Influenza

penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza

Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorokan, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelelahan, dan rasa tidak nyaman secara umum.[1]

Influenza
TEM dari virus influenza, diperbesar kurang lebih 100.000 kali lipat.
Informasi umum
SpesialisasiKedokteran keluarga, Pulmonologi, penyakit menular, Kedokteran gawat darurat Sunting ini di Wikidata
PenyebabVirus influenza (famili Orthomyxoviridae)

Walaupun sering tertukar dengan penyakit mirip influenza lainnya, terutama selesma, influenza merupakan penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan selesma dan disebabkan oleh jenis virus yang berbeda.[2] Influenza dapat menimbulkan mual dan muntah, terutama pada anak-anak,[1] namun gejala tersebut lebih sering terdapat pada penyakit gastroenteritis, yang sama sekali tidak berhubungan, yang juga kadang kala secara tidak tepat disebut sebagai "flu perut".[3] Flu kadang kala dapat menimbulkan pneumonia viral secara langsung maupun menimbulkan pneumonia bakterial sekunder.[4]

Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung atau ingus. Bisa pula menular melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakit ini belum sepenuhnya diketahui.[5] Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan deterjen.[6][7] Sering mencuci tangan dan menjalankan pola hidup sehat akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi dengan sabun.[8]

Influenza menyebar ke seluruh dunia dalam epidemi musiman, yang menimbulkan kematian 250.000 dan 500.000 orang setiap tahunnya,[9] bahkan sampai jutaan orang pada beberapa tahun pandemik. Rata-rata 41.400 orang meninggal tiap tahunnya di Amerika Serikat dalam kurun waktu antara tahun 1979 sampai 2001 karena influenza.[10] Pada tahun 2010 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat mengubah cara mereka melaporkan perkiraan kematian karena influenza dalam 30 tahun. Saat ini mereka melaporkan bahwa terdapat kisaran angka kematian mulai dari 3.300 sampai 49.000 kematian per tahunnya.[11]

Tiga pandemi influenza terjadi pada abad keduapuluh dan telah menewaskan puluhan juta orang. Tiap pandemi tersebut disebabkan oleh munculnya galur baru virus ini pada manusia. Seringkali, galur baru ini muncul saat virus flu yang sudah ada menyebar pada manusia dari spesies binatang yang lain, atau saat galur virus influenza manusia yang telah ada mengambil gen baru dari virus yang biasanya menginfeksi unggas atau babi. Galur unggas yang disebut H5N1 telah menimbulkan kekhawatiran munculnya pandemi influenza baru, setelah kemunculannya di Asia pada tahun 1990-an, tetapi virus tersebut belum berevolusi menjadi bentuk yang menyebar dengan mudah dari manusia-ke-manusia.[12] Pada April 2009 sebuah galur virus flu baru berevolusi yang mengandung campuran gen dari flu manusia, babi, dan unggas, yang pada awalnya disebut "flu babi" dan juga dikenal sebagai influenza A/H1N1, yang muncul di Meksiko, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi mendeklarasikan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009 (lihat pandemi flu 2009). Deklarasi WHO mengenai pandemi tingkat 6 merupakan indikasi penyebaran virus, bukan berat-ringannya penyakit, galur ini sebetulnya memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan wabah virus flu biasa.[13]

Vaksinasi terhadap influenza biasanya tersedia bagi orang-orang di negara berkembang.[14] Ternak unggas sering divaksinasi untuk mencegah musnahnya seluruh ternak.[15] Vaksin pada manusia yang paling sering digunakan adalah vaksin influenza trivalen (trivalent influenza vaccine [TIV]) yang mengandung antigen yang telah dimurnikan dan diinaktivasi terhadap tiga galur virus. Biasanya, vaksin jenis ini mengandung material dari dua galur virus influenza subtipe A dan satu galur influenza subtipe B.[16] TIV tidak memiliki risiko menularkan penyakit, dan memiliki reaktivitas yang sangat rendah. Vaksin yang diformulasikan untuk satu tahun mungkin menjadi tidak efektif untuk tahun berikutnya, karena virus influenza berevolusi dengan cepat, dan galur baru akan segera benggantikan galur yang lama. Obat-obatan antivirus dapat dipergunakan untuk mengobati influenza, neuraminidase inhibitor (seperti Tamiflu atau Relenza)[17] yang terutama efektif.

Klasifikasi

Jenis-jenis virus

Dalam klasifikasi virus, virus influenza termasuk virus RNA yang merupakan tiga dari lima genera dalam famili Orthomyxoviridae:[18]

Virus-virus tersebut memiliki kekerabatan yang jauh dengan virus parainfluenza manusia, yang merupakan virus RNA yang merupakan bagian dari famili paramyxovirus yang merupakan penyebab umum dari infeksi pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis),[19] namun dapat juga menimbulkan penyakit yang serupa dengan influenza pada orang dewasa.[20]

Virus influenza A

Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A. Kadang kala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.[21]

Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini.[22] Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi pada manusia, adalah:

Virus influenza B

Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia[22] dan lebih jarang dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut[24] dan musang.[25] Jenis influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A[26] dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B.[22] Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin.[27] Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.[28]

Virus influenza C

Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing, dan babi, kadang kala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal.[29][30] Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.[31][32]

