Literasi media atau kemelekan media (melek media) adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.[1]

Literasi media merupakan kemampuan dan keterampilan yag sangat penting dan relevan dengan kebutuhan era kekinian. Menjadi individu yang terliterasi membutuhkan informasi dan keahlian. Informasi merupakan bahan baku untuk membentuk struktur pengetahuan sedangkan keahlian adalah perangkat untuk memanfaatkan dan mengolah informasi.[2]

Ada dua kemampuan yang harus dikuasai untuk menjadi individu yang terliterasi. Pertama, kemampuan dalam menganalisis, mengevaluasi, mengelompokkan, menginduksikan, mendeduksikan, mensistesiskan dan mengabstraksikan media atau pesan yang disampaikan. Kedua, kemampuan dalam memproduksi media atau konten media, seperti menulis, fotografi, berakting, menyutradarai, menyunting, perekaman suara dan sebagainya. Baik tidaknya kemampuan kedua ini tergantung pada baik tidaknya kemampuan pertama.[2]

Definisi sunting

Literasi media merupakan keterampilan khalayak dalam melakukan akses dan evaluasi serta melakukan komunikasi atas pesan yang telah diterima.[3] Ada juga yang mendefinisikan literasi media sebagai kemampuan untuk mengetahui berbagai macam media serta memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan media yang tepat dan sesuai. Berdasarkan dua definisi tersebut, literasi media secara sederhana dapat diartikan sebagai keterampilan untuk melakukan interpretasi pada pesan yang diperoleh dari media.[4]

Literasi Media Cetak sunting

Media cetak memiliki jangkauan yang lebih terbatas dibandingkan media elektronik atau digital. Namun, di era digitalisasi media cetak tetap dibutuhkan sebagai penyeimbang dan penangkal agar baik pers maupun masyarakat tidak terjebak pada isu-isu yang simpang siur dan tidak mendidik. Meskipun jangkauannya terbatas, media cetak memiliki keunggulan, yaitu informasi yang disajikan lebih mendalam, akurat dan valid sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembuktian atas sebuah kebenaran atau fakta.[5]

Keberadaan media cetak juga penting dalam menjaga kehidupan berdemokrasi karena fungsinya yang strategis, yaitu sebagai alat untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat yang dapat dibaca berulang-ulang dan beramai-ramai. Media cetak dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah dan bagi pemerintah sendiri untuk menyampaikan segala kebijakannya. Sebagai salah satu pilar demokrasi, media cetak berfungsi untuk menjaga keseimbangan informasi (terutama dari media kompetitor termasuk media daring), membantu dalam pembentukan opini publik dan memberikan ketenangan kepada masyarakat di tengah masalah-masalah sosial serta banjir informasi.[6]

Literasi media radio sunting

Radio adalah salah satu jenis media massa satu arah yang berfungsi menyampaikan berbagai hal, seperti berita, informasi, iklan dan hiburan kepada masyarakat dengan jangkauan luas. Sebagai sebuah industri yang penyiarannya diatur oleh pemerintah, radio juga memiliki tanggung jawab terkait konten-konten yang disiarkan. Misalnya, radio bertanggung jawab dalam memperdengarkan lagu-lagu yang bagus dan menekan dampak yang muncul dari syair-syair lagu yang tidak berkualitas, terutama untuk radio yang melayani permintaan dari pendengar untuk memutar lagu-lagu sehingga bisa muncul lebih dari sekali sehari.[7][8]

Pemahaman konsep literasi media radio penting dimiliki oleh masyarakat pendengar agar mereka menjadi pendengar yang cerdas dalam mengonsumsi produk siaran radio, termasuk lagu-lagunya. Dengan tingkat literasi yang baik, mereka bisa bersikap proaktif jika mendapati siaran radio yang memutar lagu-lagu yang liriknya kurang pantas didengar.[8]

Setelah era Orde Baru tumbang yang ditandai dengan dibubarkannya Departemen Penerangan, muncullah radio-radio komunitas di berbagai daerah di Indonesia. Radio komunitas adalah radio yang didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, tidak komersil, daya pancar rendah, jangkauan terbatas dan untuk melayani kepentingan komunitasnya.[9]

