Keseimbangan alam adalah sebuah konsep keseimbangan makhluk hidup dengan alam yang menjadi lingkungan hidupnya. Keberadaan hewan karnivor dan omnivor membentuk keseimbangan pada rantai makanan yang menjadi salah satu komponen lingkungan yang membentuk keseimbangan alam. Kerusakan pada keseimbangan alam umumnya disebabkan oleh ulah manusia. Keseimbangan alam yang rusak akan membentuk keseimbangan alam yang baru.

Konsep sunting

Konsep keseimbangan alam selalu didasari oleh fungsi komponen lingkungan yang berhubungan dengan aspek ekologis.[1] Setiap komponen lingkungan di alam terikat hukum ketergantungan yang membuatnya tidak dapat mandiri secara mutlak. Adanya saling ketergantungan, saling berkebutuhan dan saling mempengaruhi antara komponen lingkungan menjadi pembentuk keseimbangan alam.[2]

Keseimbangan alam terjadi karena keberadaan energi di dalam makhluk hidup dan benda mati.[3] Keadaan diam di dalam alam semesta tidak berkaitan dengan keseimbangan alam. Pergerakan yang terjadi di dunia yang menjadi pembentuk keseimbangan alam yang bersifat universal.[4] Dalam skala alam semesta, keseimbangan alam diartikan sebagai pergerakan yang stabil pada benda-benda langit yang sesuai dengan garis edarnya.[5]

Kestabilan sunting

Keseimbangan alam dapat terbentuk karena keberadaan semua makhluk hidup di alam. Masing-masing makhluk hidup memiliki peran tertentu dalam menciptakan keseimbangan alam yang harmonis.[6] Keseimbangan alam dapat terbentuk karena keberadaan hewan buas. Dalam rantai makanan, sebagian hewan buas berperan sebagai karnivor dan sebagaian lainnya sebagai herbivor. Hewan buas karnivor memakan hewan lainnya, sementara hewan buas herbivor memakan tumbuhan dalam skala besar.[7]

Secara tradisional, konsep keseimbangan alam ialah terjadinya interaksi antara alam dan manusia.[8] Kesejahteraan hidup manusia di dunia sangat bergantung kepada keseimbangan alam dengan makhluk hidup lainnya.[9] Terpeliharanya keseimbangan alam membuat kondisi makanan mengalami ketercukupan bagi manusia di dunia.[10]

Kerusakan sunting

Keberadaan manusia sunting

Keseimbangan alam selalu berkaitan dengan sistem lingkungan yang bekerja secara alami dengan sendirinya untuk keseimbangannya. Suatu keseimbangan alam umumnya tidak tercapai lagi ketika telah ada urusan manusia dalam sistem lingkungannya.[11] Keseimbangan alam dapat disebabkan oleh proses-proses alamiah dan ulah manusia. Namun ulah manusia menjadi penyebab terbesar atas rusaknya keseimbangan alam.[12] Manusia menjadi penyebab rusaknya keseimbangan alam ketika memiliki sikap yang tidak bertanggung-jawab dalam pemeliharaan lingkungan.[13] Kerusakan pada keseimbangan alam pada akhirnya memberikan penderitaan kepada manusia.[14]

Eksploitasi sumber daya alam sunting

Keberadaan sumber daya alam merupakan penjaga bagi keseimbangan alam.[15] Keseimbangan alam sangat dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi sumber daya alam dengan kemampuan daya dukung lingkungan.[16] Keseimbangan alam tidak terganggu ketika sumber daya alam hanya dimanfaatkan oleh manusia hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan hidup secukupnya.[17]

Keseimbangan alam akan mengalami kerusakan ketika manusia melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.[18] Penebangan hutan merusak keseimbangan alam di dalam tanah. Ikatan tanah yang rusak kemudian mengakibatkan tanah longsor.[19]

Kepunahan spesies kunci sunting

Keseimbangan alam akan terganggu dan rusak ketika spesies kunci di dalam suatu ekosistem mengalami kepunahan. Spesies kunci merupakan bagian dari komunitas dalam suatu ekosistem yang berperan sebagai penyeimbang ekosistem.[20]

Siklus sunting

Keseimbangan alam yang telah mengalami kerusakan akan membentuk kembali keseimbangan alam yang baru. Ini merupakan bagian dari hukum alam yang sifatnya universal. Bagi manusia, pembentukan keseimbangan alam yang baru akan terasa seperti sebuah kekacauan.[21] Sifat dari keseimbangan alam yang baru akan berbeda dengan keseimbangan alam yang lama. Perbedaannya bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Pembentukan keseimbangan alam yang baru dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama. Durasi pembentukannya sangat dipengaruhi oleh tingkat intensitas gangguan yang diterima oleh keseimbangan alam yang lama dan kemampuan pemulihannya. Pembentukan keseimbangan alam yang baru juga dapat bersifat merugikan atau menguntungkan bagi komunitas makhluk hidup yang berada di dalamnya.[22]

