Lê Lợi

(Dialihkan dari Le Loi)

Le Loi (Hanzi: 黎利, 1384/1385? – 1433) adalah kaisar pertama dan pendiri Dinasti Le di Vietnam. Ia merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dan pahlawan besar Vietnam yang membebaskan negerinya dari penjajahan Tiongkok.

Lê Lợi
Kaisar Đại Việt
Patung Lê Lợi di depan Balai Kota dari Provinsi Thanh Hóa, tempat kelahirannya
Kaisar Dinasti Lê
Pangeran Agung dari Đại Việt
Berkuasa1428–1433
PendahuluNone
PenerusLê Thái Tông
Informasi pribadi
Kelahiran10 September 1384/1385
Lam Son
Kematian5 September 1433
Pemakaman
Vĩnh Tomb, Lam Sơn
WangsaDinasti Lê
Nama lengkap
Lê Lợi (黎利)
Nama dan tanggal periode
Thuận Thiên (順天): 1428-1433
Nama anumerta
Thống Thiên Khải Vận Thánh Đức Thần Công Duệ Văn Anh Vũ Khoan Minh Dũng Trí Hoàng Nghĩa Chí Minh Đại Hiếu Cao Hoàng đế
(統天啟運聖德神功睿文英武寬明勇智弘義至明大孝高皇帝)
Nama kuil
Thái Tổ (太祖)
AyahLê Khoáng
IbuTrịnh Thị Ngọc Thương
PasanganTrịnh Thị Ngọc Lữ
Phạm Thị Ngọc Trần
AnakLê Tư Tề
Lê Thái Tông

Latar belakang sunting

Le lahir sebagai putra bungsu dari tiga bersaudara dari keluarga bangsawan di Lam Son (bagian utara Vietnam). Kota tempat kelahirannya adalah daerah yang belum lama dikolonisasi dan didirikan oleh kakek buyutnya sekitar tahun 1330an, sekarang wilayah tersebut menjadi Provinsi Thanh Hoa. Karena letaknya di perbatasan wilayah itu jauh dari kontrol pemerintah pusat bahkan bisa dibilang setengah merdeka.

Pada awal 1400an, Vietnam berada dalam masa kacau dimana Dinasti Ho menggulingkan Dinasti Tran dan membuat serangkaian perubahan dalam pemerintahan. Keluarga dan pendukung Dinasti Tran meminta bantuan dari Dinasti Ming, Tiongkok untuk merestorasi tahtanya. Kaisar Yongle dari Tiongkok menyanggupi permintaan itu dan mengirim pasukan dalam jumlah besar ke Vietnam. Dengan bantuan pasukan Ming, Tahun 1407, Dinasti Tran berhasil menggulingkan Dinasti Ho dan mengklaim kembali tahtanya. Namun setelah menyelesaikan misinya pasukan Ming belum angkat kaki, mereka ternyata memiliki agenda tersembunyi untuk menguasai Vietnam seperti pada masa lalu ketika zaman Han dan Tang.

Sama seperti Perang Vietnam pada tahun 1960-an dimana Amerika hanya mampu menguasai kota-kota besar, Tiongkok pun hanya memperoleh dukungan dan menguasai kota-kota besar seperti ibu kota Hanoi sedangkan di daerah pelosok mereka mendapat perlawanan gencar dari rakyat. Pasukan Ming merampas barang-barang berharga Vietnam seperti emas-permata, batu-batu berharga, literatur dan buku-buku penting, bahkan buku sejarah nasional mereka yang mencatatat sejarah Vietnam hingga Dinasti Tran. Tiongkok juga berusaha membuat bangsa Vietnam kehilangan jati dirinya dengan mempenetrasi budaya mereka, misalnya dengan menerapkan gaya berpakaian dan potongan rambut kepada wanita Vietnam hingga pelarangan terhadap kepercayaan lokal. Le memutuskan untuk berontak melawan Tiongkok ketika ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri kekejaman pasukan Ming menghancurkan sebuah desa.

