Kaum Quaker

denominasi Kristen

Kaum Quaker atau Perkumpulan Agama Sahabat (Inggris: Religious Society of Friends) adalah suatu kelompok Kristen Protestan, yang muncul pada abad ke-17 di Inggris. Pendiri "Perkumpulan Agama Sahabat" adalah George Fox (1624-1691), putra seorang tukang tenun yang lahir di Leicestershire, Inggris. Konon, setelah mendengar suatu suara ajaib, Fox menyimpulkan bahwa ia dapat berbicara langsung dengan Allah dan menerima pencerahan tanpa perantara manusia. "Menurut cerita turun-temurun, 1652 adalah tahun berdirinya Perkumpulan Sahabat," kata buku A Religious History of the American People. Doktrin intinya adalah "keimaman semua orang percaya",[1][2] suatu doktrin yang diturunkan dari sebuah ayat dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen, 1 Petrus 2:9.[3] Kebanyakan kaum Quaker memandang diri mereka sebagai suatu denominasi Kristen, dan konsepnya meliputi pengertian kekristenan dari para penganut evangelikalisme, gerakan kekudusan atau holiness, protestan umum dan liberal, serta tradisional.

Pendle Hill, Inggris, tempat tonggak sejarah Kaum Quaker dari Perkumpulan Agama Sahabat
George Fox berperan penting dalam berdirinya Perkumpulan Agama Sahabat

Pada tahun 1650, George Fox dibawa ke hadapan mahkamah "Magistrat Inggris dan Wales", yaitu hakim Gervase Bennet dan Nathaniel Barton, dengan tuduhan penyesatan agama. Menurut otobiografi George Fox, Bennet "adalah orang pertama yang menyebut kami 'Quakers', karena aku menghimbau mereka untuk gemetar akan Firman Allah".[4] Diyakini bahwa George Fox merujuk pada ayat Yesaya 66:2 atau Ezra 9:4. Sehingga nama Quaker mulanya adalah cara mengejek peringatan George Fox, tetapi kemudian diterima kalangan luas dan digunakan oleh sejumlah pengikut Quakers.[5]

Pengajaran sunting

Cita-cita kaum Quaker adalah menemukan kebenaran agama dan menghidupkan kembali Kekristenan yang mula-mula. Untuk mendapat bimbingan, mereka mengaku berpaling kepada Roh Kudus, para nabi Alkitab, para rasul Kristus, dan "cahaya" atau "suara" batin, yang dianggap sebagai kebenaran rohani. Maka, pertemuan mereka pada dasarnya adalah saat-saat hening ketika setiap orang dalam kelompok mencari bimbingan Allah. Siapa yang menerima pesan ilahi dapat berbicara.

Kaum Quaker percaya akan keadilan, kejujuran yang tak kenal kompromi, gaya hidup sederhana, dan sikap anti kekerasan. Mereka juga percaya bahwa semua orang Kristen, termasuk wanita, hendaknya berperan dalam pelayanan. Karena mereka menolak sistem agama, menghindari ritus yang semarak, serta mengaku dibimbing oleh suara batin dan bukannya oleh golongan pendeta, kaum Quaker ditakuti dan dicurigai semua orang. Yang paling merisaukan dari semuanya adalah semangat menginjil mereka yang menyulut kemarahan, amuk massa, dan campur tangan pejabat.

Di Inggris, kaum Quaker ditindas dan dipenjarakan, dan di New England mereka juga diusir dan bahkan dibunuh. Misalnya, antara tahun 1659 dan 1661, para misionaris bernama Mary Dyer, William Leddra, William Robinson, dan Marmaduke Stephenson digantung di Boston. Yang lain diborgol, diselar, atau dicambuk. Ada yang telinganya dipotong. Seorang pria bernama William Brend mendapat 117 cambukan di punggungnya dengan tali yang dilapisi ter. Namun, tidak soal adanya kebrutalan demikian, kaum Quaker terus bertambah banyak.

Latar Belakang sunting

 
William Penn, pengikut Quaker dan pendiri Pennsylvania.

Mulai tahun 1681, kehidupan kaum Quaker di Amerika Utara berubah drastis. Dalam sebuah eksperimen yang disebut “eksperimen suci” ketatanegaraan, William Penn (1644-1718), seorang pemuda Inggris yang masuk Pekumpulan Sahabat, mendirikan sebuah koloni yang berlandaskan prinsip-prinsip Quaker dan dikelola oleh kaum Quaker. Walaupun ia adalah anak seorang Laksamana Inggris, Penn sendiri antiperang dan pernah dipenjarakan karena memberitakan serta menulis pandangannya.

Untuk membayar utang kepada ayah Penn, Takhta Inggris menghibahkan kepada Penn tanah yang luas di Amerika Utara. Sebuah piagam kerajaan memberikan kepada Penn muda kekuasaan yang hampir tak terbatas atas koloni baru itu, yang disebut Pennsylvania, artinya "Hutan Penn", untuk mengenang Laksamana Penn. Di sana, orang dengan berbagai kepercayaan bakal menikmati kebebasan beragama.

