International Indonesia Forum

International Indonesia Forum (IIF) adalah organisasi yang mengadakan seminar interdisipliner tahunan di Indonesia untuk "memfasilitasi kegiatan interaktif serta partisipasi mahasiswa dan pengajar"[1] baik di dalam maupun luar Indonesia. Awalnya dikembangkan sebagai program turunan Yale Indonesia Forum, IIF sekarang dikelola secara independen. Seminar ini pertama kali diadakan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada tahun 2008. Konferensi ke-7 diadakan di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung.

International Indonesia Forum
JenisKonferensi
FrekuensiTahunan
LokasiIndonesia
Tahun aktif2008–sekarang
Acara pertama2008
Terakhir diadakan2014
Acara berikutnya2015
LuasGlobal
Situs webiif.or.id

Tentang sunting

International Indonesia Forum dijalankan secara sukarela. Para pemateri acara tidak dikenakan biaya.[2] Pesertanya berasal dari kalangan akademik dan umum, termasuk organisasi non-akademik.[3] Hingga Agustus 2014[[Kategori:Articles containing potentially dated statements from Kesalahan ekspresi: Operator < tak terduga]], lima buku telah diterbitkan berdasarkan makalah yang dipaparkan di konferensi ini.

Sejarah sunting

Pada tahun 2003, Yale University di New Haven, Connecticut, membentuk forum diskusi interdisipliner untuk para akademisi yang memiliki ketertarikan profesional tentang Indonesia dan topik-topik terkaitnya. Forum ini dibentuk oleh tiga mahasiswa, Frank Dhont, YoonSeok Lee, Thomas Pepinsky, dan satu penasihat dari kalangan anggota fakultas, Indriyo Sukmono. Awalnya forum ini dikhususkan bagi "anggota komunitas Yale", namun ukurannya terus berkembang. Pada 2006, forum ini berhasil mengadakan konferensinya sendiri.[2][4]

Tahun 2007, muncul diskusi soal penyelenggaraan konferensi selanjutnya. Konferensinya akan bertempat di Indonesia untuk membantu kehadiran para Indonesianis dari luar Amerika Serikat, terutama yang menetap di Indonesia.[2] Konferensi kedua ini diharapkan mampu "memfasilitasi kegiatan interaktif serta partisipasi mahasiswa dan pengajar" dari Indonesia dan luar negeri.[1]

Konferensi pertama diadakan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada pertengahan 008. Atma jaya menangani biaya penyelenggaraan, sedangkan Yale menangani biaya publikasinya.[2] Konferensi ini bertemakan "Towards An Inclusive Democratic Indonesian Society: Bridging the Gap Between State Uniformity and Multicultural Identity Patterns",[5] tema yang dianggap "pas" oleh Alexander Claver karena saat itu berkembang isu mempertahankan keragaman dan "heterogeneitas dan homogeneitas masyarakat".[6] Claver menulis bahwa buku yang diterbitkan pasca-konferensi masih merupakan "sumber pemikiran yang kaya" walaupun tidak "memberi gambaran yang koheren" dan tidak berimbang. Menurutnya, pembaca akan menemukan hal-hal menarik di dalamnya.[7]

Forum kedua yang diadakan di Universitas Sanata Dharma (di Yogyakarta juga) membahas Pancasila, ideologi nasional Indonesia, dan perannya dalam era Reformasi.[8] Claver menulis bahwa ini adalah pengembangan dari tema yang dibahas di konferensi sebelumnya.[6] Di sini, separuh pesertanya adalah akademisi Indonesia, sisanya dari berbagai lembaga internasional.[9] Ulasan akademik terhadap buku konferensi (yang diterbitkan tahun selanjutnya) sangat negatif. R. E. Elson menulis bahwa bukunya "mengecewakan" dan materi subjeknya "terlalu banyak membahas identitas yang kosong dan tak bermakna dan terlalu banyak kalimat hampa serta teori yang tidak produktif".[10]

Beberapa universitas menjadi tuan rumah program ini pada tahun-tahun berikutnya, kebanyakan di Yogyakarta namun sempat diadakan di Semarang. Jumlah pesertanya terus meningkat tiap tahunnya. Konferensi internasional tahun 2011 dipisahkan dari organisasi induknya dan diberi nama International Indonesia Forum.[2] Konferensi bertemakan pendidikan untuk masa depan itu diadakan di Universitas Negeri Yogyakarta dan dihadiri 150 peserta dan pemateri.[11]

