Nusa Tenggara Barat

provinsi di Indonesia
(Dialihkan dari NTB)

Koordinat: 7°52′S 117°35′E / 7.867°S 117.583°E / -7.867; 117.583

Nusa Tenggara Barat (disingkat NTB) ialah sebuah provinsi di Indonesia yang berada di bagian tengah Kepulauan Nusa Tenggara di antara provinsi Bali di sebelah barat dan provinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah Timur. Pusat pemerintahan dan ibu kota provinsi ini berada di Kota Mataram. Nusa Tenggara Barat memiliki 8 Kabupaten dan 2 Kota, termasuk kota Mataram. Pada pertengahan tahun 2023, penduduk Nusa Tenggara Barat berjumlah 5.576.992 jiwa, dengan kepadatan 264 jiwa/km2.[1][4][5]

Nusa Tenggara Barat
Islamic Center Kota Mataram
Monumen Lombok Barat Bangkit
Gunung Sangeang Bima
Bendera Nusa Tenggara Barat
Peta
Peta
Negara Indonesia
Dasar hukum pendirianUU No. 64 Tahun 1958
Hari jadi17 Desember 1958 (umur 65)
Ibu kotaKota Mataram
Kota besar lainnyaKota Bima
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kabupaten: 8
  • Kota: 2
  • Kecamatan: 117
  • Kelurahan: 145
  • Desa: 998
Pemerintahan
 • GubernurLalu Gita Ariadi (Pj.)
 • Wakil GubernurLowong
 • Sekretaris DaerahFathurrahman (Pj.)
 • Ketua DPRDBaiq Isvie Rupaeda
Luas
 • Total20.124,48 km2 (7,770,11 sq mi)
Populasi
 (30 Juni 2023)[1]
 • Total5.576.992
 • Kepadatan280/km2 (720/sq mi)
Demografi
 • Agama
  • 96,89% Islam
  • 2,38% Hindu
  • 0,30% Buddha[1]
 • BahasaIndonesia (bahasa resmi)
Sasak (dominan), Samawa, Mbojo, Bali, Jawa, Melayu
 • IPMKenaikan 72,37 (2023)
tinggi[2]
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode pos
83xxx-84xxx
Kode area telepon
Daftar
  • 0364 - Kota Mataram
  • 0370 - Mataram, Praya
  • 0371 - Sumbawa
  • 0372 - Alas, Taliwang
  • 0373 - Dompu
  • 0374 - Bima
  • 0376 - Selong
Kode ISO 3166ID-NB
Pelat kendaraan
Daftar
  • DR (Lombok dsk.)
  • EA (Sumbawa dsk.)
Kode Kemendagri52
Kode BPS52
DAURp 1.641.178.248.000,- (2020)[3]
Lagu daerahKadal Nongak
Teluk Saleh
Rumah adat
Senjata tradisional
Flora resmiAjan kelicung
Fauna resmiRusa timor
Situs webntbprov.go.id

Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah ini termasuk dalam wilayah Provinsi Sunda Kecil[6][7] yang beribu kota di Singaraja. Kemudian, wilayah Provinsi Sunda Kecil dibagi menjadi 3 provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Dua pulau terbesar di provinsi ini adalah Lombok yang terletak di barat dan Sumbawa yang terletak di timur.

Sebagian besar dari penduduk pulau Lombok berasal dari suku Sasak, sementara suku Bima (suku Mbojo) dan suku Sumbawa merupakan kelompok etnis terbanyak di pulau Sumbawa.

Geografis sunting

 
Peta Administrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat

Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat meliputi dua pulau besar yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.[8] Provinsi Nusa Tenggara Barat mencakup wilayah seluas 20.153,20 km2.[9] Letak Provinsi Nusa Tenggara Barat secara astronomis pada 115°46'–119°5' Bujur Timur dan 8°10'–9°5' Lintang Selatan.[10]

Selong merupakan kota yang mempunyai ketinggian paling tinggi, yaitu 148 m dari permukaan laut, sementara Raba terendah dengan 13 m dari permukaan laut.[butuh rujukan] Pulau Lombok memiliki tujuh gunung.[11] Gunung Rinjani menjadi gunung tertinggi di Pulau Lombok dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut.[12] Sedangkan Gunung Tambora merupakan gunung tertinggi di Sumbawa dengan ketinggian 2.851 m.

