Martin Buber (Ibrani: מרטין בובר, Jerman: Martin Buber, bahasa Yiddi: מארטין בובער;8 Februari 1878 – 13 Juni 1965[1]) adalah seorang filsuf Jerman kelahiran Austria yang terkenal dengan filsafat dialognya, sebuah pemikiran eksistensialisme yang berpusat pada pembedaan antara relasi Aku-Itu dan Aku-Engkau.[1][2]

Martin Buber
Lahir8 Februari 1878
Wina, Austro-Hungaria
Meninggal13 Mei 1965
EraFilsafat Abad ke-20
KawasanFilsafat Barat
AliranEksistensialisme
Minat utama
Ontologi
Gagasan penting
Ich-Du dan Ich-Es; Aku-Itu dan Aku-Engkau

Lahir di Wina, Buber datang dari sebuah keluarga Yahudi taat, tetapi dia berpisah dari tradisi Yahudi untuk mempelajari filsafat secara sekuler. Pada tahun 1902, Buber menjadi editor dari majalah mingguan Die Welt, organ sentral gerakan Zionis, meskipun pada akhirnya ia mundur dari kerja organisasinya di Zionisme. Pada tahun 1923 ia menulis Ich und Du (Aku dan Engkau). Pada tahun 1930, Buber menjadi seorang profesor honorer di Universitas Frankfurt, tapi dia segera mundur untuk memprotes naiknya Adolf Hitler pada tahun 1933. Ia kemudian mendirikan Kantor Sentral Pendidikan Yahudi Dewasa yang akan menjadi sebuah organisasi penting sejalan dengan aktivitas pemerintah Jerman yang melarang orang Yahudi untuk mengikuti pendidikan publik. Pada tahun 1938, Buber meninggalkan Jerman dan tinggal di Yerusalem, Palestina (saat itu masih di bawah Mandat Inggris, kini Israel); menerima keprofesoran di Universitas Ibrani dan mengajar di antropologi serta sosiologi dasar.

Selain sebagai seorang filsuf, Buber juga dikenal sebagai teolog dan politikus.[2] Ia memiliki darah Yahudi dan amat dipengaruhi oleh tradisi agama Yahudi di dalam pemikirannya.[1][2] Pemikirannya yang terkenal terdapat di dalam buku yang berjudul "Aku dan Engkau" (dalam bahasa Jerman Ich un Du) yang ditulis tahun 1923, "Musa" yang ditulis tahun 1946, "Antara Manusia dan Manusia" yang ditulis tahun 1947, dan "Gerhana Tuhan" yang ditulis tahun 1952.[2]

Buber adalah keturunan langsung dari rabbi abad ke-16, Meir ben Isaac Katzenellenbogen, yang dikenal sebagai Maharam Padua. Sepupunya adalah wirausahawati kosmetik Helena Rubinstein. Karl Marx sang filsuf adalah salah satu saudara.[3]

Istri Buber, Paula, meninggal pada tahun 1958, dan ia pun meninggal di rumahnya di Talbiya, Jerusalem, pada tanggal 13 Juni 1965. Mereka memiliki dua anak: satu anak laki-laki yaitu Rafael Buber dan satu anak perempuan bernama Eva Strauss-Steinitz.[3]

Kehidupan awal sunting

Martin (nama dalam bahasa Ibrani: מָרְדֳּכַי, Mordechai) Buber lahir di Wina kepada sebuah keluarga Yahudi Ortodoks. "Karena orangtuanya bercerai ketika ia berumur 3 tahun, ia dididik dan dibesarkan kakeknya di Lviv di mana ia belajar Talmud, kesusastraan, dan ajaran Chassidism; ia menjadi familiar kepada para Rabbi dan pemimpinnya."[3] Kakeknya, Solomon Buber, adalah seorang sarjana Midrash dan Teks Rabbinis. Di rumah, Buber berbahasa Yiddish dan bahasa Jerman. Pada tahun 1892 Buber kembali ke rumah ayahnya di Lemberg, sekarang Lviv, Ukraina.

Meskipun Buber memiliki hubungan dengan garis Daud, sebagai seorang keturunan dari Meir Katzenellenbogen,[3] namun sebuah krisis keagamaan pribadi membuatnya berpisah dari tradisi Halakha Yahudi. Buber mulai membaca Immanuel Kant, Søren Kierkegaard, dan Friedrich Nietzsche.[4] Kierkegaard dan Nietzsche khususnya menginspirasi dia untuk melanjutkan studinya di filsafat. Pada tahun 1896, Buber pergi ke Wina untuk mempelajari filsafat, sejarah seni, studi Jerman, dan filologi.

