Keamanan pangan

disiplin ilmiah tentang penanganan, penyiapan, dan penyimpanan makanan dengan cara-cara yang mencegah penyakit bawaan makanan

Dalam Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dinyatakan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.[1]

Laboratorium FDA sedang menguji keberadaan mikroorganisme pada makanan laut

Keamanan pangan (atau higiene makanan) adalah metode/disiplin ilmiah berkaitan dengan penanganan, penyiapan, dan penyimpanan makanan untuk mencegah penyakit dari makanan atau keracunan makanan. Terjadinya dua atau lebih kasus penyakit serupa akibat konsumsi makanan biasa dikenal sebagai wabah keracunan makanan atau keracunan massal.[2][3]

Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan keamanan pangan sebagai suatu upaya untuk mencegah pangan tercemar baik secara biologis, cemaran kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman dikonsumsi.

Keamanan pangan mencakup sejumlah rutinitas yang harus diikuti untuk menghindari potensi bahaya kesehatan. Dengan cara ini, keamanan pangan sering tumpang tindih dengan ketahanan pangan untuk mencegah kerugian bagi konsumen. Keamanan pangan juga meliputi keamanan antara industri dan pasar, serta antara pasar dan konsumen. Dalam mempertimbangkan praktik industri ke pasar, pertimbangan keamanan pangan mencakup asal-usul pangan termasuk praktik yang berkaitan dengan pelabelan pangan, higiene pangan, bahan tambahan pangan dan residu pestisida, kebijakan bioteknologi pangan, pedoman pengelolaan sistem inspeksi dan sertifikasi untuk pangan impor dan ekspor pemerintah. Dalam mempertimbangkan praktik pasar ke konsumen, makanan harus aman saat beredar di pasaran, dengan memperhatikan pengiriman dan penyiapan makanan yang aman bagi konsumen.

Makanan dapat mengalami kontaminasi patogen atau zat berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit atau kematian manusia dan hewan. Jenis utama patogen dalam bahan pangan adalah bakteri, virus, kapang, dan jamur. Makanan juga dapat berfungsi sebagai media pertumbuhan dan reproduksi patogen. Di negara maju terdapat standar yang rumit untuk penyiapan bahan makanan, sedangkan di negara kurang berkembang biasanya hanya terdapat standar yang minimal dengan praktik penegakan yang kurang dari standar tersebut. Masalah utama lainnya adalah ketersediaan air bersih yang memadai, yang sering kali berperan penting dalam penyebaran berbagai penyakit.[4] Secara teoretis, keracunan makanan 100% dapat dicegah. Namun, hal ini sangat sukar dicapai karena banyaknya jumlah orang yang terlibat dalam rantai pasokan. Selain itu, patogen tetap dapat masuk ke dalam makanan tidak peduli berapa banyak tindakan dan upaya pencegahan yang dilakukan.

Masalah sunting

Masalah-masalah dan peraturan keamanan pangan meliputi:

  • praktik pertanian dan peternakan
  • praktik pembuatan makanan
  • zat tambahan bahan makanan (zat aditif)
  • makanan baru (makanan yang tidak memiliki riwayat konsumsi signifikan atau diproduksi dengan metode yang sebelumnya tidak pernah digunakan untuk makanan)
  • makanan yang dimodifikasi secara genetik
  • pelabelan makanan
  • kontaminasi makanan.

Kontaminasi makanan sunting

Kontaminasi makanan terjadi ketika makanan rusak akibat bercampur dengan zat lain. Kontaminasi dapat terjadi dalam proses produksi, transportasi, pengemasan, penyimpanan, penjualan, dan proses memasak. Kontaminasi dapat bersifat fisik, kimia, atau biologis.[5]

Kontaminasi fisik sunting

Kontaminan fisik (atau 'benda asing') adalah kontaminasi benda-benda seperti rambut, batang tanaman atau potongan plastik dan logam di dalam makanan.[6] Ketika benda asing memasuki makanan, benda itu adalah kontaminan fisik.[6] Jika benda asing tersebut adalah bakteri, maka akan terjadi pencemaran fisik maupun biologis. Sumber umum kontaminasi fisik adalah: rambut, kaca atau logam, hama, perhiasan, feses, dan kuku.[6]

Kontaminasi kimia sunting

Kontaminasi kimia terjadi ketika makanan terkontaminasi dengan bahan kimia, baik bahan kimia alami maupun buatan.[5] Sumber umum kontaminasi kimia dapat mencakup: pestisida, herbisida, obat-obatan hewan, kontaminasi dari sumber lingkungan (pencemaran air, udara atau tanah), kontaminasi silang selama pengolahan makanan, migrasi dari bahan kemasan pangan, adanya racun alami, atau penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak disetujui serta adanya cemaran.[7]

Kontaminasi biologis sunting

Pencemaran biologis mengacu pada makanan yang telah terkontaminasi oleh zat yang dihasilkan oleh makhluk hidup, seperti manusia, hewan pengerat, hama atau mikroorganisme.[8] Kontimiasi biologis termasuk kontaminasi bakteri, kontaminasi virus, atau kontaminasi parasit yang ditularkan melalui air liur, darah, atau feses hama.[8] Kontaminasi bakteri adalah penyebab paling umum dari keracunan makanan di seluruh dunia.[8] Jika lingkungan tinggi pati atau protein, air, oksigen, memiliki tingkat pH netral, dan berada pada suhu antara 5 °C dan 60 °C (zona bahaya) bahkan untuk periode waktu yang singkat (~0–20 menit),[9] bakteri cenderung bisa bertahan.[10]

Prosedur keamanan pangan sunting

Lima prinsip utama kebersihan makanan, menurut WHO, adalah:[11]

  • Cegah kontaminasi makanan dari patogen yang menyebar dari manusia, hewan peliharaan, dan hama.
  • Pisahkan makanan mentah dan matang untuk mencegah kontaminasi makanan yang dimasak.
  • Masak makanan untuk jangka waktu yang tepat dan pada suhu yang sesuai untuk membunuh patogen.
  • Simpan makanan pada suhu yang tepat.
  • Gunakan air yang aman dan bahan baku yang aman.