Sungai-sungai di Nusa Tenggara Barat dikelompokkan ke dalam dua wilayah sungai, yaitu Wilayah Sungai (WS) yaitu WS Lombok dan WS Sumbawa.[13] WS Lombok terdiri atas 197 DAS dan WS Sumbawa 555 DAS.[14]

Batas wilayah sunting

Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat berbatasan dengan wilayah berikut:[15]

Utara Laut Jawa dan Laut Flores
Timur Selat Sape dan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Selatan Samudra Hindia dan Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Barat Selat Lombok dan Provinsi Bali

Iklim sunting

Berdasarkan data statistik dari lembaga meteorologi, temperatur maksimum pada tahun 2001 berkisar antara 30,9° – 32,1 °C, dan temperatur minimum berkisar antara 20,6°- 24,5 °C. Temperatur tertinggi terjadi pada bulan September dan terendah ada bulan November. Sebagai daerah tropis, NTB mempunyai rata-rata kelembaban yang relatif tinggi, yaitu antara 48–95 %.

Sejarah sunting

Keberadaan status provinsi, bagi NTB tidak datang dengan sendirinya. Perjuangan menuntut terbentuknya Provinsi NTB berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama. Provinsi NTB, sebelumnya sempat menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur dalam konsepsi Negara Republik Indonesia Serikat,dan menjadi bagian dari Provinsi Sunda kecil setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.

Seiring dinamika zaman dan setelah mengalami beberapa kali proses perubahan sistem ketatanegaraan pasca diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia, barulah terbentuk Provinsi NTB. NTB, secara resmi mendapatkan status sebagai provinsi sebagaimana adanya sekarang, sejak tahun 1958, berawal dari ditetapkannya Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 Tanggal 14 Agustus 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Bali, NTB dan NTT, dan yang dipercayakan menja di Gubernur pertamanya adalah AR. Moh. Ruslan Djakraningrat.

Walaupun secara yuridis formal Daerah Tingkat I NTB yang meliputi 6 Daerah Tingkat II dibentuk pada tanggal 14 Agustus 1958, namun penyelenggaraan pemerintahan berjalan berdasarkan Undang- undang Negara Indonesia Timur Nomor 44 Tahun 1950, dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Keadaan yang tumpang tindih ini berlangsung hingga tanggal 17 Desember 1958, ketika Pemerintah Daerah Lombok dan Sumbawa dilikuidasi. Hari likuidasi inilah yang menandai resmi terbentuknya Provinsi NTB. Zaman terus berganti, konsolidasi kekuasaan dan pemerintahan pun terus terjadi.

Pada tahun 1968 dalam situasi yang masih belum menggembirakan sebagai akibat berbagai krisis nasional yang membias ke daerah, gubernur pertama AR. Moh. Ruslan Tjakraningrat digantikan oleh HR.Wasita Kusuma. Dengan mulai bergulirnya program pembangunan lima tahun tahap pertama (pelita I) langkah perbaikan ekonomi, sosial, politik mulai terjadi. Pada tahun 1978, H.R. Wasita Kusuma digantikan H. Gatot Soeherman sebagai Gubernur Provinsi NTB yang ketiga. Dalam masa kepemimpinannya, usaha-usaha pembangunan kian dimantapkan dan Provinsi NTB yang dikenal sebagai daerah minus, berubah menjadi daerah swasembada. Pada tahun 1988 Drs. H. Warsito, SH terpilih memimpin NTB menggantikan H. Gatot Soeherman. Drs.H.Warsito, SH mengendalikan tampuk pemerintahan di Provinsi NTB untuk masa dua periode, sebelum digantikan Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si pada tanggal 31 Agustus 1998.

Drs. H. Harun Al Rasyid M.Si berjuang membangun NTB dengan berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui Program Gema Prima. Tahun 2003 hingga 1 september 2008 Drs. H. Lalu Serinatadan wakil Gubernur Drs. H.B. Thamrin Rayes memimpin NTB. Pada masa ini berbagai macam upaya dilakukan dalam membangun NTB dan mengejar ketertinggalan diberbagai bidang dan sektor. Di zaman ini,sejumlah program diluncurkan, seperti Gerbang E-Mas dengan Program Emas Bangun Desa. Selain itu, pada masa ini pembangunan Bandara Internasional Lombok di Lombok Tengah mulai terealisasi dan rampung pada pertengahan 2009.

Dalam usianya yang ke-52 Provinsi NTB kini dipimpin oleh Gubernur Dr. KH. M. Zainul Majdi dan Wakil Gubernur Ir. H. Badrul Munir, MM. Pada tahun 2010 ini, kedua pasangan pemimpin menggenapkan dua tahun pemerintahannya di Provinsi NTB untuk mengemban amanah dan harapan masyarakat Nusa Tenggara Barat dalam mencapai kesejahteraan dan pembangunan daerah menuju NTB yang Beriman dan Berdaya Saing.