Pada tahun 1898, Buber mengikuti gerakan Zionis, tak terkecuali mengikuti kongres-kongres dan kerja organisasionalnya. Pada tahun 1899, ketika belajar di Zurich, Buber bertemu dengan istri masa depannya, Paula Winkler, seorang penulis Zionis non-Yahudi dari Munich yang kemudian pindah ke agama Yahudi.[5]

Tema sunting

Gaya penulisan Buber yang imajinatif dan kadang kala puitis mengungkapkan tema-tema utama di dalam karyanya: pengungkapan kembali dongeng-dongeng Hasidik, komentar Injil, dan dialog metafisika. Sebagai seorang Zionis budaya, Buber aktif di dalam komunitas Yahudi dan komunitas pendidikan Jerman dan Israel. Buber juga merupakan seorang pendukung tegas solusi dua negara di Palestina, dan setelah penciptaan negara Yahudi Israel, dia mendukung terciptanya sebuah federasi regional negara-negara Israel dan Arab. Pengaruhnya tersebar di seluruh bidang humaniora, terutama di bidang psikologi sosial, filsafat sosial, dan eksistensialisme.

Sikap Buber terhadap Zionisme bergantung pada keinginannya untuk memajukan sebuah visi "Ibrani humanis".[6] Menurut Laurence J. Silberstein, terminologi "Ibrani humanis" dibuat untuk "membedakan bentuk nasionalisme Buber dari bentuk resmi gerakan Zionis" dan untuk menunjukkan bahwa "masalah Israel merupakan sebuah bentuk berbeda dari masalah universal yang dihadapi manusia. Dengan demikian, tugas yang diberikan kepada Israel sebagai sebuah negara yang berbeda jelas akan terhubung dengan tugas kemanusiaan pada umumnya".[7]

Pandangan Zionis sunting

Mendekati Zionisme dari sudut pandang pribadinya sendiri, Buber tidak setuju dengan Theodor Herzl mengenai tujuan politis dan kultural Zionisme. Herzl membayangkan tujuan Zionisme dalam sebuah negara-bangsa, tetapi tidak menganggap penting kebudayaan atau agama Yahudi. Sebaliknya, Buber percaya potensi Zionisme adalah untuk pengkayaan sosial dan spiritual. Misalnya, Buber berargumen bahwa setelah pembentukan negara Israel, akan dibutuhkan reformasi Yahudi: "Kita butuh seseorang yang akan melakukan kepada Yahudi apa yang dilakukan Paus Yohanes XXIII kepada Gereja Katolik."[8] Herzl dan Buber kemudian melanjutkan hidup masing-masing dalam penghormatan dan ketidaksetujuan mutual.

Pada tahun 1902 Buber menjadi editor majalah mingguan Die Welt, organ sentral gerakan Zionisme. Setahun kemudian ia terlibat dalam gerakan Hasidim Yahudi. Buber kagum atas bagaimana komunitas-komunitas Hasidik mengaktualisasi agama di dalam kehidupan dan kebudayaan sehari-hari mereka. Sangat berbeda dengan organisasi-organisasi Zionis yang selalu sibuk memikirkan masalah politis, orang-orang Hasidim memfokuskan diri pada nilai-nilai yang selama ini diinginkan Buber untuk diadopsi oleh Zionisme. Pada tahun 1904, ia mundur dari kerja organisasinya di Zionisme serta melanjutkan studi dan menulisnya. Tahun itu ia memublikasikan tesisnya, Beiträge zur Geschichte des Individuationsproblems, mengenai Jakob Böhme dan Nikolaus Cusanus.[9]

Karier kesusastraan dan akademis sunting

Di antara tahun 1910 hingga 1914, Buber mempelajari mitos dan memublikasikan versinya sendiri atas mitos-mitos tersebut. Pada tahun 1916 dia pindah dari Berlin ke Heppenheim.