Penyimpanan yang tepat, kebersihan peralatan dan ruang kerja, pemanasan dan pendinginan dengan benar dan pada suhu yang memadai, dan menghindari kontak dengan makanan mentah lainnya bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya kontaminasi. Wadah kedap air dan kedap udara yang tertutup rapat adalah tindakan yang baik untuk membatasi kemungkinan kontaminasi fisik dan biologis selama penyimpanan. Menggunakan permukaan dan peralatan yang higienis dan bersih, bebas dari kotoran, bahan kimia, cipratan cairan, dan jenis makanan lainnya (berbeda dari jenis yang sedang disiapkan, yaitu mencampur sayuran/daging atau daging sapi/unggas) dapat membantu mengurangi kemungkinan segala bentuk kontaminasi. Namun, bahkan jika semua tindakan pencegahan telah diambil dan makanan telah disiapkan dan disimpan dengan aman, bakteri masih dapat terbentuk dari waktu ke waktu selama penyimpanan. Makanan harus dikonsumsi dalam satu hingga tujuh (1-7) hari selama disimpan di lingkungan yang dingin, atau satu hingga dua belas (1-12) bulan jika berada di lingkungan beku (jika dibekukan segera setelah disiapkan).[12][13] Lamanya waktu sebelum suatu makanan menjadi tidak aman untuk dimakan tergantung pada jenis makanannya, lingkungan sekitarnya, dan metode penyimpanannya dari zona bahaya.

Standar sunting

ISO 22000 adalah standar yang dikembangkan oleh Organisasi Standardisasi Internasional terkait dengan manajemen keamanan pangan. Standar ini adalah turunan umum dari ISO 9000. Standar internasional ISO 22000 menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan yang melibatkan komunikasi interaktif, manajemen sistem, program prasyarat, prinsip-prinsip HACCP. ISO 22000 pertama kali diterbitkan pada tahun 2005. Standar ini adalah puncak dari semua upaya sebelumnya dari berbagai sumber dan bidang yang menjadi perhatian keamanan pangan untuk menyediakan produk akhir yang seaman mungkin dari patogen dan kontaminan lainnya. Setiap 5 tahun standar ini ditinjau untuk menentukan apakah revisi diperlukan, untuk memastikan bahwa standar tetap relevan dan berguna untuk bisnis dan industri.[14]

Referensi sunting

  1. ^ Nuraida, Lilis (2014). Keamanan Pangan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. hlm. 1. ISBN 9789790113930. 
  2. ^ Texas Food Establishment Rules. Texas DSHS website: Texas Department of State Health Services. 2015. hlm. 6. 
  3. ^ Rakhmawati, Anna; Umniyatie, Siti; Yulianti, Evy (11 September 2017). "Pelatihan Identifikasi Potensi Hazard Bahan Pangan Sebagai Upaya Pencegahan Keracunan Jajanan Anak Sekolah". Jurnal Pengabdian Masyarakat MIPA dan Pendidikan MIPA. 1 (2): 62–69. doi:10.21831/jpmmp.v1i2.15561. ISSN 2549-4899. 
  4. ^ Shiklomanov, I. A. (2000). "Appraisal and Assessment of World Water Resources" (PDF). Water International. International Water Resources Association. hlm. 11–32. 
  5. ^ a b "What is Food Contamination?". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-06-23. Diakses tanggal 2018-06-10. 
  6. ^ a b c "Physical contaminants in food, identification and prevention at Campden BRI". www.campdenbri.co.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-06-10. 
  7. ^ "Modern Analysis of Chemical Contaminants in Food - Food Safety Magazine". www.foodsafetymagazine.com. Diakses tanggal 2018-06-10. 
  8. ^ a b c "What are the different types of food contamination?". Diakses tanggal 2018-06-10. 
  9. ^ "Danger Zone". www.fsis.usda.gov. Diakses tanggal 2018-11-21. 
  10. ^ "Food Safety and the Different Types of Food Contamination". Diakses tanggal 2018-06-23. 
  11. ^ "Prevention of foodborne disease: Five keys to safer food". World Health Organization. Diakses tanggal 2010-12-10. 
  12. ^ Zeratsky, Katherine. "How long can you safely keep leftovers in the refrigerator?". Mayo Clinic. Katherine Zeratsky, R.D., L.D. Diakses tanggal 2018-11-21. 
  13. ^ "Storage Times for the Refrigerator and Freezer". FoodSafety.gov. Diakses tanggal 2018-11-21. 
  14. ^ "ISO - ISO 22000 — Food safety management". ISO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 5 Oktober 2021. 

Bacaan lanjutan sunting

Jurnal

Pranala luar sunting