Masuknya Islam sunting

 
Islamic Center Mataram

Belakangan, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putra Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.[butuh rujukan]

"Susuhnii Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke seluruh pelosok. Dilembu Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke Banjarmasin, Datu bandan di kirim ke Makasar, Tidore, Seram dan Galeier dan Putra Susuhunan, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Prapen pertama kali berlayar ke Lombok, di mana dengan kekuatan senjata ia memaksa orang untuk memeluk agama Islam. Setelah menyelesaikan tugasnya, Prapen berlayar ke Sumbawa dan Bima. Namun selama ketiadaannya, karena kaum perempuan tetap menganut keyakinan Pagan, masyarakat Lombok kembali kepada paham pagan.

Setelah kemenangannya di Sumbawa dan Bima, Prapen kembali dan dengan dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut, ia mengatur gerakan dakwah baru yang kali ini mencapai kesuksesan. Sebagian masyarakat berlari ke gunung-gunung, sebagian lainnya ditaklukkan lalu masuk Islam dan sebagian lainnya hanya ditaklukkan. Prapen meninggalkan Raden Sumuliya dan Raden Salut untuk memelihara agama Islam dan ia sendiri bergerak ke Bali, di mana ia memulai negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung."

Sementara di Kerajaan Lombok, sebuah kebijakan besar dilakukan Prabu Rangkesari dengan memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang atas usul Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda. Pemindahan ini dilakukan dengan alasan letak Desa Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang musuh dibandingkan posisi sebelumnya.

Menurut Fathurrahman Zakaria, dari wilayah pusat kerajaan yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ini juga memiliki daerah belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi bertingkat-tingkat sampai hutan Lemor yang memiliki sumber air yang melimpah.

Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari, Kerajaan Selaparang berkembang menjadi kerajaan yang maju di berbagai bidang. Salah satunya adalah perkembangan kebudayaan yang kemudian banyak melahirkan manusia-manusia sebagai khazanah warisan tradisional masyarakat Lombok hari ini. Ahli sejarah berkebangsaan Belanda L. C. Van den Berg menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat memengaruhi terbentuknya alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum intelektual dalam rekayasa sosial politik di Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan bahwa para intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai jejawen.

Dengan modal Bahasa Kawi yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi atau menyalin manusia Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji, Rengganis dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim dan sebagainya.

Dengan mengkaji lontar-lontar tersebut, menurut Fathurrahman Zakaria (1998) kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam rekayasa sosial politik dan sosial budaya kerajaan dan masyarakatnya. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama lembar 6 lembar menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma dan Warsa.

  • Danta artinya gading gajah, apabila dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan lagi.
  • Danti artinya ludah, apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat lagi.
  • Kusuma artinya kembang, tidak mungkin kembang itu mekar dua kali.
  • Warsa artinya hujan, apabila telah jatuh ke bumi tidak mungkin naik kembali menjadi awan.

Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa istilah-istilah dan ungkapan yang syarat dengan ide dan makna telah dipergunakan dalam bidang politik dan hukum, misalnya kata hanut (menggunakan hak dan kewajiban), tapak (stabil), tindih (bertata krama), rit (tertib), jati (utama),tuhu (sungguh-sungguh), bakti (bakti, setia) atau terpi (teratur). Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma (dermawan), kencak (terampil) atau genem (rajin).[butuh rujukan]

Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali merasa tidak senang. Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan serangan ke Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui kegagalan. Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel dengan cerdik memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi barat Lombok yang subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi baru dengan mengirim Dangkiang Nirartha untuk memasukkan paham baru berupa singkretisme Hindu-Islam. Walau tidak lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya telah dapat memengaruhi beberapa pemimpin agama Islam yang belum lama memeluk agama Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel untuk menaklukkan Kerajaan Selaparang terhenti karena secara internal kerajaan Hindu ini juga mengalami stagnasi dan kelemahan di sana-sini.[butuh rujukan]

Masuknya Kolonialisme sunting

 
Bukit Selong, Sembalun, Lombok Timur.

Kedatangan VOC Belanda ke Indonesia yang menguasai jalur perdagangan di utara telah menimbulkan kegusaran Gowa, sehingga Gowa menutup jalur perdagangan ke selatan dengan cara menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Untuk membendung misi kristenisasi menuju ke barat, maka Gowa juga menduduki Flores Barat dengan membangun Kerajaan Manggarai.[butuh rujukan]

Ekspansi Gowa ini menyebabkan Gelgel yang mulai bangkit tidak senang. Gowa dihadapkan pada posisi dilematis, mereka khawatir Belanda memanfaatkan Gelgel. Maka tercapai kesepakatan dengan Gelgel melalui perjanjian Saganing pada tahun 1624 yang isinya antara lain Gelgel tidak akan bekerja sama dengan Belanda dan Gowa akan melepaskan perlindungannya atas Selaparang yang dianggap halaman belakang Gelgel.