Selama Perang Dunia I, Buber membantu pembangunan Komite Nasional Yahudi untuk meningkatkan kondisi orang Yahudi di Eropa Timur. Pada masa tersebut, ia menjadi editor majalah Der Jude (Inggris: The Jew), sebuah majalah Yahudi bulanan (hingga tahun 1924). Pada tahun 1921, Buber memulai hubungan dekatnya dengan Franz Rosenzweig. Pada tahun 1922, dia dan Rosenzweig bekerjasama di Rumah Studi Yahudi besutan Rosenzweig yang dikenal di Jerman sebagai Lehrhaus.[10]

Pada tahun 1923, Buber menulis esai terkenalnya mengenai eksistensi, Aku dan Engkau (Jerman: Ich und Du) (yang kemudian diterjemahkan ke Inggris: I and Thou). Meskipun di masa depan ia akan kembali menyunting karya ini, Buber menolak untuk membuat perubahan-perubahan substansial. Pada tahun 1925 Buber, dengan dibantu oleh Rosenzweig, mulai menerjemahkan Injil Ibrani ke dalam bahasa Jerman. Ia menyebut penerjemahan ini Verdeutschung ("Jermanifikasi"), karena penerjemahan ini tidak menggunakan bahasa kesusastraan Jerman, tetapi mencoba untuk mencari frasa-frasa baru yang setara dan dinamis (sering kali baru diciptakan) untuk menghormati teks aslinya yang berwarna-warni. 1926-1930, Buber menjadi co-editor dalam majalah empat bulanan Die Kreatur (Inggris: The Creature).[11]

Pada tahun 1930, Buber diangkat sebagai profesor honorer di Universitas Frankfurt. Ia kemudian mundur dari posisinya sebagai profesor segera setelah Adolf Hitler meraih tampuk kekuasaan pada tahun 1933. Pada 4 Oktober 1933 otoritas Nazi melarangnya memberikan kuliah. Pada tahun 1935 ia dibuang dari Reichsschrifttumskammer (asosiasi penulis Nazi). Ia kemudian membangun Kantor Sentral Pendidikan Yahudi Dewasa, yang menjadi semakin penting seiring dengan penutupan akses pendidikan Yahudi oleh pemerintahan Jerman.[12] Administrasi Nazi terus menerus menyulitkan lembaga ini.

Pada akhirnya pada tahun 1938 Buber meninggalkan Jerman dan tinggal di Yerusalem, yang waktu itu merupakan ibu kota dari Palestina yang masih di bawah Mandat Inggris. Ia menerima keprofesoran dari Universitas Hebrew untuk mengajar dalam bidang antropologi dan sosiologi dasar. Kuliah-kuliah yang diberikannya di semester pertama ia publikasikan dalam buku The problem of man (Jerman: Das Problem des Menschen; Indonesia: Masalah Kemanusiaan).[13][14] Dalam kuliah-kuliah tersebut Buber memperbincangkan tentang bagaimana pertanyaan "Apa itu Manusia?" menjadi sebuah pertanyaan sentral dalam filsafat antropologi.[15] Buber berpartisipasi dalam diskusi mengenai masalah orang Yahudi di Palestina dan mengenai masalah Arab (The Arab question), menyelesaikan masalah-masalah itu dengan pandangannya yang Injilik, filosofis, dan Hasidis.

Buber menjadi seorang anggota kelompok Ihud, yang menginginkan solusi dua negara untuk orang Arab dan orang Yahudi di Palestina. Buber memandang konfederasi binasional seperti ini adalah sebuah pemenuhan yang lebih layak bagi Zionisme dibanding sebuah negara Yahudi. Pada tahun 1946, Buber menerbitkan karyanya Paths in Utopia.[16] Di dalamnya ia menggambarkan pandangan komunitarian sosialisnya dan teorinya mengenai "komunitas dialogis" yang dibangun berdasarkan "hubungan dialogis" interpersonal.

Pasca Perang Dunia II, Buber mulai berkeliling Eropa dan Amerika Serikat untuk memberikan kuliah. Pada tahun 1952 Buber berdebat dengan Carl Jung mengenai eksistensi Tuhan.[17]

Filsafat Buber sunting

Buber sangat dikenal untuk tesisnya mengenai eksistensi dialogis sebagaimana ia gambarkan dalam bukunya Aku dan Engkau. Karyanya juga mendiskusikan beberapa isu lain termasuk kesadaran religius, modernitas, konsep kejahatan, etika, edukasi, dan hermeneutika Biblikal.[18]

Buber menolak label "filsuf" atau "teolog" dengan mengklaim bahwa ia tidak tertarik dengan aktivitas formulasi ide-ide. Ia hanya tertarik pada pengalaman pribadi, dan tidak dapat membicarakan Tuhan sendiri, melainkan hubungan manusia dengan Tuhan.[19]