Struktur, sifat, dan tata nama subtipe

Virus influenza A, B, dan C sangat serupa pada struktur keseluruhannya.[33] Partikel virus ini berdiameter 80-120 nanometer dan biasanya kurang-lebih berbentuk seperti bola, walaupun bentuk filamentosa mungkin saja ada.[34][35] Bentuk filamentosa ini lebih sering terjadi pada influenza C, yang dapat membentuk struktur seperti benang dengan panjang mencapai 500 mikrometer pada permukaan dari sel yang terinfeksi.[36] Namun, walaupun bentuknya beragam, partikel dari seluruh virus influenza memiliki komposisi yang sama.[36] Komposisi tersebut berupa envelope virus yang mengandung dua tipe glikoprotein, yang membungkus suatu inti pusat. Inti pusat tersebut mengandung genom RNA dan protein viral lain yang membungkus dan melindungi RNA. RNA cenderung terdiri dari satu untaian, namun pada kasus-kasus khusus dapat berupa dua untaian.[35] Pada virus, genom virus tidak terdiri dari satu rangkaian asam nukleat; namun biasanya terdiri dari tujuh atau delapan bagian RNA negative-sense yang tersegmentasi, tiap-tiap bagian RNA mengandung satu atau dua gen.[36] Contohnya, genom influenza A mengandung 11 gen dalam delapan bagian RNA, yang mengode 11 protein: hemagglutinin (HA), neuraminidase (NA), nukleoprotein (NP), M1, M2, NS1, NS2 (NEP: nuclear export protein), PA, PB1 (polymerase basic 1), PB1-F2 dan PB2.[37]

Hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) merupakan dua flikoprotein besar yang berada di luar partikel virus. HA merupakan lektin yang memediasi ikatan (binding) virus terhadap sel target dan masuknya genom virus pada sel target, sementara NA terlibat dalam lepasnya anak virus dari sel yang terinfeksi, dengan membelah gula yang berikatan pada partikel virus dewasa.[38] Oleh karena itu, protein ini merupakan target bagi obat-obat antivirus.[39] Dan lagi, keduanya merupakan antigen, dimana antibodi terhadap antigen tersebut dapat diciptakan. Virus influenza A diklasifikasikan menjadi subtipe berdasarkan respons antibodi terhadap HA dan NA. Jenis-jenis HA dan NA tersebut merupakan pembedaan H dan N dalam, penamaan virus, misalnya H5N1.[40] Terdapat 16 subtipe H dan 9 subtipe N yang telah diketahui, tetapi hanya H 1, 2, dan 3, serta N 1 dan 2 yang umumnya ditemukan pada manusia.[41]

Replikasi

Virus dapat bereplikasi hanya pada sel hidup.[42] Infeksi dan replikasi influenza merupakan proses bertahap: pertama, virus harus berikatan dengan sel dan memasuki sel, kemudian memindahkan genomnya pada suatu tempat dimana virus tersebut dapat memproduksi duplikat dari protein virus dan RNA, kemudian menyusun komponen-komponen tersebut menjadi partikel virus baru, dan terakhir, keluar dari sel inang.[36]

Virus influenza berikatan melalui hemagglutinin dengan gula asam sialat pada permukaan sel epitel, biasanya pada hidung, tenggorok, dan paru-paru mamalia, dan usus unggas (tahap 1 pada gambar infeksi).[43] Setelah hemagglutinin dipecah oleh protease, sel akan memasukkan virus melalui proses endositosis.[44]

Setelah berada di dalam sel, kondisi asam dalam endosom akan menyebabkan dua kejadian terjadi: pertama, bagian dari protein hemagglutinin akan menyatukan envelope virus dengan membran vakuola, kemudian kanal ion M2 akan memungkinkan proton untuk berpindah melewati envelope virus dan mengasamkan inti virus, yang akan menyebabkan inti menjadi terurai dan melepaskan RNA virus dan protein inti.[36] Molekul RNA virus (vRNA), protein aksesoris, dan RNA polymerase yang bergantung pada RNA (RNA-dependent RNA polymerase) akan dilepaskan pada sitoplasma (Tahap 2).[45] Kanal ion M2 akan disekat (diblok) oleh obat amantadine, yang akan mencegah infeksi.[46]

Protein inti ini berserta dengan vRNA akan membentuk kompleks yang akan ditranspor ke inti sel, di mana polimerase RNA yang bergantung RNA akan memulai transkripsi vRNA komplementer sense positif (langkah 3a dan b).[47] vRNA dapat keluar menuju sitoplasma dan mengalami translasi (langkah 4) atau tetap bertahan pada nucleus. Protein virus yang baru disintesis dapat disekresi melalui apparatus Golgi menuju permukaan sel (pada neuraminidase dan hemagglutinin, langkah 5b) atau ditranspor kembali menuju inti sel untuk berikatan dengan vRNA dan membentuk partikel genom virus yang baru (langkah 5a). Protein virus lainnya memiliki kerja yang beragam pada sel inang, termasuk mengurai mRNA seluler dan mempergunakan nukleotida bebas untuk sintesis vRNA dan juga menghambat translasi mRNA dan juga menghambat translasi mRNA sel inang.[48]