Akan tetapi terjadi perubahan sikap sepeninggal Dalem Sagining yang digantikan oleh Dalem Pemayun Anom. Terjadi polarisasi yang semakin jelas, yakni Gowa menjalin kerjasama dengan Mataram di Jawa dalam rangka menghadapi Belanda. Sebaliknya Belanda berhasil mendekati Gelgel, sehingga pada tahun 1640, Gowa masuk kembali ke Lombok. Bahkan pada tahun 1648, salah seorang Pangeran Selaparang dari Trah Pejanggik bernama Mas Pemayan dengan gelar Pemban Mas Aji Komala, diangkat sebagai raja muda, semacam gubernur mewakili Gowa, berkedudukan di bagian bara pulau Sumbawa.

Akhirnya perang antara Gowa dengan Belanda tidak terelakkan. Gowa melakukan perlawanan keras terutama di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur. Sejarah mencatat Gowa harus menerima perjanjian Bungaya pada tahun 1667. Bungaya adalah sebuah wilayah yang terletak disekitar pusat kerajaan Gelgel di Klungkung yang menandai eratnya hubungan Gelgel-Belanda. Konon Gelgel berusaha memanfaatkan situasi dengan mengirimkan ekspedisi langsung ke pusat pemerintahan Selaparang pada tahun 1668-1669, tetapi ekspedisi tersebut gagal.

Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangganya, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari arah barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem (Bali) secara bergelombang dan mendirikan koloni di kawasan Kotamadya Mataram sekarang ini. Kekuatan itu telah menjelma sebagai sebuah kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri pada tahun 1622.

Namun bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba yaitu kekuatan asing, Belanda yang sewaktu-waktu akan melakukan ekspansi. Kekuatan dari tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Sebab itu sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan pasukan kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.

Di balik itu memang ada faktor-faktor lain terutama masalah perbatasan antara Selaparang dan Pejanggik yang tidak kunjung selesai. Hal ini menyebabkan adanya saling mengharapkan peran yang lebih di antara kedua kerajaan serumpun ini atau saling lempar tanggung jawab. Dalam peperangan dan upaya mengahadapi masalah kekuatan yang baru tumbuh dari arah barat itu, maka secara tiba-tiba saja, tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan, yaitu patih kerajaan sendiri yang bernama, Raden Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih pendapat dengan rajanya. Raden Arya Banjar Getas akhirnya meninggalkan Selaparang dan hijrah mengabdikan diri di Kerajaan Pejanggik yang dahulu (Kerajaan Pejanggik) berada di Daerah Pejanggik yang berada di Kecamatan Jonggat.[butuh rujukan]

Atas prakarsanya sendiri, Raden Arya Banjar Getas dapat menyeret Pejanggik bergabung dengan sebuah Ekspedisi Tentara Kerajaan Karang Asem yang sudah mendarat menyusul di Lombok Barat. Semula berdasarkan informasi awal yang diperoleh, maksud kedatangan ekspedisi itu akan menyerang Kerajaan Pejanggik. Namun dalam kenyataan sejarah, ekspedisi itu telah menghancurkan Kerajaan Selaparang karena wilayah tersebut dapat ditaklukkan hampir tanpa perlawanan, sebab sudah dalam keadaan sangat lemah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1672. Pusat kerajaan hancur dan rata dengan tanah serta raja beserta seluruh keluarganya mati terbunuh.

Selaparang jatuh hanya tiga tahun setelah menghadapi Belanda. Empat belas tahun kemudian, pada tahun 1686 Kerajaan Pejanggik dibumi hanguskan oleh Kerajaan Mataram Karang Asem. Akibat kekalahan Pejanggik, maka Kerajaan Mataram mulai berdaulat menjadi penguasa tunggal di Pulau Lombok setelah sebelumnya juga meluluh lantakkan kerajaan-kerajaan kecil lainnya.[butuh rujukan]