Di samping itu, Buber diidentifikasi bahwa pemikiran mengenai sosialitasnya selaras dan pekat dengan spirit politik prefiguratif, karakteristik yang dekat dengan ide anarkisme. Meski demikian, Buber secara gamblang menentang perpautan idenya dengan anarkisme. Dengan itu, ia kemudian menegaskan pemahamannya mengenai negara yang hanya dijustifikasi di bawah ihwal terbatas.[20][21]

Dialog dan eksistensi sunting

Dalam Aku dan Engkau, Buber memperkenalkan tesisnya mengenai eksistensi manusia. Ia sebagian terinspirasi oleh karya Ludwig Feuerbach berjudul The Essence of Christianity dan karya Søren Kierkegaard berjudul Single One. Dalam tesisnya tersebut, Buber mengembangkan ide eksistensi sebagai pertemuan.[22] Ia menjelaskan filsafat ini dengan pasangan kata Ich-Du dan Ich-Es. Kedua kata ini mengelompokkan mode-mode kesadaran, interaksi, dan being (menjadi). Seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya, dengan objek mati, atau dengan keseluruhan realitas secara umum, melalui mode-mode tersebut. Secara filosofis, pasangan kata tersebut menyampaikan suatu ide yang rumit mengenai mode menjadi (being), terutama bagaimana seseorang bisa ada (exist) dan bagaimana ia mengaktualisasikan keberadaan (existence) tersebut. Sebagaimana dikatakan Buber dalam Aku dan Engkau, seorang manusia selalu berhubungan dengan dunia dalam salah satu dari kedua mode tersebut.

Buber menggambarkan kedua mode tersebut dengan garis besar: Ich-Du adalah dialog dan Ich-Es adalah monolog.[23] Untuk mendeskripsikan dialog/monolog melalui metafora dan untuk menyampaikan sifat interpersonal dari eksistensi manusia, Buber menggunakan konsep komunikasi, terutama konsep komunikasi bahasa.

Ich-Du sunting

Ich-Du (Inggris: I-Thou or I-You; Indonesia: Aku-Engkau) adalah sebuah hubungan yang mementingkan eksistensi mutual dan holistik dari dua pihak (beings). Pertemuan ini sifatnya konkret karena kedua pihak tersebut menemui satu sama lain dalam keberadaan autentik mereka tanpa mengetes maupun menolak satu sama lain. Bahkan imajinasi dan ide-ide tidak memainkan perannya di dalam relasi ini. Di dalam sebuah pertemuan Aku-Engkau, infinitas dan universalitas benar-benar dijadikan aktual (dan bukan hanya menjadi konsep).[23] Buber menekankan bahwa sebuah hubungan Aku-Engkau tidak memiliki komposisi (struktur) dan tidak mengkomunikasikan apapun (informasi). Meskipun sebuah pertemuan Aku-Engkau tidak bisa dibuktikan terjadi sebagai suatu peristiwa (mis. tidak bisa dikalkulasikan), tetapi Buber menekankan bahwa hubungan ini benar-benar nyata dan dapat dirasakan. Beberapa contoh menggambarkan hubungan Aku-Engkau di kehidupan sehari-hari: dua pecinta, seseorang dengan kucing, seorang penulis dengan sebuah pohon, dan dua orang yang saling tak mengenal satu sama lain di atas kereta.

Satu hubungan Aku-Engkau kunci yang diidentifikasi oleh Buber adalah yang bisa eksis antara manusia dengan Tuhan. Buber berpendapat bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk berinteraksi dengan Tuhan dan bahwa relasi Aku-Engkau dengan apapun, atau siapapun, terhubung melalui suatu cara dengan relasi abadi kepada Tuhan.

Untuk menciptakan relasi Aku-Engkau ini dengan Tuhan, seseorang pertama-tama harus terbuka kepada konsepsi hubungan tersebut, tetapi tidak mengejarnya secara aktif. Pengejaran relasi tersebut menciptakan kualitas yang diasosiasikan dengan ke-Itu-an, dan dengan demikian membuat sebuah hubungan Aku-Engkau tidak mungkin serta membatasinya di level Aku-Itu. Buber mengklaim bahwa jika kita terbuka kepada hubungan Aku-Engkau, Tuhan akan datang kepada kita untuk merespons pencarian kita. Buber juga melanjutkan bahwa karena Tuhan yang dideskripsikan Buber sama sekali tidak memiliki sifat, relasi Aku-Engkau ini akan berlangsung selama diinginkan sang individu. Sang individu akhirnya menciptakan sebuah penghalang bagi hubungan yang lebih dalam ketika ia kembali ke mode Aku-Itu.