vRNA negative-sense yang membentuk genom dari calon virus, RNA polimerase yang bergantung RNA (RNA-dependent RNA polymerase), dan protein virus lain akan disusun menjadi virion. Molekul hemagglutinin dan neuraminidase akan berkelompok membentuk suatu tonjolan pada permukaan sel. vRNA dan protein inti virus akan meninggalkan inti sel dan memasuki penonjolan membran ini (langkah 6). Virus dewasa akan melakukan budding off dari sel dalam suatu bentuk bola yang terdiri dari membran fosfolipid inang, memperoleh hemagglutinin dan neuraminidase yang terkandung dalam lapisan membran ini (langkah 7).[49] Seperti sebelumnya, virus akan berikatan melalui hemagglutinin; virus dewasa akan melepaskan diri apabila neuraminidase mereka telah memecah residu asam sialat dari sel inang.[43] Obat yang menghambat neuraminidase, seperti oseltamivir, akan mencegah lepasnya virus infeksius baru dan mencegah replikasi virus.[39] Setelah lepasnya virus influenza baru, sel inang akan mati.

Karena tidak terdapatnya enzim proofreading RNA, polimerase RNA yang bergantung RNA yang mengkopi genom virus akan melakukan kesalahan kurang lebih setiap 10 ribu nucleotida, yang sesuai dengan rata-rata dari vRNA influenza. Oleh karena itu, sebagian besar dari virus influenza yan selesai dirangkai adalah mutan; hal ini akan menimbulkan hanyutan antigen, yang merupakan perubahan lambat pada antigen pada permukaan virus seiring dengan berjalannya waktu.[50] Pemisahan genom menjadi delapan segmen vRNA yang terpisah memungkinkan percampuran atau reassortment dari vRNA apabila lebih dari satu jenis virus influenza menginfeksi suatu sel tunggal. Hal ini akan menimbulkan perubahan cepat dari genetika virus yang akan menimbulkan perpindahan antigen, yang merupakan perubahan tiba-tiba dari satu antigen ke antigen yang lain. Perubahan besar yang tiba-tiba memungkinkan virus untuk menginfeksi spesies inang baru dan dapat dengan cepat mengatasi kekebalan protektif yang telah ada.[40] Hal ini penting dalam mekanisme munculnya pandem, yang didiskusikan di bawah ini dalam bagian Epidemiologi.

Tanda dan gejala

Gejala yang paling sensitif untuk mendiagnosis influenza [51]
Gejala: Sensitivitas Spesivisitas
Demam 68–86% 25–73%
Batuk 84–98% 7–29%
Hidung tersumbat 68–91% 19–41%

  • Ketiga temuan tersebut, terutama demam, kurang sensitif pada pasien berusia lebih dari 60 tahun.

Gejala influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi. Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, tetapi demam juga sering terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 °C (kurang lebih 100-103 °F).[52] Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka tidak dapat bangun dari tempati tidur selama beberapa hari, dengan rasa sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat pada daerah punggung dan kaki.[1] Gejala influenza dapat meliputi:

  • Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)
  • Batuk
  • Hidung tersumbat
  • Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok
  • Kelelahan
  • Nyeri kepala
  • Iritasi mata, mata berair
  • Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok, dan hidung
  • Ruam petechiae [53]
  • Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen,[54][55] (dapat menjadi parah pada anak dengan influenza B) [56]

Kadang kala sulit untuk membedakan antara selesma dan influenza pada tahap awal dari infeksi ini,[2] namun flu dapat diidentifikasi apabila terdapat demam tinggi mendadak dengan kelelahan yang ekstrem. Diare biasanya bukan gejala dari influenza pada anak,[51] namun hal tersebut dapat dijumpai pada sebagian kasus "flu burung" H5N1 pada manusia[57] dan dapat menjadi gejala pada anak-anak.[54] Gejala yang paling sering terdapat pada influenza ditunjukkan pada tabel di kanan.[51]

Karena obat-obat antivirus efektif dalam mengobati influenza apabila diberikan dini (lihat bagian terapi di bawah), penting untuk mengidentifikasi kasus secara dini. Dari gejala-gejala yang disebutkan di atas, kombinasi demam dengan batuk, nyeri tenggorok dan/atau hidung tersumbat dapat meningkatkan akurasi diagnositik.[58] Dua penelitian analisis keputusan[59][60] menunjukkan bahwa pada saat terdapat wabah influenza lokal, prevalensinya lebih dari 70%,[60] oleh karenanya pasien dengan salah satu kombinasi dari gejala tersebut dapat diobati dengan inhibitor neuraminidase tanpa pemeriksaan. Bahkan saat tidak terdapatnya wabah lokal, pengobatan dapat dibenarkan pada pasien tua pada saat musim influenza selama prevalensinya lebih dari 15%.[60]

Ketersediaan pemeriksaan laboratorium untuk influenza terus mengalami peningkatan. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, merangkum pemeriksaan laboratorium terbaru yang tersedia.[61] Menurut CDC, pemeriksaan diagnostik cepat (rapid diagnostic test) memiliki sensitivitas sebesar 70-75% dan spesifisitas sebesar 90-95% dibandingkan dengan kultur virus. Pemeriksaan ini terutama berguna pada musim influenza (prevalensi = 25%) tanpa adanya wabah langusng, atau musim periinfluenza (prevalensi = 10%[60]).