Pemerintahan sunting

Daftar gubernur sunting

# Potret Gubernur
(lahir–wafat)
Mulai menjabat Akhir menjabat Partai Wakil Gubernur Periode Ket.
1   Ruslan Tjakraningrat
(1913–1976)
14 Agustus 1958 1968 Non Partai 1 [16]
2   H.R. Wasita Kusumah
(1929–2002)
1968 1973 Militer 2
1973 1978 3
3   Gatot Suherman
(1930–2007)
1978 1983 Militer 4 [17]
1983 1988 5
4   Warsito
(1938–2022)
1988 1993 Militer 6 [18]
1993 1998 07
5   Harun Al Rasyid
(l.1942)
1998 31 Agustus 2003 Non Partai Syahdan 08
6   Lalu Serinata
(l.1942)
31 Agustus 2003 1 September 2008 Partai Golongan Karya Bonyo Thamrin Rayes 9
(2003)
7   Muhammad Zainul Majdi
(l.1972)
17 September 2008 17 September 2013 Partai Bulan Bintang   Badrul Munir 10
(2008)
[19][20]
17 September 2013 17 September 2018 Partai Demokrat   Muhammad Amin 11
(2013)
8   Zulkieflimansyah
(l.1972)
19 September 2018 19 September 2023 Partai Keadilan Sejahtera Sitti Rohmi Djalilah 12
(2018)
[21]
  Non Partai / Penugasan Pemerintah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sunting

DPRD NTB beranggotakan 65 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD NTB terdiri dari 1 Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik pemilik jumlah kursi dan suara terbanyak. Anggota DPRD NTB yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 2 September 2019 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Mataram, Kresna Menon, di Gedung DPRD Provinsi NTB.[22][23][24] Komposisi anggota DPRD NTb periode 2019-2024 terdiri dari 12 partai politik dimana Partai Golkar adalah partai politik pemilik kursi terbanyak yaitu 10 kursi, kemudian disusul oleh Partai Gerindra yang meraih 9 kursi serta Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat yang masing-masing meraih 7 kursi.[25][26] Selama masa reformasi, jumlah anggota DPRD NTB pada awalnya hanya 45 orang, kemudian bertambah menjadi 55 orang pada Pemilu 2004 dan bertambah lagi menjadi 65 orang pada Pemilu 2014. DPRD NTB paling sedikit ditempati oleh 10 partai politik dan paling banyak oleh 15 partai politik. Partai Golongan Karya merupakan pemenang bertahan selama masa reformasi sehingga tidak mengherankan jika posisi Ketua DPRD NTB selalu diisi oleh kadernya. Berikut ini adalah rekapitulasi komposisi anggota DPRD NTB berdasarkan asal partai politik selama masa reformasi.[26][27][28][29]

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
1999-2004 2004-2009 2009-2014 2014-2019 2019-2024
PPPI (baru) 1
PPRN (baru) 1
PKNU (baru) 1
PBR (baru) 5   2
PKPB (baru) 0   2
Patriot (baru) 1   0
PPNU 1   0   0
PKB 2   3   1   5   6
PDI-P 7   6   5   5   4
Golkar 21   15   10   11   10
PKS 0   6   6   6   7
PPP 6   6   4   6   7
PAN 2   4   4   5   5
Demokrat 1   3   8   8   7
PBB 2   6   5   3   2
PKPI 1   0   0   0   0
Gerindra (baru) 2   8   9
Hanura (baru) 3   5   1
NasDem (baru) 3   5
Berkarya (baru) 2
Jumlah Anggota 45*   55   55   65   65
Jumlah Partai 10   10   15   11   12
Catatan:

*Pada periode 1999-2004, 2 kursi ditempati oleh Fraksi ABRI.

Kabupaten dan Kota sunting

No. Kabupaten/kota Pusat pemerintahan Bupati/wali kota Luas wilayah (km2)[30] Jumlah penduduk (2023)[30] Kecamatan Kelurahan/desa Lambang
 
alt
Peta lokasi
1 Kabupaten Bima Woha Indah Damayanti Putri 3.405,63 533.274 18 -/191
 
 
2 Kabupaten Dompu Dompu Kader Jaelani 2.391,54 241.836 8 9/72
 
 
3 Kabupaten Lombok Barat Gerung Fauzan Khalid 923,06 726.228 10 3/119
 
 
4 Kabupaten Lombok Tengah Praya Muhammad Juaini Taofik (Pj.) 1.095,03 1.059.324 12 12/127
 
 
5 Kabupaten Lombok Timur Selong Sukiman Azmy 1.230,76 1.369.918 20 15/239
 
 
6 Kabupaten Lombok Utara Tanjung Djohan Sjamsu 776,25 252.942 5 -/43
 
 
7 Kabupaten Sumbawa Sumbawa Mahmud Abdullah 6.643,98 509.753 24 8/157
 
 
8 Kabupaten Sumbawa Barat Taliwang W. Musyafirin 1.849,02 148.606 8 7/57
 
 
9 Kota Bima - Mohammad Rum (Pj.) 222,25 155.140 5 38/-
 
 
10 Kota Mataram - Mohan Roliskana 61,30 441.506 6 50/-
 
 


Demografi sunting

Suku bangsa sunting

 
Seorang penenun suku Sasak.