Ich-Es sunting

Hubungan Ich-Es (Inggris: I-It; Indonesia: Aku-Itu) adalah sebuah hubungan yang hampir persis berlawanan dengan Ich-Du.[23] Dalam sebuah hubungan Aku-Engkau, kedua pihak bertemu satu sama lain, tetapi di dalam hubungan Aku-Itu, kedua pihak sama sekali tidak bertemu. Sang "Aku" menggantikan pertemuan dengan sebuah penciptaan ide mengenai pihak yang hadir di depannya dan menjadikannya sebagai objek. Objek-objek tersebut dianggap sebagai representasi mental yang diciptakan dan dibiarkan tumbuh oleh pikiran individu. Dasar pemikiran ini sebagian terletak pada teori Kant mengenai fenomenon, di mana objek-objek tersebut hadir di dalam pikiran sang agen kognitif dan hanya eksis sebagai pikiran. Dengan demikian, hubungan Aku-Itu adalah sebuah hubungan dengan diri sendiri. Hubungan ini bukanlah dialog, melainkan sebuah monolog.

Dalam relasi Ich-Es ini, seorang individu memperlakukan benda, atau orang, atau pihak lain, sebagai objek-objek yang dapat digunakan dan dialami. Intinya, relasi ini berhubungan kepada dunia dengan aturan sang individu, atau bagaimana sebuah objek dapat memenuhi kebutuhan sang individu.

Buber berargumen bahwa kehidupan manusia berisi sebuah oskilasi antara Ich-Du dan Ich-Es, dan bahwa pengalaman-pengalaman Ich-Du itu jarang dan sulit ditemukan. Ketika mendiagnosis masalah-masalah modernitas (mis. perasaan terisolir satu sama lain, dehumanisasi, dst.), Buber percaya bahwa telah terjadi suatu pemopuleran pandangan hidup yang murni analitis dan materialistis dan pada akhirnya menimbulkan hubungan-hubungan Ich-Es semakin banyak—bahkan di antara manusia. Buber berpendapat bahwa paradigma ini bukan hanya mengurangi nilai semua pihak, tetapi juga sekaligus makna seluruh eksistensi.

Hasidisme dan mistisisme sunting

Buber adalah seorang sarjana, peneliti, dan penerjemah teks-teks Hasidik. Dia memandang Hasidisme sebagai suatu sumber pembaruan kultural bagi tradisi Yahudi. Buber sering mengambil contoh dari tradisi Hasidik yang meninggikan nilai komunitas, kehidupan interpersonal, dan makna di dalam aktivitas-aktivitas biasa (mis. hubungan seorang pekerja dengan alat-alatnya). Kehidupan Hasidik yang ideal menurut Buber adalah suatu kehidupan yang terjadi di dalam keterlibatan Tuhan secara terus menerus, di mana tidak ada pembedaan antara kebiasaan sehari-hari dengan pengalaman relijius. Konsep ini kemudian sangat memengaruhi filsafat antropologi Buber, yang menganggap bahwa dasar eksistensi manusia adalah hubungan dialogis.

Pada tahun 1906, Buber menerbitkan Die Geschichten des Rabbi Nachman. Geschichten adalah sebuah koleksi cerita mengenai Rabbi Nachman dari Breslov, seorang rebbe Hasidik terkenal, sebagaimana diinterpretasikan dan diceritakan dalam gaya Neo-Hasidik oleh Buber. Dua tahun kemudian, Buber menerbitkan Die Legende des Baalschem (cerita mengenai Baal Shem Tov), pendiri Hasidisme.[24]

Walaupun demikian, interpretasi Buber mengenai tradisi Hasidik dikritik oleh sarjana seperti Chaim Potok karena romantisasinya. Dalam prakata kepada buku Tales of the Hasidim Buber, Potok mencatat bahwa Buber tidak memerhatikan "charlatanisme, obskurantisme, kelahi yang tak henti-hentinya, tahayul yang tak ada habisnya, penyembahan yang berlebihan, penyembahan tzadik, dan pembacaan kasar Kabbalah Lurianik" oleh orang Hasidim. Yang paling parah adalah kritik bahwa Buber mengurangi pentingnya Hukum Yahudi dalam tradisi Hasidik. Kritik ini merupakan sebuah ironi, karena Buber sering kali masuk ke tradisi Hasidik untuk membuktikan bahwa relijiusitas individual tidak membutuhkan agama yang dogmatis.