Mula-mula, Penn mengutus sepupunya, William Markham, ke Amerika untuk bertindak sebagai wakilnya guna memastikan keloyalan sejumlah penduduk Eropa di daerah koloni baru itu dan untuk membeli tanah dari Penduduk Asli Amerika. Pada tahun 1682, Penn bertolak menyusuri Sungai Delaware dan untuk pertama kalinya melihat koloninya. Ia membuat suatu kesepakatan yang adil dengan penduduk setempat di Shackamaxon (kini disebut Kensington, bagian dari Philadelphia). Kemudian, sekitar satu kilometer dari Shackamaxon, ia merencanakan dan menamai sebuah pemukiman baru, yang ia sebut Philadelphia, artinya "Kasih Persaudaraan". Permukiman ini berkembang pesat.

Penn kembali ke Inggris dan mengiklankan koloni baru itu untuk menganjurkan orang-orang pindah ke sana. Ia melukiskan sebagai tanah yang bagus dan berhutan, dengan sungai yang menawan, serta binatang liar, juga bulu binatang. Ia berjanji bahwa pemerintahan baru ini akan menggalang toleransi agama dan orang akan hidup berdampingan dengan damai. Siapa pun diterima—saudagar, orang miskin, dan orang-orang idealis yang bersemangat membantu terwujudnya pemerintahan yang baik.

Harapan untuk terbebas dari ketegangan sosial dan politik di Eropa memikat kaum Quaker di Inggris dan Irlandia Utara. Demikian pula dengan kaum Menno dan kelompok sejenis dari daerah Rhine di Eropa. Sebagian besar pemukim pertama adalah kaum Quaker, dan Penn membuat pernyataan tentang mulainya masa depan yang menjanjikan bagi koloni itu. Pada tahun 1683, ia menulis, "Dua musyawarah umum telah diadakan, ... dan setidaknya tujuh puluh undang-undang telah disahkan tanpa satupun keberatan". Akan tetapi, semua optimisme itu ternyata tidak bertahan lama.

Eksperimen Suci Buyar sunting

 
Kaum Quakers di Pennsylvania bertemu dengan Penduduk Asli Amerika

Undang-Undang dasar koloni Penn memberikan kebebasan berhati nurani bagi semua. Maka, sewaktu kekerasan dianggap perlu demi tegaknya hukum dan ketertiban, sikap antiperang kaum Quaker menimbulkan masalah—yang kian meruncing. Pada mulanya, Penn menyepelekan masalah ini dengan mengangkat wakil-wakil non-Quaker yang ia katakan akan “berlaku keras terhadapa tetangga-tetangga kita bila perlu”. Pada tahun 1689, kemungkinan pecahnya perang dengan Prancis semakin merongrong prinsip-prinsip Quaker.

Selain masalah di atas, banyak pemukim baru, yang sebagian besar bukan kaum Quaker, berdatangan dan merebut tanah dari Penduduk Asli Amerika. Oleh karena itu, seraya kaum Quaker menjadi minoritas, hubungan dengan Penduduk Asli semakin memanas.

Pukulan telak terhadap wewenang politik Quaker terjadi sewaktu gubernur dan dewan penasihatnya mengumumkan perang terhadap suku Delaware dan suku Shawnee pada tahun 1756. Sebagai tanggapan, kaum Quaker menarik diri dari pemerintahan, mengakhiri rezim mereka. Jadi sekitar 75 tahun setelah dimulai, “eksperimen suci” ketatanegaraan Penn tamat akhirnya.

Pada akhirnya, gairah keagamaan kaum Quaker juga mulai pudar seiring dengan bertambahnya kemakmuran materi mereka. Penganut Quaker bernama Samuel Fothergil berkata, "Karena semangat mereka condong kepada dunia ini, [pemukim Quaker] tidak dapat mengajar anak-anak mereka prinsip-prinsip yang mereka sendiri sudah lupakan". Beberapa waktu kemudian, sekte-sekte pun bermunculan.

Penn dan para pendukungnya boleh jadi memiliki cita-cita yang mulia dan berhasil dalam kurun waktu singkat; namun, mereka salah mengerti atau mengabaikan ajaran Yesus bahwa ia dan murid-muridnya “bukan bagian dari dunia”. (Yohanes 17:16) Jelaslah, upaya apa pun, tidak soal seberapa besar itikad baiknya untuk mencoba melebur agama dengan politik dunia ini, pada dasarnya tidak direstui oleh Allah dan Putra-Nya. (Yakobus 4:4; 1 Yohanes 5:19) Maka upaya itu tidak dapat berhasil.

Galeri sunting

Referensi sunting

  1. ^ "Quaker Faith & Practice". Britain Yearly Meeting. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-07-19. Diakses tanggal 2013-08-16. 
  2. ^ "Baltimore Yearly Meeting Faith & Practice 2011 draft". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-13. Diakses tanggal 2013-08-16. 
  3. ^ "'That of God' in every person". Quakers in Belgium and Luxembourg. 
  4. ^ George Fox (1694). George Fox: An Autobiography (George Fox's Journal). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-26. Diakses tanggal 2013-08-16. 
  5. ^ Margery Post Abbott et al., Historical dictionary of the Friends (Quakers) (2003) p. xxxi

Pustaka tambahan sunting

  • Sedarlah! November 2006, h. 10-2, Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.