Pemberontakan (1418-1427) sunting

Le memulai pemberontakannya melawan kekaisaran Ming sehari setelah Tahun Baru Tet 1418. Ia mendapat dukungan dari sejumlah keluarga terkemuka di kampung halamannya, Provinsi Thanh Hoa, terutama dari keluarga Nguyen dan Trinh. Pada mulanya ia bekerja di bawah Dinasti Tran yang telah direstorasi. Seorang kerabat kaisar Tran menjadi pemimpin pemberontak selama beberapa tahun. Namun ia belakangan digulingkan dan Le pun diangkat menjadi pemimpin baru dengan gelar Raja Penakluk (Binh Dinh Vuong).

Awalnya pemberontakan itu sering mengalami kegagalan. Ketika itu Le beroperasi di Provinsi Thanh Hoa selama 2-3 tahun dan kekuatannya bukan tandingan pasukan Tiongkok. Maka Le pun mengubah taktiknya menjadi perang gerilya untuk menghadapi pasukan Ming yang jumlahnya lebih besar dan terorganisasi dengan rapi.

Pada tahun 1421, pasukan Ming mengepung pasukan Le di sebuah puncak gunung. Salah seorang jenderal Le bernama Le Lai menyarankan sebuah strategi agar pemimpinnya itu bisa meloloskan diri bersama pasukan utamanya. Le Lai sendiri akan mengalihkan perhatian pasukan Ming dengan menyamar memakai pakaian Le Loi dan memimpin serangan berani mati ke posisi pasukan Ming di kaki gunung. Le Lai bertempur dengan gagah berani, tetapi ia akhirnya ditangkap dan dihukum mati. Sementara itu, Le Loi dan pasukan utamanya berhasil lolos dari kepungan.

Tahun 1425 pemberontakan telah meluas hingga seantero Vietnam dan daerah-daerah yang semula diduduki pasukan Ming telah diluluh-lantakkan. Kaisar Ming yang baru, Xuande (cucu Kaisar Yongle) mempertimbangkan untuk mengakhiri perang yang melelahkan ini, tetapi para penasehatnya meminta agar dilakukan usaha terakhir sekali lagi untuk menaklukan provinsi-provinsi yang memberontak. Maka dikirimlah pasukan besar berkekuatan sekitar 100.000 tentara ke Vietnam. Pihak Ming merasa jumlah ini telah cukup untuk menaklukan Vietnam, tetapi perhitungan mereka salah karena saat itu pasukan Le telah bertumbuh hingga 350.000.

Kampanye militer terakhir ini berujung tragedi bagi pasukan Tiongkok. Ketika kedua pasukan berhadapan dalam sebuah pertempuran, Le memerintahkan pasukannya pura-pura melarikan diri. Jenderal Ming, Liu Shan, terpancing dan memerintahkan pengejaran sehingga terpisah dari pasukan utama. Ketika ia sadar, segalanya telah terlambat, pasukannya dihancurkan, Liu sendiri ditangkap dan dieksekusi. Setelah itu Le mengirim pesan palsu pada sisa pasukan Ming yang berisi pembelotan beberapa jenderal Vietnam. Pasukan Ming dipancing memasuki Hanoi untuk menerima ‘pembelotan’ itu, tetapi disana mereka malah dikepung dan dibinasakan. Dalam perang itu Tiongkok menderita korban jiwa lebih dari 70.000 orang. Usaha Tiongkok yang ketiga dan terakhir kalinya sejak Dinasti Han untuk menganeksasi Vietnam gagal total.

Kaisar Le Thai To sunting

Tahun 1427, setelah perang selama sepuluh tahun, Vietnam memperoleh kembali kemerdekaannya dan Tiongkok akhirnya mengakui kemerdekaan Vietnam. Le naik tahta sebagai Kaisar Le Thai To (黎太祖) dan mengubah nama kerajaannya dari Annam menjadi Dai Viet (大越). Dinasti baru itu dinamai Dinasti Le dan mendapat pengakuan resmi dari Kaisar Xuande. Le merespon pengakuan ini dengan mengirimkan nota diplomatik ke Tiongkok yang menyatakan Vietnam akan menjadi negara protektorat Tiongkok seperti Dinasti Joseon di Korea dan bersedia untuk melakukan kerjasama dalam berbagai bidang. Tiongkok pun menerima kesepakatan ini. Sisa pasukan Tiongkok di Vietnam mulai dipulangkan ke negara asalnya.