Brit Shalom dan solusi dua negara sunting

Di awal tahun 1920-an Martin Buber mulai mengadvokasikan sebuah negara Yahudi-Arab binasional dan menyatakan bahwa orang Yahudi harus memproklamirkan "keinginannya untuk hidup dalam damai dan dalam persaudaraan dengan orang Arab dan untuk mengembangkan tanah air yang sama itu menjadi sebuah republik di mana kedua masyarakat akan dapat berkembang dengan bebas".[25]

Buber tidak percaya bahwa Zionisme hanyalah sebuah gerakan nasional lainnya dan ia ingin melihat penciptaan sebuah masyarakat yang dapat dijadikan contoh. Ia ingin melihat penciptaan sebuah masyarakat yang tidak dikarakterisasikan dengan dominasi Yahudi kepada orang Arab. Gerakan Zionisme harus mencapai konsensus dengan orang Arab, bahkan jika harus membuat kaum Yahudi tetap minoritas di negara itu. Pada tahun 1925 Buber terlibat dalam pembentukan grup Brit Shalom (Bahtera Perdamaian), yang mengadvokasikan penciptaan sebuah negara binasional, dan seluruh hidupnya ia berharap bahwa orang Yahudi dan orang Arab dapat hidup dalam damai di sebuah negara yang bersatu. Pada tahun 1942, dia ikut membentuk partai Ihud yang mengadvokasikan program-program binasionalis. Meskipun demikian, Buber tetap berhubungan dekat dengan Zionis dan filsuf seperti Chaim Weizmann, Max Brod, Hugo Bergman, dan Felix Weltsch, teman-teman dekatnya sejak masih di Eropa, dari Praha, Berlin, dan Wina.

Setelah kemerdekaan Israel pada tahun 1948, Buber mengadvokasikan partisipasi Israel dalam sebuah federasi negara-negara "Timur Dekat" yang lebih jauh daripada hanya Palestina.[26]

Penghargaan sunting

  • Pada tahun 1951, Buber menerima penghargaan Johann Wolfgang von Goethe award dari Universitas Hamburg.
  • 1953, ia menerima Peace Prize of the German Book trade.
  • 1958, Buber menerima Israel Prize untuk bidang humaniora.[27]
  • Pada tahun 1961, Buber menerima Bialik Prize untuk pemikiran Yahudi.[28]
  • 1963, Buber menerima Erasmus Prize di Amsterdam.