Keberadaan radio komunitas sebagai salah satu bagian dari sistem penyiaran di Indonesia turut mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran. Masyarakat yang terliterasi dapat memanfaatkan kehadiran radio komunitas ini sebagai sarana untuk memperoleh informasi, pendidikan, hiburan, kontrol dan perekat sosial serta menjadi media promosi budaya lokal.[9]

Literasi media film sunting

Literasi film adalah kemampuan untuk mengidentifikasi tipe-tipe film yang berbeda dan memahami pesan yang disampaikan dalam film tersebut. Basis utama dari literasi film adalah pemahaman mengenai alasan dibuatnya suatu film.[10]

Program literasi film memiliki beberapa manfaat, baik bagi penonton maupun pembuat film. Bagi penonton, literasi film dapat melatih seseorang untuk berpikir kritis dengan belajar memahami tujuan dan pesan yang hendak disampaikan oleh kreator melalui film serta mengenal perspektif dan gaya masing-masing kreator sehingga dapat menjadi orang yang lebih toleran terhadap perbedaan pemikiran. Sementara bagi pembuat film, literasi film berguna dalam menciptakan ekosistem industri perfilman yang sehat dan inovatif sehingga film dari berbagai genre akan mendapat pasar, bisnis perfilman tetap berjalan dan masyarakat mendapatkan asupan film yang beragam serta berkualitas. Literasi film juga merupakan modal utama yang wajib dimiliki oleh mereka yang ingin berkecimpung di industri perfilman. Dengan literasi film yang baik, pembuat film mampu menggali perspektifnya dan menyampaikan suatu pesan kepada khalayak secara efektif melalui film.[10][11]

Literasi media permainan video sunting

Permainan video adalah permainan yang dimainkan dengan perangkat audio visual dan berdasarkan pada suatu cerita yang tidak memiliki keterbatasan isi, latar belakang maupun tokohnya. Dulu permainan video merupakan barang mewah bagi anak-anak karena harus memiliki konsol. Sekarang permainan video hadir dalam genggaman berupa permainan yang dapat diunduh dan dimainkan di ponsel pintar masing-masing.[12][13]

Kehadiran permainan video memunculkan kekhawatiran dari para orang tua dan guru, seperti durasi bermain, kecanduan, konten kekerasan dan pornografi. Mereka khawatir anak-anak bisa bermain berjam-jam tanpa kenal waktu sehingga melupakan tugas utamanya, yaitu belajar. Selain itu, adanya banyak konten berbahaya, seperti konsumsi alkohol, rokok, simulasi perjudian, fantasi seksual, sadisme, tindak kriminal dan dialog kasar, juga membuat mereka khawatir akan pengaruh negatif dari permainan video.[13][14]

Supaya permainan video dapat dimanfaatkan secara positif dan mencegah pengaruh negatif pada anak-anak, perlu memiliki pemahaman literasi permainan video yang mencakup pemahaman tentang konsep, teori, perkembangan permainan video dan solusi, termasuk ketentuan batasan usia yang diperbolehkan untuk mengakses permainan tertentu (ada permainan yang cocok untuk anak-anak, ada yang hanya untuk orang dewasa dan sebagainya) dan isi permainan video itu sendiri. Literasi permainan video juga mencakup kemampuan mengelola dan mengontrol aktivitas bermain permainan, seperti memanfaatkan fitur parental conrol untuk membatasi durasi bermain dan konten.[12][13]

Literasi media sosial sunting

Media sosial adalah salah satu layanan di internet yang banyak diakses oleh para warganet. Dengan media sosial, sesama warganet dari seluruh dunia dapat saling berinteraksi dan berbagi informasi, baik informasi tentang diri sendiri maupun informasi yang bersifat umum. Penyebaran informasi di media sosial terjadi sangat cepat. Mulai dari yang bersifat trivia hingga yang bernuansa SARA. Suatu informasi seringkali menjadi viral di dunia maya berkat informasi yang dibagikan dan diteruskan secara berantai dari satu warganet ke warganet lain.[15]

Rendahnya tingkat literasi media sosial menjadi salah satu sebab maraknya pengaruh negatif pada masyarakat pengguna internet, seperti berita hoaks, pelanggaran privasi, perundungan di dunia maya, penyebaran konten kekerasan dan pornografi serta adiksi media digital. Pemanfaatan media sosial masih sebatas untuk hal-hal yang bersifat hiburan. Informasi yang dibagikan di media sosial pun lebih banyak yang bersifat pribadi. Hal ini menjadi alasan pentingnya literasi media sosial agar masyarakat memiliki pemahaman tentang keamanan data dan bermedia sosial dengan baik sehingga dampak negatif dari penggunaan media sosial dapat ditekan.[16][17]

