Material butiran adalah bahan atau material yang terdiri dari butiran-butiran bahan lain yang lebih kecil. Contoh sederhana dari material butiran adalah pasir, kacang-kacangan (bijinya), biji-bijian, tepung, dan kelereng.[1] Material butiran ini termasuk penting karena dia menunjukkan sifat-sifat lain yang kadang dimiliki hanya oleh padatan, cairan atau gas.

Wujud zat tambahan sunting

 
Wujud zat

Tidaklah berlebihan apabila bahkan sampai ada yang mengusulkan bahwa material butiran dapat dikatakan sebagai suatu fase tersendiri dari wujud zat, seperti terlihat dalam gambar berikut ini (A: padat – memiliki bentuk sendiri, B: cair – memiliki tinggi yang sama, C: gas – memenuhi wadahnya, dan D: butiran – bergantung asupan energi).

Perlu dicatat bahwa yang dimaksud dengan wujud adalah wujud atau sifat secara keseluruhan, karena pembentuk material butiran tetap berwujud padat, akan tetapi wujud mereka secara kelompoklah yang dapat berubah-ubah antara padat, cair dan gas.

Salah satu ciri utama dari media butiran adalah untuk bertahan dalam fase gas atau cairan, perlu diasupkan energi secara terus-menerus, atau dapat dikatakan bahwa material butiran bersifat amat disipatif. Apabila tidak diasupkan energi, maka umumnya berada dalam fase padat atau kritis padat.

Fenomena material butiran sunting

Hal yang menarik dari material jenis ini, selain fasenya yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungannya (perubahan fase ini tidak mengubah fase butiran), adalah munculnya banyak fenomena yang belum dapat dirumuskan oleh ilmu fisika yang ada, misalnya saja dengan Efek Kacang Brasil (Brazil Nut Effect) dan Kebalikan Efek Kacang Brasil (Reverse Brazil Nut Effect), osilasi, avalansi, segregasi dan turbulensi.

 
Keadaan sebelum butiran digetarkan secara vertikal
 
Keadaan pada akhir eksperimen
  • Efek Kacang Brasil: campuran dua buah butiran berbeda ukuran yang diasup energi dari luar berupa vibrasi akan membuat terjadinya pemisahan antara kedua butiran, butiran besar di atas dan butiran besar di bawah, dan hal ini tidak tergantung dari massa satuan kedua butiran tersebut.
  • Kebalikan Efek Kacang Brasil: kebalikan dari Efek Kacang Brasil, di mana butiran yang lebih kecil akan berada di atas dan yang lebih besar di bawah.
  • Avalansi: dalam suatu tumpukan material butiran yang berfase padat, ia akan dapat stabil, tetapi apabila tumpukan tersebut terus dipertinggi, suatu saat ia akan meluruh dan kembali stabil. Model ini dapat dikaitkan dengan gejala gempa bumi tektonik dan tanah longsor.
  • Segregasi: baik dengan memberikan asupan energi berupa vibrasi atau rotasi, campuran butiran-butiran yang berbeda ukuran dapat terpisahkan dan membentuk pola-pola tertentu. Bahkan telah diamati terdapat soliton.
  • Osilasi: pertukaran antara keadaan segregasi dan tercampur. Salah satu fenomena osilasi diperoleh dengan membagi wadah osilasi ke dalam dua buah ruang yang identik.
  • Turbulensi: dalam aliran material butiran yang memiliki Bilangan Reynolds yang berbeda dengan fluida, dapat terjadi turbulensi dengan alasan yang berbeda.
  • Difusi terbalik: umumnya gas atau cairan akan mengalir dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah, akan tetapi hal ini selain dapat pula terjadi pada material butiran, dapat juga berlaku kebalikannya, yaitu butiran dapat memiliki kecenderungan untuk berkumpul atau dari konsentrasi rendah berpindah ke daerah berkonsetrasi tinggi.

Efek kacang Brasil sunting

Efek kacang Brasil memiliki suatu hal yang menarik karena pada awalnya sulit untuk dipercaya bahwa apabila dua butiran yang berbeda ukuran dicampurkan dan kemudian digetarkan, maka butiran-butiran yang lebih besar dan berat akan berada di atas, sedangkan yang lebih kecil akan berada di bawah. Hal ini mula-mula diketahui oleh para petani yang mengumpulkan hasil panennya. Dan kemudian teramati pula pada kotak sereal (kacang Brasil) di mana sebelumnya di pabrik, kacang-kacang tersebut tercampur merata, akan tetapi setelah 'digetarkan' secara tak sengaja dalam proses transportasi, saat dibuka, telah didapatkan terpisah. Kemudian para ahli mulai mengadakan eksperimen untuk mengamati fenomena ini.