Karya cetak sunting

Tulisan asli dalam bahasa Jerman sunting

  • Die Geschichten des Rabbi Nachman (1906)
  • Die fünfzigste Pforte (1907)
  • Die Legende des Baalschem (1908)
  • Ekstatische Konfessionen (1909)
  • Chinesische Geister- und Liebesgeschichten (1911)
  • Daniel – Gespräche von der Verwirklichung (1913)
  • Die jüdische Bewegung – gesammelte Aufsätze und Ansprachen 1900–1915 (1916)
  • Vom Geist des Judentums – Reden und Geleitworte (1916)
  • Die Rede, die Lehre und das Lied – drei Beispiele (1917)
  • Ereignisse und Begegnungen (1917)
  • Der grosse Maggid und seine Nachfolge(1922)
  • Reden über das Judentum (1923)
  • Ich und Du (1923)
  • Das Verborgene Licht (1924)
  • Die chassidischen Bücher (1928)
  • Aus unbekannten Schriften (1928)
  • Zwiesprache (1932)
  • Kampf um Israel – Reden und Schriften 1921–1932 (1933)
  • Hundert chassidische Geschichten (1933)
  • Die Troestung Israels: aus Jeschajahu, Kapitel 40 bis 55 (1933); with Franz Rosenzweig
  • Erzählungen von Engeln, Geistern und Dämonen (1934)
  • Das Buch der Preisungen (1935); with Franz Rosenzweig
  • Deutung des Chassidismus – drei Versuche (1935)
  • Die Josefslegende in aquarellierten Zeichnungen eines unbekannten russischen Juden der Biedermeierzeit (1935)
  • Die Schrift und ihre Verdeutschung (1936); with Franz Rosenzweig
  • Aus Tiefen rufe ich Dich – dreiundzwanzig Psalmen in der Urschrift (1936)
  • Das Kommende: Untersuchungen zur Entstehungsgeschichte des Messianischen Glaubens – 1. Königtum Gottes (1936 ?)
  • Die Stunde und die Erkenntnis – Reden und Aufsätze 1933–1935 (1936)
  • Zion als Ziel und als Aufgabe – Gedanken aus drei Jahrzehnten – mit einer Rede über Nationalismus als Anhang (1936)
  • Worte an die Jugend (1938)
  • Moseh (1945)
  • Dialogisches Leben – gesammelte philosophische und pädagogische Schriften (1947)
  • Der Weg des Menschen: nach der chassidischen Lehre (1948)
  • Das Problem des Menschen (1948, Hebrew text 1942)
  • Die Erzählungen der Chassidim (1949)
  • Gog und Magog – eine Chronik (1949, Hebrew text 1943)
  • Israel und Palästina – zur Geschichte einer Idee (1950, Hebrew text 1944)
  • Der Glaube der Propheten (1950)
  • Pfade in Utopia (1950)
  • Zwei Glaubensweisen (1950)
  • Urdistanz und Beziehung (1951)
  • Der utopische Sozialismus (1952)
  • Bilder von Gut und Böse (1952)
  • Die Chassidische Botschaft (1952)
  • Recht und Unrecht – Deutung einiger Psalmen (1952)
  • An der Wende – Reden über das Judentum (1952)
  • Zwischen Gesellschaft und Staat (1952)
  • Das echte Gespräch und die Möglichkeiten des Friedens (1953)
  • Einsichten: aus den Schriften gesammelt (1953)
  • Reden über Erziehung (1953)
  • Gottesfinsternis – Betrachtungen zur Beziehung zwischen Religion und Philosophie (1953)
  • Hinweise – gesammelte Essays (1953)
  • Die fünf Bücher der Weisung – Zu einer neuen Verdeutschung der Schrift"' (1954); with Franz Rosenzweig
  • Die Schriften über das dialogische Prinzip (Ich und Du, Zwiesprache, Die Frage an den Einzelnen, Elemente des Zwischenmenschlichen) (1954)
  • Sehertum – Anfang und Ausgang (1955)
  • Der Mensch und sein Gebild (1955)
  • Schuld und Schuldgefühle (1958)
  • Begegnung – autobiographische Fragmente (1960)
  • Logos: zwei Reden (1962)
  • Nachlese (1965)

Kumpulan karya sunting

Werke 3 jilid (1962–1964)

  • I Schriften zur Philosophie (1962)
  • II Schriften zur Bibel (1964)
  • III Schriften zum Chassidismus (1963)

Korespondensi sunting

Briefwechsel aus sieben Jahrzehnten 1897–1965 (1972–1975)

  • I: 1897–1918 (1972)
  • II: 1918–1938 (1973)
  • III: 1938–1965 (1975)