Literasi media sosial tidak sekadar belajar untuk melek media namun juga mencakup keterampilan dalam mencari, memilah, mengaplikasikan dan menyebarkan informasi yang baik di media sosial. Seseorang yang melek informasi di media sosial dapat bersikap kritis sehingga tidak mudah percaya atau menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya.[15]

Referensi sunting

  1. ^ Lessig, Lawrence. Budaya Bebas: Bagaimana Media Besar Memakai Teknologi dan Hukum untuk Membatasi Budaya dan Mengontrol Kreativitas. Hal 40-41
  2. ^ a b C, Qoute Nuraini (Januari 2017). "Literasi Media di Kalangan Mahasiswa di Kota Bogor". Jurnal ADHUM. VII (1): 1–9. 
  3. ^ Limilia, Putri; Aristi, Nindi (2019-12-19). "Literasi Media dan Digital di Indonesia: Sebuah Tinjauan Sistematis". KOMUNIKATIF (dalam bahasa Inggris). 8 (2): 205–222. doi:10.33508/jk.v8i2.2199. ISSN 2597-6699. 
  4. ^ Darmastuti, Rini; Edi, Sri Winarso Martyas; Christianto, Erwien (2018-02-22). "Model Literasi Media untuk Anak-Anak Sekolah Dasar dengan Menggunakan Multimedia Interaktif Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Salatiga". Jurnal ASPIKOM. 3 (4): 635–649. doi:10.24329/aspikom.v3i4.220. ISSN 2548-8309. 
  5. ^ Dirhantoro, Tito (2019-02-11). "Pakar: Media cetak jangkauan terbatas, tapi lebih akurat dan valid". www.alinea.id. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  6. ^ "Keberadaan Media Cetak Masih Penting Sebagai Pilar Demokrasi - Waspada". waspada.id. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  7. ^ topsatu (2021-10-15). "Webinar Literasi Digital Limapuluh Kota: Tren Radio di Era Digital -". Top Satu. Diakses tanggal 2021-12-08. 
  8. ^ a b Wibowo, Agung (2014-05-07). "Radio dan Literasi Media". www.radiojatim.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-08. [pranala nonaktif permanen]
  9. ^ a b Juditha, Christiany (April 2015). "Pemberdayaan Radio Komunitas Sebagai Media Informasi di Tapal Batas Papua". Jurnal Komunikasi Profetik. 08 (01): 5–6. 
  10. ^ a b team, Literasi Nusantara This is an official account of literasinusantara com (2020-07-23). "Apa itu Literasi Film dan Mengapa Literasi Film Indonesia itu Penting?". Literasi Nusantara (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-06. 
  11. ^ Wening, Andhika Anggoro (2016-03-13). Alfi, Azizah Nur, ed. "Ini Pentingnya Literasi Film Menurut Sineas". Bisnis.com. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  12. ^ a b Purworini, Dian (2019). "Pentingnya Literasi Video Game Pada Guru-Guru Di SMPKN Muhammadiyah Baki". ejournal UMS: 240–245. 
  13. ^ a b c Hermawan (2021-06-04). "Main Video Game Juga Butuh Literasi Digital". Info Bisnis id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-08. 
  14. ^ Shofi, Ichsan .M (2021-11-30). "Mengatasi Kecanduan Game Online dengan Literasi". RADARSEMARANG.ID. Diakses tanggal 2021-12-08. 
  15. ^ a b Ganggi, Roro Isyawati Permata (2018-11-22). "Materi Pokok dalam Literasi Media Sosial sebagai salah Satu Upaya Mewujudkan Masyarakat yang Kritis dalam Bermedia Sosial". Anuva. 2 (4): 337–345. doi:10.14710/anuva.2.4.337-345. ISSN 2598-3040. 
  16. ^ Putranto, Algooth (2018-03-22). Sodikin, Amir, ed. "Darurat Literasi Media Sosial, Berpacu Melawan Konten Negatif". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-12-08. 
  17. ^ Sasongko, Agung (2018-04-29). "Pentingnya Literasi Media Sosial pada Masyarakat". Republika Online. Diakses tanggal 2021-12-10.