Konferensi tahun 2012 yang diisi 171 makalah dan 100 pembicara diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Para pembicaranya berasal dari sejumlah universitas dalam dan luar negeri, termasuk Harvard, Cornell, Berkeley, Sydney, Leiden, dan London School of Economics.[3] Rektor Universitas Gadjah Mada, Pratikno, menyatakan bahwa konferensi ini cocok bagi Indonesia sekaligus universitas, karena pendidikan sangat diperlukan untuk melawan korupsi.[12] Ini adalah konferensi IIF terakhir yang didukung Yale. Badan organisasi independen yang baru didirikan supaya penyelenggaraan konferensi ini bisa diteruskan secara bebas.[2]

Konferensi keenam diadakan di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada tahun 2013. Lebih dari 50 pemateri ikut serta dalam acara ini. Mengenai tema perubahan dan keberlangsungan negara, direktur program pascasarjana Sunan Kalijaga, Khoiruddin Nasution, menyatakan bahwa perubahan sangat cepat berkembang di Indonesia dan diharapkan agar IIF mampu memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia seputar solusi yang patut diambil.[13]

Pada tahun 2014, konferensi ketujuh diadakan di Hotel Puri Khatulistiwa Hotel di Jatinangor, Sumedang, hasil kolaborasi IIF dengan UIN Gunung Djati. Konferensi yang berlangsung selama dua hari ini terdiri dari enam sesi, dengan tiga panel pada setiap sesi dan empat pembicara pada setiap panel. Keenam-puluh empat pembicara berasal pelbagai universitas, termasuk University of Freiburg, Australian National University, dan Charles Darwin University, serta pelbagai negara, termasuk Malaysia, Australia, dan Amerika Serikat. Pembahasannya merangkup beberapa disiplin, termasuk hkum, sosiologi, sejarah, budaya, dan ekonomi. Ali Ramadhani, wakil rektor tiga dari UIN Gunung Djati, menyatakan bahwa para Indonesianis, termasuk mereka yang ikut serta di IIF, harus tetap percaya diri dalam meneliti isu-isu kontemporer.[14][15][16]

Konferensi sunting

Tanggal Lokasi Tema Ref
18–19 Juli 2008 Universitas Atma Jaya, Yogyakarta Towards An Inclusive Democratic Indonesian Society: Bridging the Gap Between State Uniformity and Multicultural Identity Patterns [5]
1–2 Juli 2009 Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Pancasila's Contemporary Appeal: Re-legitimizing Indonesia's Founding Ethos [17]
14–15 Juli 2010 Universitas Diponegoro, Semarang Social Justice and Rule of Law: Addressing the Growth of a Pluralist Indonesian Democracy [18]
27–28 Juni 2011 Universitas Negeri Yogyakarta Enriching Future Generations: Education Promoting Indonesian Self-Development [19]
9–10 Juli 2012 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Between the Mountain and the Sea: Positioning Indonesia [20]
21–22 Agustus 2013 UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Transformation towards the Future: Continuity versus Change in Indonesia [21]
19–20 Agustus 2014 UIN Sunan Gunung Djati, Bandung Representing Indonesia [22]

Publikasi sunting

  • Frank Dhont; Kevin W. Fogg; Mason C. Hoadley, ed. (2009). Towards an Inclusive Democratic Indonesian Society. International conference book series. 1. Yogyakarta: Atma Jaya University Press. ISBN 978-979-1317-93-1. 
  • Frank Dhont; Thomas J. Conners; Mason C. Hoadley; Kevin Ko, ed. (2010). Pancasila's Contemporary Appeal. International conference book series. 2. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press. ISBN 978-979-1088-56-5. 
  • Thomas J. Conners; Frank Dhont; Mason C. Hoadley; Adam D. Tyson, ed. (2011). Social Justice and the Rule of Law. International conference book series. 3. Semarang: Diponegoro University Press. ISBN 978-979-18375-8-3. 
  • Rommel A. Curaming; Frank Dhont, ed. (2012). Education in Indonesia. International conference book series. 4. Yogyakarta: Yogyakarta State University Press. ISBN 978-979-15709-5-4. 
  • Frank Dhont; Tracy Wright Webster; Rommel A. Curaming, ed. (2013). Between the Mountain and the Sea: Positioning Indonesia. International conference book series. 5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 978-979-420-824-3. 

Referensi sunting

Sumber sunting

Pranala luar sunting