Sebuah eksperimen mengenai efek ini pernah dilakukan oleh Chippla Vandu, Jürg Ellenberger dan R. Krishna dari Van't Hoff Institute for Molecular Sciences di Universitas Amsterdam.

Kebalikan efek kacang Brasil sunting

 
Kebalikan efek kacang Brasil
 

Kebalikan efek kacang Brasil ditunjukkan oleh Breu et. al. (Phys. Rev. Lett. 90, 014302 (2003)). Menurutnya, kedua efek ini dapat diperoleh.

Tampak pada bagian a: campuran dari butiran kaca berwarna (berdiameter 8 mm) dengan butiran polipropilen (polypropylnene) (berdiameter 15 mm), dan pada bagian b: campuran dari butiran kuningan (berdiameter 10 mm) dengan butiran kaca (berdiameter 4 mm). Bagian a menunjukkan efek kacang Brazil dan bagian b menunjukkan efek kebalikannya.

Lalu apa yang menentukan suatu campuran akan menghasilkan efek kacang Brasil atau kebalikannya? Dengan keahlian Hong et. al (Phys. Rev. Lett. 86, 3423–3426 (2001)) dan Breu (Hong menggunakan simulasi dinamika molekular dan Hong melakukan percobaan) keduanya menunjukkan, dalam batas-batas parameter fisis tertentu, bahwa terdapat hubungan antara massa dan diameter butiran, yang menentukan apakah suatu campuran akan bersifat efek Kacang Brasil atau kebalikannya saat dikenakan vibrasi. Syarat yang dimaksud adalah

 

di mana d menyatakan diameter, m menyatakan massa, D menyatakan dimensi (2 atau 3) dan A serta B menyatakan masing-masing jenis butiran dalam campuran. Apabila dibuat suatu ruang parameter dua dimensi, di mana sumbu-y untuk   dan sumbu-x untuk  , maka garis y = x memisahkan ruang efek kacang Brasil dan kebalikannya. Ruang sebelah atas untuk efek kacang Brasil (EKB) dan ruang sebelah bawah untuk kebalikan efek kacang Brasil (KEKB).

Avalansi sunting

 
Jam pasir

Avalansi ada suatu fenomena material butiran di mana bersifat sebagai padatan yang diam akan tetapi apabila tercapai suatu keadaan kritis maka akan terjadi perubahan yang tiba-tiba sehingga konfigurasi material butiran berubah untuk kemudian kembali stabil dan diam seperti padatan. Saat terjadi perubahan tersebut dapat dikatakan material butiran bersifat sebagai cairan, walau hanya sesaat. Contoh miniatur dari fenomena ini adalah jam pasir.

Adalah karena sifat avalansi material butiran maka jam pasir dapat digunakan untuk pengukur waktu, tidak seperti cairan yang lajunya bergantung jumlah cairan di atasnya, untuk material butiran (dalam hal ini pasir halus) laju jatuhnya bernilai tetap.

Jamming sunting

Jamming adalah suatu peristiwa di mana terjadi perubahan konfigurasi butiran-butiran secara tiba-tiba. Dalam fisika analogi dengan jamming adalah peristiwa transisi fase, misalnya perubahan air dari cair menjadi gas atau sebaliknya. Pada material butiran, peristiwa ini berkaitan dengan energi yang diberikan dan energi yang dapat digunakan sistem untuk mengadakan perubahan. Pada peristiwa kondensasi misalnya, ada suatu ambang energi kritis, di mana di bawah ambang ini material butiran akan bersifat padatan, dan di atasnya bersifat seperti gas. Contoh lain adalah pada avalansi, yang dalam hal ini perubahan antara fase padat dan cair.

Iblis Maxwell sunting

 
Iblis Maxwell

Material butiran dapat menunjukkan bahwa suatu ekperimen dalam pemikiran (thought experiment/Gedankenexperiment) yang dikenal sebagai Iblis Maxwell (Maxwell's Demon) dapat terealisasi dalam simulasi, sebagaimana dilakukan oleh Jens Eggers (Phys. Rev. Lett. 83, 5322–5325 (1999)), untuk mendukung percobaan yang ditunjukkan oleh H. J. Schlichting dan V. Nordmeier (Math. Naturwiss. Unterr. 49, 323 (1996)).

