Koma diabetes merupakan gangguan atau kelainan yang berpotensi mengancam nyawa yang menyebabkan ketidaksadaran.[1] Meski begitu koma diabetes bersifat reversibel.[2] Gangguan ini dapat terjadi karena glukosa darah terlalu tinggi (hiperglikemia) atau glukosa darah terlalu rendah (hipoglikemia). [3] Terdapat 3 tipe diabetes koma yaitu hipoglikemik diabetik, ketoasidosis diabetik dan sindrom hiperosmolar diabetik. [4]

Tipe sunting

Hipoglikemik sunting

Hipoglikemia merupakan kondisi kadar glukosa darah yang rendah (dibawah 55 mg/dl atau 3,0 mmol/l).[5] Tubuh konstan memerlukan gula untuk bekerja, sehingga pada kasus yang parah, kadar gula darah rendah dapat menyebabkan pingsan. Kadar gula darah yang rendah dapat disebabkan oleh kelebihan insulin atau kurangnya asupan makanan. Efek serupa juga bisa terjadi karena aktivitas fisik yang terlalu intens atau konsumsi alkohol berlebih tanpa makan. [1]

Orang yang mengalami diabetes tipe 1 dan 2 memiliki risiko lebih besar dapat mengalami koma diabetes. [3] Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu gejala adrenergik dan gejala neuroglikopenik. Gejala adrenergik meliputi berkeringat, kehangatan, kecemasan, tremor, mual, palpitasi, takikardia (detak jantung cepat), serta rasa lapar. Sementara itu, gejala neuroglikopenik melibatkan perubahan perilaku, perubahan dalam penglihatan atau bicara, kebingungan, pusing, kelesuan, kejang, kehilangan kesadaran, dan bahkan koma. [5]

Ketoasidosis sunting

Diabetes ketoasidosis (Diabetic ketoacidosis disingkat DKA) adalah suatu kondisi dimana keton terakumulasi pada tubuh. Akumulasi keton bisa terjadi karena kekurangan insulin, sehingga biasanya diabetes ketoasidosis terjadi pada pasien diabetes tipe 1. Kadar insulin rendah atau tidak mencukupi menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber tenaga. Proses ini akan menghasilkan produk sampingan berupa keton. Jika tubuh terus kekurangan insulin, akan terjadi penumpukan keton yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan asam basa di dalam tubuh.[6]

DKA biasanya terjadi secara perlahan, tetapi jika terjadi muntah, kondisi ini dapat menjadi mengancam jiwa dalam waktu beberapa jam. Gejala awal meliputi rasa haus yang berlebihan atau mulut yang sangat kering, frekuensi buang air kecil yang sering, kadar glukosa darah (gula darah) tinggi, dan kadar keton tinggi dalam air seni. Selanjutnya, gejala lain mungkin muncul, seperti kelelahan yang terus-menerus, kulit yang kering atau memerah, mual, muntah, atau sakit perut. Jika muntah berlanjut selama lebih dari dua jam, disarankan untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan. Gejala lain yang dapat muncul meliputi kesulitan bernapas, bau buah pada napas, kesulitan dalam memperhatikan, atau kebingungan [7]

Sindrom hiperosmolar diabetes sunting

Sindrom hiperosmolar diabetes (Hyperosmolar hyperglycemic syndrome disingkat HHS) merupakan kondisi yang diakibatkan komplikasi diabetes melitus. Sindrom hiperosmolar diabetes umum terjadi pada diabetes tipe 2 sekitar 90% - 95% dan paling sering muncul pada pasien dengan obesitas.[8]

Koma diabetes hiperosmolar dapat terjadi karena level glukosa dalam darah tinggi (hiperglikemia) dan dehidrasi. Beberapa hal yang menyebabkan naiknya kadar gula darah, misalnya lupa mengonsumsi obat diabetes atau insulin, infeksi atau sakit seperti flu atau pneumonia dan memakan makanan atau minuman manis dalam jumlah tinggi.[4] Koma bisa terjadi jika kadar gula darah berada di atas 600 miligram per desiliter (mg/dL), atau 33,3 milimol per liter (mmol/L), disebut sindrom hiperosmolar diabetes. [1]

Sindrom hiperosmolar diabetes menunjukkan gejala seperti rasa haus yang terus meningkat dan sering buang air kecil, merasa lemah, mual, kehilangan berat badan, mulut dan lidah kering, demam, kejang, kebingungan, dan bahkan koma. Gejala-gejala ini dapat memburuk dalam rentang waktu beberapa hari atau minggu. Selain itu, penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala lain seperti hilangnya sensasi atau fungsi otot, masalah dengan gerakan tubuh, serta gangguan bicara.[9]

Penanganan sunting

Pasien yang mengalami koma diabetes harus segera ditangani agar mengurangi risiko kerusakan otak atau kematian. Jika pasien mengalami hipoglikemia dapat diberikan infus, suplemen fosfat, natrium, kalium dan insulin. Sementara itu jika mengidap hiperglikemia pasien bisa mendapatkan glukagon, infus dan larutan dekstrosa 50%.[3]

Referensi sunting

  1. ^ a b c "Diabetic coma - Symptoms and causes". Mayo Clinic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-12. 
  2. ^ Irwin, Richard S.; Rippe, James M. (2008). Irwin and Rippe's Intensive Care Medicine (dalam bahasa Inggris). Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-0-7817-9153-3. 
  3. ^ a b c "Diabetes-Related Coma: Causes, Risk Factors, Treatment & Prevention". Cleveland Clinic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-12. 
  4. ^ a b Services, Department of Health & Human. "Diabetic coma". www.betterhealth.vic.gov.au (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-12. 
  5. ^ a b Desimone, Marisa E.; Weinstock, Ruth S. (2000). Feingold, Kenneth R.; Anawalt, Bradley; Blackman, Marc R.; Boyce, Alison; Chrousos, George; Corpas, Emiliano; de Herder, Wouter W.; Dhatariya, Ketan; Dungan, Kathleen, ed. Hypoglycemia. South Dartmouth (MA): MDText.com, Inc. PMID 25905360. 
  6. ^ "Diabetic ketoacidosis". nhs.uk (dalam bahasa Inggris). 2017-10-18. Diakses tanggal 2023-04-12. 
  7. ^ "Diabetes & DKA (Ketoacidosis) | ADA". diabetes.org. Diakses tanggal 2023-04-12. 
  8. ^ Adeyinka, Adebayo; Kondamudi, Noah P. (2023). Hyperosmolar Hyperglycemic Syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 29489232. 
  9. ^ "Diabetic hyperglycemic hyperosmolar syndrome: MedlinePlus Medical Encyclopedia". medlineplus.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-12.