Mayoritas penduduk yang mendiami provinsi Nusa Tenggara Barat adalah suku asli setempat, yakni 93,33% termasuk suku Sasak 67,57% dan Bima, Sumbawa, Dompu serta Lainnya 25,76%. Berdasarkan data dari Sensus Penduduk Indonesia 2010, berikut ini komposisi etnis atau suku bangsa di provinsi Nusa Tenggara Barat:[31][32]

No Suku Jumlah 2010 %
1 Sasak 3.033.631 67,57%
2 Bima, Sumbawa, Dompu dan Lainnya 1.156.493 25,76%
3 Bali 119.407 2,66%
4 Jawa 78.916 1,76%
6 Bugis 19.965 0,45%
7 Asal NTT 11.975 0,27%
8 Tionghoa 7.288 0,16%
9 Lainnya 61.606 1,37%
Provinsi Nusa Tenggara Barat 4.489.281 100%

Bahasa sunting

 
Pejuang atau prajurit suku Sumbawa di pulau Sumbawa c. 1930

Terdapat sebelas bahasa yang dituturkan oleh penduduk Nusa Tenggara Barat.[33] Bahasa Sasak, bahasa Sumbawa, dan bahasa Mbojo (Bima) adalah bahasa yang dituturkan oleh penduduk kedua pulau utama. Selain itu, karena NTB merupakan kawasan transit perdagangan dan juga pernah menjadi pusat politik, dituturkan pula bahasa Bali, bahasa Bugis, dan bahasa Bajo. Perkembangan ekonomi dan sejarah mengundang pendatang dari berbagai wilayah untuk menetap di NTB sampai anak keturunannya dan membawa bahasa ibunya, seperti bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Tionghoa, bahasa Makassar, dan bahasa Melayu.

Bahasa Sasak sunting

Bahasa Sasak banyak digunakan oleh masyarakat yang mendiami Pulau Lombok. Bahasa Sasak memiliki tiga tingkatan yaitu lembut, sedang dan kasar. Terdapat lima dialek Bahasa Sasak salah satunya dialek Pejangi, Selaparang dan Bayan.[34] Bahasa Sasak memiliki perpaduan antara Bahasa Bali dan Jawa. Dari segi aspek aksara/tulisan Bahasa Sasak memiliki persamaan dengan Bahasa Jawa-Bali, contohnya terdapat persamaan penggunaan aksara Ha, Na, Ca, Ra Ka dan lain-lain. Tetapi ditinjau dari pelafalan Bahasa Sasak mirip dengan Bali. Sedangkan berdasarkan ethnologue Bahasa Sasak termasuk ke dalam keluarga Bahasa Austronesia, Malayo Polinesia, Nuclear Malayo Polinesia, Sunda-Sulawesi dan Sasak-Bali.[35]

Bahasa Sumbawa sunting

Bahasa Sumbawa atau disebut juga Bahasa Semawa' merupakan bahasa yang tersebar di daerah Sumbawa. Macam-macam dialeknya adalah dialek Semawa', Taliwang, Barturotok/Batulante, Ropangsuri, Selesek, Lebah, Dado, Jeluar, Tanganam, Geranta dan Jeruek[35] Sebelum mencapai keragamaaan dialek seperti ini, awalnya Bahasa Sumbawa terdiri dari dua bahasa yaitu pradialek Taliwang-Jereweh-Tongo dan dialek Sumbawa besar(Cikal Bakal Bahasa Suren).  Namun pada perkembangannya, pradialek Taliwang-Jereweh-Tongo, terpecah menjadi tiga dialek yang berdiri sendiri.[35] Berdasarkan penyebaran penggunaannya dialek Sumbawa dan Baturotok dan dialek lainnya digunakan diwilayah Pegunungan Ropang. Sedangkan dialek Taliwang, Tongo dan Jaraweh digunakan oleh penduduk di sebelah selatan Lunyuk. Adapun bahasa persatuan antaretnik adalah Bahasa Sumbawa Besar[35]

Bahasa Bima sunting

Bahasa Bima digunakan oleh penduduk yang mendiami wilayah Bima, Dompu dan juga Sangiang. Bahasa Bima hanya memiliki dua tingkatan yaitu halus dan kasar.[36] Adapun macam ragan dialeknya  ada tiga yaitu dialek Bima, Donggo dan Sangiang.[34]

Bahasa Bali sunting

Penggunaan Bahasa Bali di NTB tidak terlepas dari peran histori dan geografi. Secara histori Raja Bali XVII pernah menguasai Lombok Barat, sedangkan secara geografis Provinsi NTB berdekatan dengan Bali.[34]

