Lampion adalah sejenis lentera yang biasanya terbuat dari kertas dengan lilin di dalamnya. Lampion yang lebih rumit dapat terbuat dari rangka bambu dibalut dengan kertas tebal atau sutera bewarna (biasanya merah). Lampion biasanya tidak dapat bertahan lama, dan mudah rusak.

Lampion

Sejarah sunting

 
Lampion batu

Lampion atau Deng Long (燈籠)(dēnglóng) dalam bahasa Mandarin dapat diartikan secara terpisah 燈 (dēng) berarti cahaya/sumber cahaya, dan 籠 (lóng) artinya sangkar/tempat, sehingga jika diletakkan secara bersama sebagai tempat cahaya/sumber cahaya.[butuh rujukan] Secara luas 燈籠 dapat berarti segala jenis tempat meletakkan cahaya/lilin.

Lentera batu di Tiongkok muncul sekitar pada Dinasti Han, dan di Dinasti Wei, Jin, Utara dan Selatan sampai Dinasti Tang. Ditemukan di vihara, kuil dan kebun. Di Kuil Buddha umumnya lampion batu berada di depan kuil. Lentera batu paling awal yang ada di China adalah lampu Qiushi utara Kuil Tongzi di Taiyuan, Provinsi Shanxi. Lampu batu di Dinasti Tang dibangun di Daqing delapan tahun (773) yang dibangun di Changzhi County, Shanxi Cailing Mountain Law dan lampu batu Kuil, Stone County, Kuil Shaanxi Shek Ngau, Beiyue Temple di Hebei lampu batu Quanganglong, selain Heilongjiang Ning Bohai Town Dari Laut Bohai di Beijing Longquan House Guanglong.

Macam-Macam Lampion sunting

 
Damar Kurung lampion khas Gresik

Indonesia memiliki beberapa lampion khas daerah tersebut, yaitu:

  • Ting

adalah lampion khas dari Kota Solo. Ting merupakan tradisi Kraton Surakarta untuk menyambut malam selikuran (hari ke 21) pada bulan Ramadhan dalam kalender Hijriyah, yang diarak kelillingi Kraton Kasunanan Surakarta. Upaya agar Ting tidak hilang di makan zaman maka pemerintah Kota Surakarta mengadakan Festival Ting[1] Selikuran setiap tahun.

  • Damar Kurung

adalah lampion khas dari Kabupaten Gresik. Damar Kurung merupakan tradisi warga muslim Gresik untuk menyambut Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan dalam kalender Hijriyah, yang menggantungkan lentera damar kurung di depan rumah. Nama Damar Kurung diambil dari kata Damar berarti Lampu yang mengeluarkan cahaya dari api kecil. sedangkan Kurung diartikan seperti tempat hewan tinggal yang lebih menuju ke Kandang atau sangkar burung buatan manusia dengan peletakan dengan cara di gantung. Arti keseluruhan Damar Kurung adalah Sebuah Lentera dengan bentuk kurung-an dengan cara di gantung.. Damar kurung sangat berbeda dengan lampion yang selalu diidentikan lampion warga China oleh masyarakat dan berbagai seniman, Damar kurung justru lebih memiliki kekerabatan ke lentera Jepang yang biasa disebut Andon. Upaya agar Damar Kurung tidak hilang di makan zaman maka pemerintah Kabupaten Gresik mengadakan Festival Damar Kurung setiap tahun.

  • Impes

adalah lampion khas dari Kabupaten Jepara. Impes merupakan tradisi warga muslim Kalinyamatan (Jepara) untuk menyambut Nisfu Sya'ban pada tanggal 15 bulan kedelapan (Sya'ban) dari kalender Hijriyah, yang menggantungkan lentera Impes di depan rumah. Nama impes berasal dari kata mimpes yang artinya kempis, karena lampion ini bisa kempis dan dilipat ketika tidak dipakai. Sedangkan pemuda-pemudi Kalinyamatan melakukan Baratan yaitu membawa impes dan berkeliling kampung. Upaya agar Impes tidak hilang di makan zaman maka pemerintah Kabupaten Jepara[2] mengadakan Pesta Baratan yang dikemas dengan arak-arakan bertema Kerajaan Kalinyamat yang para pesertanya membawa Impes setiap tahun.

  • Teng-Teng

adalah lampion khas Kota Semarang. Teng Teng atau Teng Tengan merupakan tradisi warga muslim Semarang menggunakannya untuk pergi ke Masjid, Kemudian saat bulan[3] Ramadhan tiba akan semakin banyak yang menggunakannya untuk pergi Tarawih. Dahulu bahwa lampion Semarang pada awalnya bernama Dian Kurung ini dibuat pada 1942.[4] Nama Dian Kurung diambil dari kata Dian yang berarti lampu, dan Kurung berarti kurungan. Pada bagian tengah Teng-Teng terdapat rangka berputar yang di tempeli kertas berbentuk Kambing, Naga, Unta, dan lainnya. Sehingga saat lilin di dalam Teng-tengan dinyalakan, bayangan kertas akan bergerak mengelilingi sisi Teng-Teng itu berputar sendiri. Teng-Teng merupakan lampion berbentuk prisma persegi delapan, berbeda dengan lampion Damar Kurung yang memiliki bentuk persegi empat. Upaya agar Teng-Teng tidak hilang di makan zaman maka pemerintah Kota Semarang mengadakan Festival BKB (Festival Sungai Banjir Kanal Barat), pada acara BKB Festival ratusan Teng-Teng[5] menghiasi sungai Banjir Kanal Barat (BKB) pada acara BKB Festival setiap tahun.

  • Teng Tengan Ciluk

adalah lampion khas dari Kota Surabaya. Teng Tengan Ciluk merupakan tradisi Kota Surabaya. Upaya agar Ting tidak hilang di makan zaman maka pemerintah Kota Surabaya mengadakan Festival Topeng Mauludan[6] di Taman Bungkul Surabaya.

Teng-tengan Ciluk yang menyerupai lampion tetapi terbuat dari tanah liat, adalah bagian khas seni budaya Surabaya yang dimainkan pada saat memperingati Mauludan dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW.

Tetapi saat ini Teng-tengan Ciluk sudah tidak lagi dimainkan anak-anak di Surabaya. Sudah lama hilang, padahal itu bagian dari ciri khas dan kearifan lokal.

Bentuknya seukuran buah kelapa. Di beberapa bagian dibuat berlubang sedemikian rupa untuk tempat lilin atau minyak goreng yang diberi sumbu dan dinyalakan. Biasanya di kampung-kampung anak-anak memainkan Teng-tengan Ciluk sambil mengenakan topeng kertas.

Lihat pula sunting

Referensi sunting