Mekanisme

Penularan

Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus pada orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan dilepaskan selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin melepaskan virus selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza paling infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi.[62] Jumlah virus yang dilepaskan tampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang dilepaskan lebih besar saat temperaturnya lebih tinggi.[63] Anak-anak jauh lebih infeksius dibandingkan orang dewasa dan mereka melepaskan virus sebelum mereka mengalami gejala hingga dua minggu setelah infeksi.[62][64] Penularan influenza dapat dimodelkan secara matematis, yang akan membantu dalam prediksi bagaimana virus menyebar dalam populasi.[65]

influenza dapat disebarkan dalam tiga cara utama:[66][67] melalui penularan langsung (saat orang yang terinfeksi bersin, terdapat lendir hidung yang masuk secara langsung pada mata, hidung, dan mulut dari orang lain); melalui udara (saat seseorang menghirup aerosol (butiran cairan kecil dalam udara) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah), dan melalui penularan tangan-ke-mata, tangan-ke-hidung, atau tangan-ke-mulut, baik dari permukaan yang terkontaminasi atau dari kontak personal langsung seperti bersalaman. Moda penularan mana yang terpenting masih belum jelas, tetapi semuanya memiliki kontribusi dalam penyebaran virus.[5][68] Pada rute penularan udara, ukuran droplet yang cukup kecil untuk dihirup berdiameter 0,5 sampai 5 μm dan inhalasi satu droplet mungkin cukup untuk menimbulkan infeksi.[66] Walaupun satu kali bersin dapat melepaskan sampai 40.000 droplet,[69] sebagian besar dari droplet tersebut cukup besar dan akan hilang dari udara dengan cepat.[66] Seberapa lama virus influenza dapat bertahan dalam droplet udara tampaknya dipengaruhi oleh kadar kelembaban dan radiasi ultraviolet: kelembaban rendah dan kurangnya cahaya matahari pada musim dingin membantu kebertahanan virus ini.[66]

Karena virus influenza dapat bertahan di luar tubuh, virus ini juga dapat ditularkan lewat permukaan yang terkontaminasi seperti lembaran uang,[70] gagang pintu, saklar lampu, dan benda-benda rumah tangga lainnya.[1] Lamanya waktu virus dapat bertahan pada suatu permukaan beragam, virus dapat bertahan selama satu atau dua hari pada permukaan yang keras dan tidak berpori seperti plastik atau metal, selama kurang lebih lima belas menit pada kertas tissue kering, dan hanya lima menit pada kulit.[71] Namun, apabila virus terdapat dalam mukus/lendir, lendir tersebut dapat melindungi virus sehingga bertahan dalam waktu yang lama (sampai 17 hari pada uang kertas).[66][70] Virus flu burung dapat bertahan dalam waktu yang belum diketahui saat berada dalam keadaan beku.[72] Virus mengalami inaktivasi oleh pemanasan sampai 56 °C (133 °F) selama minimun 60 menit, dan juga oleh asam (pada pH <2).[72]

Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi influenza dapat menimbulkan gejala pada manusia telah dipelajari secara intensif. Salah satu mekanisme yang dipercaya adalah dengan inhibisi hormon adrenokortikotropik (ACTH/Adrenocorticotropic Hormone) yang menimbulkan penurunan kadar hormon kortisol.[73] Mengetahui gen mana yang terkandung dalam galur virus tertentu dapat membantu memprediksi bagaimana virus tersebut dapat menular dan seberat apa infeksi yang akan terjadi (memprediksi patofisiologi dari suatu galur virus).[30][74]

Contohnya, bagian dari proses yang memungkinkan virus influenza menginvasi suatu sel adalah penguraian dari protein hemagglutinin virus oleh salah satu enzim protease manusia.[44] pada virus yang infeksinya bersifat ringan dan avirulen, struktur hemagglutinin yang ada hanya dapat diurai oleh protease yang ditemukan dalam tenggorok dan paru, sehingga virus ini tidak dapat menginfeksi jaringan lain. Namun, pada galur yang sangat virulen, seperti H5N1, hemagglutinin yang terkandung dalam virus dapat diurai oleh varietas protease yang beragam, sehingga memungkinkan virus menyebar ke seluruh tubuh.[74]

Protein hemagglutinin virus bertanggung jawab baik dalam menentukan spesies mana yang dapat diinfeksi oleh suatu galur virus maupun lokasi saluran pernapasan mana yang dapat berikatan dengan suatu galur virus influenza.[75] Galur yang dapat ditularkan dengan mudah dari manusia-ke-manusia memiliki protein hemagglutinin yang berikatan dengan reseptor pada saluran pernapasan bagian atas, seperti pada hidung, tenggorok, dan mulut. Sebaliknya, strain H5N1 yang sangat berbahaya berikatan dengan reseptor yang paling banyak ditemukan di dalam paru.[76] Perbedaan pada tempat infeksi ini mungkin merupakan bagian dari alasan mengapa galur H5N1 menimbulkan pneumonia virus yang berat pada paru, tetapi tidak ditularkan dengan mudah melalui batuk dan bersin.[77][78]

Gejala yang sering terdapat pada flu seperti demam, nyeri kepala, dan kelelahan merupakan hasil dari sejumlah besar sitokin dan chemokin proinflamasi (seperti interferon atau tumor necrosis factor (TNF)) yang diproduksi oleh sel yang terinfeksi influenza.[2][79] Tidak seperti rhinovirus yang menimbulkan selesma (common cold/masuk angin), influenza menimbulkan kerusakan jaringan, sehingga gejala yang terjadi tidak seluruhnya disebabkan oleh respons inflamasi.[80] Respons imun yang besar ini dapat menimbulkan “badai sitokin” yang dapat mengancam nyawa. Kejadian ini diduga merupakan penyebab dari kematian yang tidak biasa baik pada flu burung H5N1,[81] dan galur pandemik 1918.[82][83] Namun, kemungkinan lainnya adalah sejumlah besar sitokin yang dihasilkan hanya merupakan hasil dari replikasi virus yang sangat besar yang ditimbulkan oleh galur tersebut, dan respons imun tidak memberikan kontribusi pada penyakit.[84]

Pencegahan

Vaksinasi

 
Vaksinasi influenza.