Dalam percobaan ini digunakan sebuah kotak dengan luas alas 12 cm2 dan tinggi 20 cm yang diletakkan di atas sebuah penggetar vertikal dan diisi oleh 100 buah butiran plastik dengan ukuran garis tengah 1 mm. Celah dibuat pada ketinggian 2,3 cm. Pada kondisi penggetar dengan tenaga maksimum yaitu amplitudo 0,3 cm dan frekuensi 50 Hz, partikel terdistribusi merata pada kedua ruang (sisi gambar sebelah kiri), meskipun pada awalnya diisikan hanya pada salah satu ruang. Akan tetapi apabila frekunsi diturunkan, terdapat suatu frekuensi kritis, yaitu di bawah 30 Hz, di mana terjadi kerusakan simetri sehingga butiran-butiran akan lebih memilih untuk mengelompok di salah satu ruang (sisi kanan).

Hal ini bertentangan dengan hukum kedua termodinamika, yang dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa "apabila dua buah sistem yang memiliki perbedaan temperatur dikontakkan, niscaya apabila waktu yang dibutuhkan cukup, kedua sistem akan berada pada kesetimbangan termal (memiliki temperatur yang sama)". Dalam kasus ini seharusnya kedua ruangan tetap memiliki jumlah butiran yang sama, apabila butiran-butirannya masih dapat bergerak (temperatur tidak nol).

Segregasi sunting

 
Contoh-contoh segregasi

Segregasi atau pemisahan merupakan salah satu fenomena material butiran yang dapat amat dimanfaatkan oleh industri. Akan tetapi fenomena ini harus pula diperhatikan efesiensi pemanfaatannya apabila dibandingkan dengan teknologi yang telah ada, yaitu proses penyaringan dan pemisahan secara gaya berat (ban berjalan dan putaran sentrifugal).

Dalam material butiran terdapat berbagai macam segregasi yang dapat dibedakan dari domain yang terbentuk, yaitu antara lain vertikal (contohnya adalah EKB dan KEKB), horisontal (dalam wadah dengan penyekat), dan radial (dalam drum yang diputar).

Osilasi sunting

 
Osilasi

Dengan menggunakan wadah yang diberi penyekat suatu fenomena osilasi campuran dua buah material butiran telah ditunjukkan melalui simulasi dinamika molekular dan model persamaan diferensial biasa, seperti telah dilakukan oleh R. Lambiotte, J.M. Salazar dan L.Brenig (Physics Letters A 343 (2005) 224-230).

Dalam gambar berikut terlihat bahwa sebelum butiran yang lebih besar berpindah, terjadi dulu efek kacang Brasil, yang menyebabkan butiran besar berada di atas (sedangkan butiran kecil di bawah) dan dapat berpindah, yang kemudian disusul oleh butiran kecil. Pada gambar bagian keempat terlihat bahwa diperlukan suatu saat agar keadaan kebalikan efek kacang Brasil menjadi keadaan efek kacang Brasil sehingga butiran besar berada di atas kembali, untuk mempersilakan butiran besar pindah ke ruang lainnya. Dan kejadian seperti dalam gambar bagian pertama terulang kembali dalam sisi yang berlawanan, dan berlangsunglah osilasi. Hasil tersebut diperoleh oleh S. Viridi, M. Schmick dan M. Markus melalui eksperimen yang berlawanan dengan hasil yang diperoleh sebelumnya melalui simulasi dinamika molekular oleh Lambiotter et al..

Model material butiran sunting

Banyak model dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan, baik secara empiris, teoretis ataupun melalui simulasi, akan tetapi hal tersebut belum dapat menjelaskan sifat-sifat material butiran secara lengkap. Masing-masing rumusan hanya dapat untuk sementara waktu berguna bagi fenomena-fenomena yang khusus.

Fisika statistik dan termodinamika merupakan salah satu cara untuk memahami material butiran. Dengan menggunakan konsep gas ideal, beberapa permasalahan material butiran dalam ruang tertutup dengan jumlah partikel yang cukup banyak dapat dihampiri, akan tetapi tidak apabila terjadi perubahan fase yang menyebabkan tidak lagi berlakunya rumusan tersebut.

Salah satu hal yang sulit dicapai oleh termodinamika adalah terdapat perbedaan mengenai konsep temperatur dalam definsi umum dan temperatur dalam material butiran. Dalam bahan pada umumnya definisi temperatur berawal dari energi kinetik rata-rata partikel penyusun bahan (atom atau elektron), dalam material butiran, apabila digunakan definisi yang sama, akan langsung menyalahi Hukum Termodinamika, di mana temperatur 0°K hanya bisa dicapai oleh proses limit tak berhingga. Sedangkan pada material butiran, dalam fase padat, langsung diperoleh temperatur yang nol. Berbagai konsep temperatur telah dikembangkan agar Termodinamika dapat digunakan untuk membahas material butiran.

