Marga merupakan istilah untuk menyebut salah satu struktur sosial sekaligus pembagian wilayah yang dikenal oleh masyarakat Rejang. Marga dapat didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat adat yang bersifat teritorial-genealogis, dengan sifat teritorial yang ditonjolkan. Sifat-sifat genealogis di antara anak-anak marga (penghuni suatu marga) sebenarnya tetap ada. Hal ini dikarenakan, pada awal pembagian Tanah Rejang ke dalam marga-marga oleh Pemerintah Kolonial Belanda, marga-marga ditetapkan berdasarkan empat klan asli Rejang yang bersifat genealogis-teritorial, yang dikenal dengan nama petulai.

Pada 1833, marga-marga Rejang yang diadministrasi oleh Keresidenan Palembang secara salah telah dimasukkan ke dalam peta wilayah Keresidenan Bengkulu, yang akhirnya menimbulkan polemik, sebelum akhirnya keluar Keputusan Gubernur Jenderal No. 20 (S.118) pada 6 Februari 1840.[1] Keputusan tersebut mentransfer marga-marga Rejang di wilayah Onderafdeeling Redjang yang dihuni masyarakat Rejang serta marga-marga di Onderafdeeling Sindang yang dihuni masyarakat Lembak, keduanya termasuk dalam wilayah Afdeeling Tebing Tinggi, dari Keresidenan Palembang ke Keresidenan Bengkulu. Marga-marga Rejang dan Sindang dipersatukan di bawah afdeeling yang baru, yaitu Afdeeling Redjang Lebong yang beribu kota di Kepahiang.[1]

Referensi sunting

Daftar Pustaka sunting