Vaksinasi terhadap influenza dengan vaksin influenza sering direkomendasikan pada kelompok risiko tinggi, seperti anak-anak dan lansia, atau pada penderita asma, diabetes, penyakit jantung, atau orang-orang yang mengalami gangguan imun. Vaksin influenza dapat diproduksi lewat beberapa cara; cara yang paling umum adalah dengan menumbuhkan virus pada telur ayam yang telah dibuahi. Setelah dimurnikan, virus kemudian akan diaktivasi (misalnya, dengan detergen) untuk menghasilkan vaksin virus yang tidak aktif. Sebagai alternatif, virus dapat ditumbuhkan pada telur sampai kehilangan virulensinya kemudian virus yang avirulen diberikan sebagai vaksin hidup.[40] Efektivitas dari vaksin influenza beragam. Karena tingkat mutasi virus yang sangat tinggi, vaksin influenza tertentu biasanya memberikan perlindungan selama tidak lebih dari beberapa hari. Setiap tahunnya, WHO memprediksikan galur virus mana yang paling mungkin bersirkulasi pada tahun berikutnya, sehingga memungkinkan perusahaan farmasi untuk mengembangkan vaksin yang akan menyediakan kekebalan yang terbaik terhadap galur tersebut.[85] Vaksin juga telah dikembangkan untuk melindungi ternak unggas dari flu burung. Vaksin ini dapat efektif terhadap beberapa galur dan dipergunakan baik sebagai strategi preventif, atau dikombinasikan dengan culling (pemuliaan) sebagai usaha untuk melenyapkan wabah.[86]

Terdapat kemungkinan terkena influenza walaupun telah divaksin. Vaksin akan diformulasi ulang tiap musim untuk galur flu spesifik namun tidak dapat mencakup semua galur yang secara aktif menginfeksi seluruh manusia pada musim tersebut. Memerlukan waktu selama enam bulan bagi manufaktur untuk memformulasikan dan memproduksi jutaan dosis yang diperlukan untuk menghadapi epidemi musiman; kadang kala, galur baru atau galur yang tidak diduga menonjol pada waktu tertentu dan menginfeksi orang-orang walaupun mereka telah divaksinasi (seperti yang terjadi pada Flu Fujian H3N2 pada musim flu 2003-2004).[87] Juga terdapat kemungkinan mendapatkan infeksi sebelum vaksinasi dan menjadi sakit oleh galur yang seharusnya dicegah oleh vaksinasi, karena vaksin memerlukan waktu dua minggu sebelum menjadi efektif.[88]

Pada musim 2006-2007, CDC pertama kalinya merekomendasikan anak yang berusia kurang dari 59 bulan untuk menerima vaksin influenza tahunan.[89] Vaksin dapat menimbulkan sistem imun untuk bereaksi saat tubuh menerima infeksi yang sebenarnya, dan gejala infeksi umum (banyak gejala selesma dan flu hanya merupakan gejala infeksi umum) dapat muncul, walaupun gejala tersebut biasanya tidak seberat atau bertahan selama influenza. Efek samping yang paling berbahaya adalah reaksi alergi berat baik pada material virus maupun residu dari telur ayam yang dipergunakan untuk menumbuhkan virus influenza; namun reaksi tersebut sangatlah jarang.[90]

Sebagai tambahan selain vaksinasi terhadap influenza musiman, peneliti berusaha untuk mengembangkan vaksin terhadap kemungkinan pandemi influenza. Perkembangan, produksi, dan distribusi vaksin inluenza pandemik yang cepat dapat menyelamatkan nyawa jutaan orang pada saat terjadi pandemi inluenza. Karena hanya terdapat waktu yang singkat antara identifikasi galur pandemik dan kebutuhan vaksinasi, para peneliti sedang mencari pilihan moda produksi vaksin selain melalui telur. Teknologi vaksin hidup yang diinaktivasi (berbasis telur atau berbasis sel), dan teknologi rekombinan (protein dan partikel mirip virus), akan memberikan akses real time yang lebih baik dan dapat diproduksi dengan lebih terjangkau, sehingga meningkatkan akses bagi orang-orang yang hidup di negara-negara berpenghasilan sedang dan rendah, dimana kemungkinan pandemi berasal. Sampai Juli 2009, lebih dari 70 uji klinis yang diketahui telah dilaksanakan atau sedang dilaksanakan mengenai vaksin influenza pandemi.[91] Pada September 2009, Badan POM Amerika Serikat menyetujui empat vaksin terhadap virus influenza H1N1 2009 (galur pandemik pada saat itu), dan meminta stok vaksin tersebut tersedia dalam bulan selanjutnya.[92]