Transportasi sunting

Terdapat transportasi udara atau Bandar Udara yaitu:

  1. Bandar Udara Selaparang di Kota Mataram, pulau Lombok;
  2. Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid di Kabupaten Lombok Tengah,
  3. Bandar Udara Sultan Muhammad Salahudin di Kabupaten Bima
  4. Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharuddin III di Kabupaten Sumbawa provinsi Nusa Tenggara Barat

Pariwisata sunting

 
Gunung Rinjani saat meletus pada tahun 1994
 
Danau Segara Anak

Berikut adalah beberapa tempat wisata yang terdapat di Provinsi NTB:

  1. Pantai Senggigi
  2. Pantai Pink
  3. Gili Trawangan
  4. Taman Narmada
  5. Gunung Rinjani
  6. Pura Batu Bolong
  7. Pantai Kuta Lombok
  8. Pantai Sire
  9. Pantai Sekotong
  10. Batu Layar
  11. Ampenan Kota Tua
  12. Gunung Tambora
  13. Pulau Satonda
  14. Pulau Kenawa
  15. Sirkuit Internasional Mandalika

Olahraga sunting

Nusa Tenggara Barat memiliki prasarana olahraga yang cukup memadai diantaranya Stadion Gelora 17 Desember, Mataram yang merupakan markas dari klub sepak bola PS Mataram dan PS Sumbawa Barat yang pernah bermain di Divisi Utama Liga Indonesia musim 2012. Selain itu Gelora 17 Desember juga merupakan markas dari klub futsal ternama Vamos FC Mataram yang sudah tiga kali berturut-turut meraih gelar juara Liga Futsal Profesional Indonesia, musim 2017, 2018 dan 2019.

Daftar klub sepak bola di Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Barat juga memiliki sirkuit balap berstandar internasional yaitu Sirkuit Internasional Mandalika, yang terletak di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB.

