahat.[5]

Referensi sunting

  1. ^ "Upacara Nyobeng". warisanbudayaindonesia.info. Diakses tanggal 30 Mei 2014.23.00. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l "Ritual Nyobeng; Memandikan Tengkorak Manusia Hasil Mengayau". indonesia.go.id. Diakses tanggal 30 Mei 2014.23.00. 
  3. ^ a b c d e f ""Nyobeng" Tradisi Leluhur Dayak Bidayu ". beritaduniapendidikan.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-25. Diakses tanggal 1 Juni 2014.16.10. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w Nyobeng Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine. diakses 22 Maret 2015
  5. ^ a b c d e "Nyobeng Dayak: Damai dengan Tengkorak Musuh". kalbariana.net. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-06-05. Diakses tanggal 1 Juni 2014.17.00.