Pengendalian infeksi

Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza salah satunya adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis yang baik: seperti tidak menyentuh mata, hidung dan mulut;[93] sering mencuci tangan (dengan air dan sabun, atau dengan cairan pencuci berbasis alkohol);[94] menutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin, menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit; dan tetap berada di rumah sendiri saat sedang sakit. Tidak meludah juga disarankan.[95] Walaupun masker wajah dapat membantu mencegah penularan saat merawat orang yang sakit[96][97] terdapat bukti-bukti yang bertentangan mengenai manfaat hal tersebut pada masyarakat.[95][98] Merokok meningkatkan risiko penularan influenza, dan juga menimbulkan gejala penyakit yang lebih berat.[99][100]

Karena influenza menyebar melalui aerosol dan kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, pembersihan permukaan tersebut dapat membantu mencegah sebagian dari infeksi.[101] Alkohol merupakan bahan sanitasi yang efektif terhadap virus influenza, sementara senyawa amonium kuarterner dapat dipergunakan bersamaan dengan alkohol sehingga efek sanitasi tersebut dapat bertahan lebih lama.[102] Di rumah sakit, senyawa amonium kuarterner dan bahan pemutih dipergunakan untuk membersihkan ruangan dan peralatan yang sebelumnya dipakai oleh pasien dengan gejala influenza.[102] Di rumah, hal tersebut dapat dilakukan dengan efektif dengan mempergunakan bahan pemutih chlorine yang diencerkan.[103]

Pada pandemi yang lalu, penutupan sekolah, gereja, dan bioskop memperlambat penyebaran virus namun tidak memiliki dampak yang besar terhadap angka kematian keseluruhan.[104][105] Belum dapat dipastikan apakah menurunkan pertemuan publik, misalnya dengan menutup sekolah dan tempat kerja, akan menurunkan penularan karena orang yang menderita influenza bisa saja masih berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain; pendekatan seperti ini juga akan sulit untuk dilakukan dan mungkin tidak disukai.[95] Apabila sejumlah kecil orang mengalami infeksi, mengisolasi orang yang sedang sakit dapat mengurangi risiko penularan.[95]

Pengobatan

Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat, meminum banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan rokok, dan apabila diperlukan, mengonsumsi obat seperti asetaminofen (parasetamol) untuk meredakan gejala demam dan nyeri otot yang berhubungan dengan flu.[106] Anak-anak dan remaja dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya menghindari penggunaan aspirin pada saat infeksi influenza (terutama influenza tipe B), karena hal tersebut dapat menimbulkan Sindrom Reye, suatu penyakit hati yang langka namun memiliki potensi menimbulkan kematian.[107] Karena influenza disebabkan oleh virus, antibiotik tidak memiliki pengaruh terhadap infeksi; kecuali diberikan untuk infeksi sekunder seperti pneumonia bakterialis. Pengobatan antiviral dapat efektif, tetapi sebagian galur inflenza dapat menunjukkan resistansi terhadap obat-obat antivirus standar.[108]

Dua kelas obat antivirus yang dipergunakan terhadap influenza adalah inhibitor neuraminidase dan inhibitor protein M2 (derivat adamantane). Inhibitor neuraminidase saat ini lebih disukai terhadap infeksi virus karena kurang toksik dan lebih efektif.[84] CDC merekomendasikan untuk tidak mempergunakan inhibitor M2 pada musim influenza 2005-06 karena tinginya tingkat resistansi obat.[109] Karena wanita hamila tampaknya akan terkena dampak yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum oleh virus influenza H1N1 2009, pengobatan segera dengan obat-obat anti influenza telah direkomendasikan.[110] Pada Konferensi Pers influenza H1N1 November 2009, WHO merekomendasikan orang pada kelompok risiko tinggi, termasuk wanita hamil, anak berusia kurang dari dua tahun dan orang dengan masalah pernapasan, agar mulai mengkonsumsi obat-obat antivirus segera setelah mereka mengalami gejala flu.[111] Obat antiirus yang dipergunakan termasuk oseltamivir (Tamiflu) dan zanamivir (Relenza).

Inhibitor neuraminidase

Obat-obat antivirus seperti oseltamivir (merek dagang Tamiflu) dan zanamivir (merek dagang Relenza) merupakan inhibitor neuraminidase yang didesain untuk menghambat penyebaran virus pada tubuh.[112] Obat-obatan ini sering efektif terhadap influenza A dan B.[113] Cochrane Collaboration meninjau kembali obat-obat ini dan menyimpulkan bahwa obat-obat ini dapat mengurangi gejala dan komplikasi.[114] Galur influenza yang berbeda memiliki derajat resistansi yang berbeda terhadap obat antivirus ini, dan tidak mungkin untuk memprediksi sebesar apa resistansi yang dimiliki galur pandemik pada masa depan.[115]

Inhibitor M2 (adamantanes)