Setelah menjadi kaisar Le melakukan serangkaian perubahan dalam pemerintahan. Ideologi Konfusius, yang telah masuk dan berkembang di Vietnam sejak zaman Tang dan Song, diterapkan dalam sistem pemerintahan. Rekan-rekan seperjuangan dan para jenderal yang telah berjasa membantunya mendirikan dinasti seperti Nguyen Trai, Tran Nguyen Han, Le Sat, Pham Van Sao, dan Trinh Kha diberikannya jabatan penting dalam pemerintahannya.

Le membangun kembali infrastruktur negara seperti jalan raya, jembatan dan kanal yang telah rusak selama masa peperangan. Mereka yang berjasa dalam perang dianugerahi tanah. Le juga memperkenalkan mata uang baru dan memperbaharui hukum. Sistem pemilihan pejabat melalui ujian negara kembali diterapkan. Selama masa pemerintahannya pula agama Kristen mulai masuk ke Vietnam melalui misionaris barat.

Tahun 1430 hingga 1432, Le dan pasukannya sibuk melakukan kampanye militer di wilayah perbukitan hingga bagian barat wilayah pesisir. Tahun 1433, ia jatuh sakit dan kesehatannya makin memburuk. Di ranjang kematiannya ia mengangkat Le Sat sebagai wali untuk membantu putra keduanya, Le Nguyen Long, yang masih berusia sebelas tahun untuk menjalankan pemerintahan. Le Nguyen Long akhirnya naik tahta sebagai Kaisar Le Thai Tong (黎太宗).

Setelah kematiannya, anggota keluarganya dan para bawahannya terjerumus dalam konflik internal yang berdarah-darah. Tran Nguyen Han dan Pham Van Sao dihukum mati tahun 1432. Le Sat yang menjadi wali selama lima tahun juga dihukum mati tahun 1438. Nguyen Trai dihukum mati tahun 1442 karena didakwa bertanggung jawab atas kematian Kaisar Thai Tong yang misterius. Hanya Trinh Kha yang hidup hingga usia tua dan diapun menemui ajalnya dengan dihukum mati tahun 1451.

Le Loi dalam legenda sunting

Banyak legenda dan cerita rakyat yang bercerita tentang Le Loi, salah satunya yang paling terkenal adalah Le dan pedang pusakanya. Kisah ini mirip dengan legenda Inggris mengenai Raja Arthur dan pedang Excalibur. Konon katanya pedang sakti itu memiliki ukiran aksara Hanzi yang artinya ‘kehendak surga’ (thuan thien). Senjata itu diberikan padanya oleh seekor kura-kura emas (Kim Gui), mahkluk dewata dalam mitologi lokal. Dengan pedang itu kabarnya kekuatan Le menjadi setara dengan beberapa lelaki kuat. Versi lain menyebutkan bahwa pedang dan gagangnya berasal dari tempat berbeda, diceritakan bahwa hanya pedangnya saja yang muncul dari sungai dan gagangnya dibuat oleh Le.

Suatu ketika setelah Vietnam memperoleh kemerdekaannya, Le sedang berperahu di sebuah danau di Hanoi. Tiba-tiba dari air muncullah kura-kura emas raksasa yang dulu memberikan pedang tersebut dan mengabil pedang itu dari Le lalu menghilang ke dalam air (versi lain menyebutkan Le mengembalikan pedang itu padanya). Pencarian terhadap pedang dan kura-kura itu tidak membuahkan hasil. Le pun berkata, “para dewa telah meminjamkan pedang itu padaku untuk mengusir musuh. Kini Vietnam telah merdeka dan tiba saatnya bagi pedang itu untuk dikembalikan”. Ia lalu menamai danau itu Ho Hoan Kiem (Danau Kembalinya Pedang),danau itu kini berlokasi di Hanoi.

Sejumlah puisi dan lagu menceritakan dirinya baik tentang kehidupan dan tahun-tahun terakhirnya. Ia dipandang sebagai teladan pemimpin yang adil, bijak dan kompeten. Kini setiap kota di Vietnam menamai jalan raya utamanya menurut namanya, kota Hanoi menamai jalan rayanya dengan nama Jalan Le Thai Tho (gelarnya sebagai kaisar)

Pranala luar sunting

Didahului oleh:
Trung Quan De
(Dinasti Tran)
Kaisar Vietnam
(Dinasti Le)
1428–1433
Diteruskan oleh:
Kaisar Le Thai Tong