Untuk material butiran yang mengalir, pendekatan fisika fluida dengan persamaan kontinuitas dapat digunakan, akan tetapi pun berlaku hal yang sama, pendekatan ini memiliki batas-batas tertentu.

Termodinamika Butiran sunting

Pada bagian ini akan disampaikan perumusan yang telah dilakukan oleh H. J. Herrmann untuk mengadakan konsep termodinamika dalam material butiran. Dalam termodinamika dikenal banyak variabel, seperti halnya energi dalam U, kalor Q, kerja W, entropi S, entalpi H, energi bebas Gibbs G, energi bebas Helmholtz F, volum V, tekanan P, dan kapasitas panas  . Variabel-variabel ini adakalanya saling terkait dan kadang saling bebas, bergantung dari sistem yang ditinjau. Umumnya dapat dibentuk U, F, H dan G sebagai fungsi dari T, S, V dan P yang dapat menghasilkan kumpulan persamaan yang dikenal sebagai Hubungan Maxwell.

Perbandingan sistem termodinamika gas dan material butiran
Besaran \ Sistem Gas Butiran
Energi Dalam    
Entropi    
Entalpi    
Energi Bebas Gibbs    
Kapasitas Panas    
Temperatur    

Jadi dalam material butiran untuk model ini, terdapat dua buah entropi S seperti intepretasi dalam termodinamika dan C yang berkaitan dengan kontak antar butiran. Selain itu juga terdapat dua buah besaran yang berlaku sebagai temperatur, yaitu   yang bersifat mikroskopis dan   yang bersifat makroskopis.

Efek Leidenfrost sunting

Baru-baru ini ditemukan bahwa material butiran pun dapat menunjukkan efek leidenfrost, di mana fase padat dari butiran dapat menunggangi fase gas. Pada efek leidenfrost sebenarnya, fase cair menunggangi fase gas, Eshuis dkk. dari Universitas Twente, Belanda, menjelaskan dengan model dan percobaan bahwa efek ini membutuhkan nilai (af) tertentuk agar dapat terjadi, di mana a adalah amplitudo getaran wadah dan f adalah frekuensi getarannya.

Material butiran 1D sunting

 
Material butiran 1D

Yang dimaksud dengan material butiran 1D (satu dimensi) adalah suatu model eksperimen, simulasi ataupun teori yang dikembangkan dengan membatasi derajat kebebasan butiran sehingga hanya bisa bergerak translasi ke satu arah. Dua buah contohnya adalah mainan ayunan Newton (Newton's cradle) dan untaian manik-manik.

Pada mainan pendulum Newton (gambar sebelah kiri), umumnya sebagai alat demo, digunakan bola-bola ukuran dan massa jenis yang sama, sehingga dapat ditunjukkan bahwa hukum kekekalan momentum linier berlaku di sini. Akan tetapi pada pengamatan lebih lanjut dapat dilakukan modifikasi untuk ukuran dan massa jenis yang berbeda seperti yang dilakukan oleh Lovett et. al. (Eur. J. Phys. 9 323-328 (1988)) dan bahkan dapat diperluas sampai membentuk kisi-kisi, seperti yang dilakukan oleh Bond et. al,

Sedangkan untaian manik-manik (gambar sebelah kanan) telah digunakan oleh Hayakawa et. al (arXiv:cond-mat/9703075) dan Blanchard et. al. (arXiv:cond-mat/9901113) di bawah supervisi Hong, untuk menunjukkan bahwa profil kerapatan (density profile) ρ terhadap pusat massa z memenuhi salah satu fungsi distribusi yang terkenal, yaitu fungsi distribusi Fermi Dirac.

Logam butiran sunting

 
Logam butiran

Logam butiran umumnya tersusun seperti roti lapis (sandwich), yaitu dua buah lempeng bahan tak-menghantar (isolator) yang di tengah-tengahnya disisipkan butiran-butiran logam. Kadang kala suatu logam butiran dapat dianggap seakan-akan sebagai larik (array) dari titik kuantum (quantum dot), yang dari sisi teori dan eksperimen mempunyai kekhususan menarik secara fisika.

Dalam logam butiran, bukan lagi sifat material butiran yang dinamis (fase, temperatur/energi kinetik, distribusi/posisi) yang diperhatikan, melainkan sifat-sifat listrik dan kekuatannya mekaniknya (kelenturan, kegetasan).

Referensi sunting

  1. ^ Jaeger, Heinrich M.; Shinbrot, Troy; Umbanhowar, Paul B. (2000-11-21). "Does the granular matter?". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 97 (24): 12959–12960. doi:10.1073/pnas.230395897. ISSN 0027-8424. PMC 34076 . PMID 11058165. 

Pranala luar sunting