Referensi sunting

  1. ^ Syah, N., dan Danhas, Y. H. (Maret 2021). Ekologi Industri. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 268. ISBN 978-623-02-2544-4. 
  2. ^ Irwan, Zoer'aini Djamal (Oktober 2019). Hastuti, Sri Budi, ed. Lanskap Hutan Kota Berbasis Kearifan Lokal. Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 81. ISBN 978-602-444-712-0. 
  3. ^ Saputro, A. N. C., dkk. (2021). Watrianthos, R., dan Simarmata, J., ed. Pembelajaran Sains. Yayasan Kita Menulis. hlm. 57. ISBN 978-623-342-074-7. 
  4. ^ Mustofa, Agus. Akbar, Oka R., ed. Al-Qur'an Inspirasi Sains. Surabaya: PADMA Press. hlm. 25. ISBN 978-979-1070-50-8. 
  5. ^ Akhirudin (Oktober 2015). Hidup Seimbang Hidup Bahagia. Jakarta: Penerbit Gemilang. hlm. 50. ISBN 978-602-71503-4-8. 
  6. ^ Triastuti, dkk. (Februari 2023). Karim, Abdul, ed. Ekologi dan Pencemaran Lingkungan. Yayasan Kita Menulis. hlm. 2. ISBN 978-623-342-709-8. 
  7. ^ LingkarKata (2019). Sutedja, Tety R., ed. Buku Pintar Hewan Buas. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hlm. 1. ISBN 978-602-04-9596-5. 
  8. ^ Saputra, Koesnadi, ed. (2017). Akupunktur Dasar (edisi ke-2). Surabaya: Airlangga University Press. hlm. 6. ISBN 978-602-6606-26-6. 
  9. ^ Sani, Ridwan Abdullah (Juli 2015). Nusroh, Nur Laily, ed. Sains Berbasis Alquran (edisi ke-2). Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 115. ISBN 978-602-217-558-2. 
  10. ^ Bahagia (Desember 2015). Masuk Surga karena Memungut Sampah. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 329. ISBN 978-979-461-976-6. 
  11. ^ Danhas, Y., dan Muchtar, B. (Januari 2021). Inayati, Arifa, ed. Ekonomi Lingkungan. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 20. ISBN 978-623-02-2159-0. 
  12. ^ Mujiburrahman (2017). Humor, Perempuan dan Sufi. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 119. ISBN 978-602-04-2060-8. 
  13. ^ Sani, Ridwan Abdullah (Juli 2020). Hastuti, Sri Budi, ed. Al-Qur'an dan Sains. Jakarta: Amzah. hlm. 151. ISBN 978-602-0875-97-2. 
  14. ^ Al Indunisi, Syaifuddin (Juli 2013). Nabi Muhammad Sang Penyayang. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 162. ISBN 978-979-27-9493-9. 
  15. ^ Salama, S., dkk. (Oktober 2022). Sulung, N., dan Sari, M., ed. Ilmu Lingkungan. Padang: PT Global Eksekutif Teknologi. hlm. 77. ISBN 978-623-8004-46-1. 
  16. ^ Sood, Muhammad (April 2019). Sari, Maya, ed. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta Timur: Sinar Grafika. hlm. 10. ISBN 978-979-007-848-2. 
  17. ^ Siombo, Marhaeni Ria (2012). Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia: Dilengkapi dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 2. ISBN 978-979-22-8763-9. 
  18. ^ Mustar, dkk. (November 2020). Rikki, Alex, ed. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yayasan Kita Menulis. hlm. 106. ISBN 978-623-6761-58-8. 
  19. ^ Wahyunindyawati dan Dyanasari (Oktober 2017). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 88. ISBN 978-602-475-184-5. 
  20. ^ Mangunjaya, Fachruddin M. (2005). Suryadi, S., dan Manullang, B. O., ed. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 82. ISBN 979-461-525-0. 
  21. ^ Yuniarto, Bambang (Maret 2013). Membangun Kesadaran Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 74. ISBN 978-602-7811-43-0. 
  22. ^ Zulkifli, Arif. Khalifah fil Ardhi. Jakarta Selatan: PT. Sumber Alam Langgeng Barakah. hlm. 56. ISBN 978-623-95163-2-1.