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c (Inggris) Lenn E. Goodman. 1995. "Buber, Martin". In The Oxford Companion to Philosophy. Ted Honderich, ed. 106. New York: Oxford University Press.
  2. ^ a b c d (Inggris) Kenneth Seeskin. 1999. "Buber, Martin". In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Robert Audi, ed. 104. London: Cambridge University Press.
  3. ^ a b c d Rosenstein, Neil (1990), The Unbroken Chain: Biographical Sketches and Genealogy of Illustrious Jewish Families from the 15th–20th Century, 1, 2 (edisi ke-revised), New York: CIS, ISBN 0-9610578-4-X .
  4. ^ Wood, Robert E (1 December 1969). Martin Buber's Ontology: An Analysis of I and Thou. Northwestern University Press. hlm. 5. ISBN 978-0-8101-0650-5. 
  5. ^ "The Existential Primer". Tameri. Diakses tanggal August 28, 2011. 
  6. ^ Schaeder, Grete (1973). The Hebrew humanism of Martin Buber. Detroit: Wayne State University Press. hlm. 11. ISBN 0-8143-1483-X. 
  7. ^ Silberstein, Laurence J (1989). Martin Buber's Social and Religious Thought: Alienation and the quest for meaning. New York: New York University Press. hlm. 100. ISBN 0-8147-7886-0. 
  8. ^ Hodes, Aubrey (1971). Martin Buber: An Intimate Portrait. hlm. 174. ISBN 0-670-45904-6. 
  9. ^ Stewart, Jon (1 May 2011). Kierkegaard and Existentialism. Ashgate. hlm. 34. ISBN 978-1-4094-2641-7. 
  10. ^ Zank, Michael (31 August 2006). New perspectives on Martin Buber. Mohr Siebeck. hlm. 20. ISBN 978-3-16-148998-3. 
  11. ^ Buber, Martin; Biemann, Asher D (2002). The Martin Buber reader: essential writings. Palgrave Macmillan. hlm. 7. ISBN 978-0-312-29290-4. 
  12. ^ Buber, Martin (15 February 2005). Mendes-Flohr, Paul R, ed. A land of two peoples: Martin Buber on Jews and Arabs. University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-07802-1. 
  13. ^ Buber, Martin (1991), "Martin Buber: A Biographical Sketch", dalam Schaeder, Grete, The letters of Martin Buber: a life of dialogue, hlm. 52, ISBN 978-0-8156-0420-4 .
  14. ^ Buber, Martin, Biemann, Asher D, ed., The Martin Buber reader: essential writings, hlm. 12 .
  15. ^ Schaeder, Grete (1973), The Hebrew humanism of Martin Buber, hlm. 29 .
  16. ^ Buber, Martín (September 1996). Paths in Utopia. Syracuse University Press. ISBN 978-0-8156-0421-1. 
  17. ^ Schneider, Herbert W, "The historical significance of Buber's philosophy", The philosophy of Martin Buber, hlm. 471, ...the retort he actually made, namely, that a scientist should not make judgements beyond his science. Such an insistence on hard and fast boundaries among sciences is not in the spirit of Buber's empiricism .
  18. ^ Friedman, Maurice S (July 1996). Martin Buber and the human sciences. SUNY Press. hlm. 186. ISBN 978-0-7914-2876-4. 
  19. ^ Vermes, Pamela (1988). Buber. London: Peter Hablan. hlm. vii. ISBN 1-870015-08-8. 
  20. ^ Brody, Samuel H. (2018). "The True Front: Buber and Landauer on Anarchism and Revolution". Martin Buber's Theopolitics. Indiana University Press. hlm. 37–40. ISBN 978-0-253-03537-0. 
  21. ^ Silberstein, Laurence J. (1990). Martin Buber's Social and Religious Thought: Alienation and the Quest for Meaning. NYU Press. hlm. 281. ISBN 978-0-8147-7910-1. 
  22. ^ Buber, Martin (2002) [1947]. Between Man and Man. Routledge. hlm. 250–51. 
  23. ^ a b c Kramer, Kenneth; Gawlick, Mechthild (November 2003). Martin Buber's I and thou: practicing living dialogue. Paulist Press. hlm. 39. ISBN 978-0-8091-4158-6. 
  24. ^ Zank, Michael (31 August 2006). New perspectives on Martin Buber. Mohr Siebeck. hlm. 255. ISBN 978-3-16-148998-3. 
  25. ^ "Jewish Zionist Education". IL: Jafi. May 15, 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-12-22. Diakses tanggal August 28, 2011. 
  26. ^ Buber, Martin (2005) [1954]. "We Need The Arabs, They Need Us!". Dalam Mendes-Flohr, Paul. A Land of Two Peoples. University of Chicago. ISBN 0-226-07802-7. 
  27. ^ "Recipients" (dalam bahasa Hebrew). Israel Prize. 1958. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-21. Diakses tanggal 2014-08-24. 
  28. ^ "List of Bialik Prize recipients 1933–2004" (PDF) (dalam bahasa Ibrani). Tel Aviv Municipality. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-12-17. Diakses tanggal 2014-08-24. 

Sumber sunting

Biografi
  • Zink, Wolfgang (1978), Martin Buber – 1878/1978 .
  • Coen, Clara Levi (1991), Martin Buber .

Baca lebih lanjut sunting

  • Schilpp, Paul Arthur; Friedman, Maurice (1967), The philosophy of Martin Buber .
  • Horwitz, Rivka (1978), Buber's way to "I and thou" – an historical analysis and the first publication of Martin Buber's lectures "Religion als Gegenwart" .
  • Cohn, Margot; Buber, Rafael (1980), Martin Buber – a bibliography of his writings, 1897–1978 .
  • Israel, Joachim (2010), Martin Buber – Dialogphilosophie in Theorie und Praxis .
  • Margulies, Hune (2011), In Search of Lost Betweens: The Principles of Dialogical Ecology .

Pranala luar sunting