Obat-obat antivirus amantadine dan rimantadine akan memblokade kanal ion virus (protein M2) dan mencegah virus untuk menginfeksi sel.[46] Obat-obatan tersebut kadang kala efektif terhadap influenza apabila diberikan dini pada infeksi namun selalu tidak efektif terhadap influenza B karena virus influenza B tidak memiliki molekul M2.[113] resistansi yang terukur terhadap amantadine dan rimantadine pada isolat Amerka dari H3N2 telah mengalami peningkatan sampai 91% pada tahun 2005.[116] Tingginya tingkat resistansi ini mungkin disebabkan oleh ketersediaan luas dari amantadine sebagai obat yang dijual tanpa resep dokter untuk pengobatan selesma di negara-negara seperti Cina dan Russia,[117] dan penggunaannya untuk mencegah wabah influenza pada ternak unggas.[118][119]

Prognosis

Pengaruh influenza jauh lebih berat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan selesma. Sebagian besar orang akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu, tetapi yang lainnya akan mengalami komplikasi yang mengancam nyawa (seperti pneumonia). influenza dapat mematikan, terutama pada orang yang lemah, muda dan tua, atau mengalami penyakit kronis.[40] Orang-orang dengan sistem imun yang lemah, seperti penderita infeksi HIV tingkat lanjut atau pasien penerima transplan (yang sistem imunnya ditekan dengan obat untuk mencegah penolakan organ transplan), menderita penyakit yang lebih berat.[120] Kelompok risiko tinggi yang lain adalah wanita hamil dan anak kecil.[121]

Flu dapat memperburuk masalah kesehatan kronis. Orang-orang dengan emfisema, bronkitis kronis atau asma dapat mengalami kesulitan bernapas saat mereka mengalami flu, dan influenza dapat menimbulkan perburukan penyakit jantung koroner atau gagal gantung kongestif.[122] Merokok merupakan faktor risiko lain yang berhubungan dengan penyakit yang lebih berat dan mortalitas yang lebih tinggi yang ditimbulkan oleh influenza.[123]

Menurut WHO: “Setiap musim dingin, puluhan juta orang terkena flu. Sebagian besar hanya sakit dan tidak bekerja selama satu minggu, sementara para lanjut usia memiliki risiko kematian yang lebih tinggi karena penyakit ini. Kami mengetahui bahwa korban meninggal di seluruh dunia melebihi ratusan ribu orang tiap tahunnya, tetapi bahkan di negara maju, jumlah tersebut tidak dapat dipastikan, karena pihak medis yang berwajib biasanya tidak memverifikasi orang yang meninggal karena influenza dan orang yang meninggal dengan penyakit-mirip-flu.”[124] Bahkan orang sehat dapat terkena, dan masalah serius yang ditimbulkan oleh influenza dapat terjadi pada usia berapapun. Orang berusia lebih dari 50 tahun, anak yang sangat muda, dan orang dari semua usia dengan kondisi medis kronis lebih mungkin untuk mendapatkan komplikasi influenza, seperti pneumonia, bronkitis, infeksi sinus dan telinga.[88]

Pada sebagian kasus, respons autoimun terhadap influenza dapat memberikan kontribusi terhadap sindrom Guillain-Barré (GBS).[125] Namun, karena banyak infeksi lain yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini, influenza merupakan penyebab yang penting hanya pada saat terjadi epidemi.[125][126] Sindrom ini telah dipercaya juga sebagai efek samping yang langka dari vaksin influenza. Walaupun satu laporan penelitian memberikan insidensi sebesar satu kasus per satu juta vaksinasi,[127] sebuah penelitian besar di Cina, yang dilaporkan di NEJM yang mencakup hampir 100 juta dosis vaksin terhadap flu”babi” H1N1 2009 hanya ditemukan sebelas kasus sindrom Guillain-Barré, (0,1%) dari total insidensi pada orang yang divaksin, sebetulnya lebih tendah dari tingkat kejadian penyakit di Cina, dan tidak terdapat efek samping yang ditemukan; "rasio risiko-manfaat, yang biasa diterapkan pada vaksin dan segala sesuatu dalam pengobatan medis, sangat lebih condong pada penggunaan vaksin."[128] Mendapatkan infeksi influenza sendiri meningkatkan risiko kematian (sampai 1 dari 10.000) dan meningkatkan risiko mengalami GBS sampai tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh penggunaan vaksin (kurang lebih 10 kali pada penggunaan perkiraan saat ini).[129][130]

Epidemiologi

Variasi musiman

influenza mencapai prevalensi puncak pada musim dingin, dan karena belahan bumi utara dan selatan mengalami musim dingin pada waktu yang berbeda tiap tahunnya, terdapat dua musim flu tiap tahunnya. Itulah mengapa WHO (dibantu oleh National Influenza Centers) membuat rekomendasi bagi dua formulasi vaksin tiap tahunnya; satu untuk belahan bumi utara, dan satu untuk selatan.[85]

Telah lama menjadi pertanyaan mengapa wabah flu terjadi secara musiman, bukan terjadi secara musiman sepanjang tahun. Satu penjelasan yang mungkin adalah karena orang berada dalam ruangan lebih sering pada musim dingin, mereka berada dalam kontak dekat lebih sering, dan hal tersebut meningkatkan penularan dari orang-ke-orang. Peningkatan tingkat perjalanan karena liburan musim dingin pada belahan bumi bagian utara mungkin juga memegang peranan.[131] Faktor yang lain adalah suhu yang dingin menyebabkan udara lebih dingin, yang dapat mengeringkan mukus/lendir, mencegah tubuh untuk mengusir partikel virus secara efektif. Virus juga bertahan lebih lama pada permukaan pada temperatur yang lebih dingin dan transmisi aerosol dari virus paling tinggi pada lingkungan yang dingin (kurang dari 5 °C) dengan kelembaban relatif yang rendah.[132] Kelembaban udara yang rendah pada musim dingin tampaknya merupakan penyebab utama dari transmisi influenza musiman pada iklim sedang.[133][134]