Referensi sunting

  1. ^ a b c "Visualisasi Data Kependuduakan - Kementerian Dalam Negeri 2023" (visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 23 November 2023. 
  2. ^ "Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2023". www.bps.go.id. hlm. 8. Diakses tanggal 7 Desember 2023. 
  3. ^ "Rincian Alokasi Dana Alokasi Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2020" (PDF). www.djpk.kemenkeu.go.id. (2020). Diakses tanggal 26 Januari 2021. 
  4. ^ "Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam Angka 2021" (pdf). www.ntb.bps.go.id. hlm. 7, 37. Diakses tanggal 11 April 2021. 
  5. ^ "Indikator Strategis NTB - BPS". BPS. Diakses tanggal 2019-12-18. 
  6. ^ "Badak Sunda dan Harimau Sunda". "[...] Mr. Muhamad Yamin yang pada 1950-an ketika menjadi Menteri P.P. dan K. mengganti istilah Kepulauan Sunda Kecil menjadi Kepulauan Nusa Tenggara. Sebab, istilah Kepulauan Sunda Kecil diganti dengan Kepulauan Nusa Tenggara, maka istilah Kepulauan Sunda Besar juga tidak lagi digunakan dalam ilmu bumi dan perpetaan nasional Indonesia – meskipun dalam perpetaan Internasional istilah Greater Sunda Islands dan Lesser Sunda Islands masih tetap digunakan." - Ajip Rosidi: Penulis, budayawan. Pikiran Rakyat, 21 Agustus 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-08. Diakses tanggal Juli 7, 2015. 
  7. ^ "JAN B. AVE; 'INDONESIA', 'INSULINDE' AND 'NUSANTARA': DOTTING THE I'S AND CROSSING THE T p. 14". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2015-07-10. 
  8. ^ Sosilawati, dkk. (2017). Handayani, A., dan Nababan, M. L., ed. Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020: Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara (PDF). Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR. hlm. 13. ISBN 978-602-61190-0-1. 
  9. ^ Tim Penyusun Buku Nusa Tenggara Barat Dalam Data Tahun 2015 (2015). Nusa Tenggara Barat Dalam Data 2015 (PDF). Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat. hlm. 3. ISBN 978-602-97223-1-4. 
  10. ^ Septiawan, Wahyudi (2023). Dyatmika, I. P., dkk., ed. Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam Angka 2023. BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat. hlm. 3. ISSN 0215-2215. 
  11. ^ Laporan Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI ke Provinsi Nusa Tenggara Barat Masa Persidangan II Tahun Sidang 2019-2020 1 s.d. 5 Maret 2020 (PDF). Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2020. hlm. 3. 
  12. ^ Ending, S., dkk. (2017). Peta Dakwah Majelis Ulama Indonesia Nusa Tenggara Barat. Mataram: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NTB. hlm. 2. ISBN 978-602-6223-55-5. 
  13. ^ Berdasarkan Permen PUPR Nomor 04/PRT/M/2015 Tanggal 18 Maret 2015, tentang Kriteria Dan Penetapan Wilayah Sungai, untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat
  14. ^ Daerah Aliran Sungai Pada Wilayah Sungai Lombok Dan Wilayah Sungai Sumbawa - Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I, Narmada Lombok Barat - NTB - 20 April 2014.
  15. ^ Septiawan, Wahyudi (2021). Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam Angka 2021. BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat. hlm. 3. ISSN 0215-2215. 
  16. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-04-08. Diakses tanggal 2019-04-08. 
  17. ^ Gatot Suherman: Pak Harto Seorang Guru, Bapak Dan Pemimpin Negara Diarsipkan 2022-07-17 di Wayback Machine. Soeharto.co, Diakses tanggal 1 Juni 2020
  18. ^ "Mantan Gubernur NTB Dituding Otak Sengketa Lahan". BeritaSatu. 18 Januari 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-07. Diakses tanggal 4 November 2017. 
  19. ^ "Mendagri Lantik Zainul Majdi Sebagai Gubernur NTB". Kompas.com. 18 September 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-18. Diakses tanggal 4 November 2017. 
  20. ^ DJO (17 September 2008). DJO, ed. "Gubernur dan Wagub NTB Baru Dilantik". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-01. Diakses tanggal 1 September 2018. 
  21. ^ Tri Y (19 September 2018). "Gubernur & Wakil Gubernur NTB Terpilih Resmi Dilantik Presiden". Dinas KOMINFOTIK NTB. Diakses tanggal 20 September 2018. [pranala nonaktif permanen]
  22. ^ "Anggota Dewan periode 2019-2024 dilantik hari ini (2/9/2019)". dprd-ntbprov.go.id. 02-09-2019. Diakses tanggal 04-12-2019. 
  23. ^ "Anggota DPRD Provinsi NTB Periode 2019-2024 Resmi Dilantik". kicknews.today. 02-09-2019. Diakses tanggal 04-12-2019.  [pranala nonaktif permanen]
  24. ^ "65 Anggota DPRD NTB Periode 2019-2024 Dilantik". insidelombok.id. 02-09-2019. Diakses tanggal 04-12-2019. 
  25. ^ "Ini Nama-Nama Anggota DPRD NTB yang Baru di Lantik". mataraminside.com. 02-09-2019. Diakses tanggal 04-12-2019.  [pranala nonaktif permanen]
  26. ^ a b "SK KPU Provinsi NTB No. 145/HK.03.1-Kpt/52/Prov/VIII/2019 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPRD Provinsi NTB Tahun 2019" (PDF). kpud-ntbprov.go.id. 11-08-2019. Diakses tanggal 04-12-2019.  [pranala nonaktif permanen]
  27. ^ "KPU tetapkan 65 caleg DPRD NTB terpilih". mataram.antaranews.com. 12-05-2014. Diakses tanggal 04-12-2019. 
  28. ^ "KPU Tetapkan Anggota DPRD NTB Terpilih". jariungu.com. 18-05-2009. Diakses tanggal 06-12-2019. 
  29. ^ "Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam Angka Tahun 2006". ntb.bps.go.id. 20-06-2007. Diakses tanggal 06-12-2019. 
  30. ^ a b "Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Permendagri No.137-2017) - Kementerian Dalam Negeri - Republik Indonesia". www.kemendagri.go.id (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2018-07-10. 
  31. ^ "Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia" (pdf). www.bps.go.id. hlm. 36–41. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-25. Diakses tanggal 17 Oktober 2021. 
  32. ^ "Persentasi Penduduk Menurut Kabupaten Kota dan Agama yang Dianut di Provinsi NTB". www.ntb.bps.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-18. Diakses tanggal 18 September 2021. 
  33. ^ Malingi, Alan (11 Februari 2021). "11 Bahasa di Nusa Tenggara Barat". sejarahbima.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-17. Diakses tanggal 17 Oktober 2022. 
  34. ^ a b c Hardini, Isriani (2008). Keragaman Bahasa Daerah di Indonesia. Jakarta: Buana Cipta Pustaka. hlm. 34. ISBN 978 602 855 121 2. 
  35. ^ a b c d P, Rossalina (2018). Suku dan Bahasa Provinsi Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. PT Saran Panca Karya Nusa. ISBN 978 979 678 452 3. 
  36. ^ Hidayah, Zulyani (2015). Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 86. 

Pranala luar sunting