Namun, perubahan musiman pada tingkat infeksi juga terjadi pada wilayah tropis, dan pada beberapa negara puncak infeksi terlihat terutama pada musim hujan.[135] Perubahan musiman dalam tingkat kontak yang berhubungan dengan musim sekolah (semester) merupakan faktor utama dalam penyakit anak lainnya seperti campak dan pertussis, mungkin juga memegang peranan dalam kombinasi penyakit flu. Kombinasi dari efek musiman kecil ini dapat diperbesar dengan resonansi dinamis siklus endogen penyakit.[136] H5N1 menunjukkan pola musiman baik pada manusia dan unggas.[137]

Sebuah hipotesis alternatif yang menjelaskan pola musiman pada infeksi influenza adalah efek kadar vitamin D terhadap kekebalan terhadap virus.[138] Pendapat ini pertama kali diajukan oleh Robert Edgar Hope-Simpson pada tahun 1965.[139] Dia mengajukan bahwa penyebab epidemi influenza pada musim dinggin mungkin berhubungan dengan fluktuasi musiman vitamin D, yang timbul pada kulit di bawah pengaruh radiasi UV matahari (atau radiasi artifisial). Hal ini dapat menjelaskan mengapa influenza terjadi terutama pada musim dingin dan pada musim hujan pada daerah tropis, saat orang banyak berada dalam ruangan, jauh dari sinar matahari, dan kadar vitamin D-nya mengalami penurunan.

Penyebaran epidemi dan pandemi

Karena influenza disebabkan berbagai spesies dan galur virus, setiap tahunnya beberapa galur dapat musnah sementara galur yang lainnya menimbulkan epidemi, sementara galur yang lainnya menimbulkan pandemi. Biasanya, dua musim flu tahunan (satu dalam satu belahan bumi), terdapat tiga sampai lima juta kasus berat dan sampai 500.000 kematian di seluruh dunia, yang memenuhi kriteria epidemi influenza tahunan.[140] Walaupun insidensi influenza dapat sangat beragam dari tahun-ke-tahun, kurang lebih 36.000 kematian dan lebih dari 200.000 rawat inap berhubungan secara langsung dengan influenza tiap tahunnya di Amerika Serikat.[141][142] Kurang lebih tiga kali dalam satu abad, terjadi pandemi, yang akan menginfeksi sebagian besar populasi dunia dan dapat menyebabkan kematian jutaan orang (lihat bagian sejarah). Satu penelitian memperkirakan apabila suatu galur dengan virulensi yang sama dengan influenza 1918 muncul saat ini, maka virus tersebut dapat membunuh 50 sampai 80 juta orang.[143]

Virus influenza baru mengalami evolusi spontan melalui mutasi atau melalui reassortment.[22] Mutasi dapat menimbulkan perubahan kecil pada hemagglutinin dan antigen neuraminidase pada permukaan virus. Hal ini disebut antigenic drift, yang secara perlahan menimbulkan banyak variasi galur sampai salah satu dapat menginfeksi manusia yang kebal terhadap galur yang telah ada sebelumnya. Varian baru ini kemudian menggantikan galur yang lebih tua karena galur tersebut dengan cepat menyapu populasi manusia – sering menimbulkan epidemi.[144] Namun, karena galur yang ditimbulkan oleh hanyutan tersebut akan cukup serupa dengan galur yang lama, sebagian orang akan masih imun terhadap virus tersebut. Sebaliknya, apabila virus influenza mengalami reassortment, mereka akan memperoleh antigen yang samaseklai baru – misalnya reassortment antara galur unggas dan galur manusia; hal ini disebut perpindahan antigen. Apabila virus influenza manusia memiliki antigen yang samasekali baru, setiap orang dapat terkena infeksi, dan virus influenza baru tersebut akan menyebar secara tidak terkontrol dan menimbulkan pandemi.[145] Berlawanan dengan model pandemi yang didasarkan pada hanyutan dan perpindahan antigen, suatu pendekatan alternatif telah diajukan dimanapandemi periodik ditimbulkan oleh interaksi dari suatu rangkaian galur virus yang tetap dengan populasi manusia yang secara konstan mengalami perubahan imunitas terhadap galur virus yang berbeda.[146]

Sejarah

Etimologi

Kata influenza berasal dari bahasa Italia yang berarti “pengaruh” hal ini merujuk pada penyebab penyakit; pada awalnya penyakit ini disebutkan disebabkan oleh pengaruh astrologis yang kurang baik.[147] Perubahan pendapat medis menyebabkan modifikasi nama menjadi influenza del freddo, yang berarti “pengaruh dingin”. Kata influenza pertama kali dipergunakan dalam bahasa Inggris untuk menyebut penyakit yang kita ketahui saat ini pada tahun 1703 oleh J Hugger dari Universitas Edinburgh dalam thesisnya yang berjudul "De Catarrho epidemio, vel influenza, prout in India occidentali sese ostendit".[148]

Istilah lama yang dipergunakan untuk influenza adalah epidemic catarrh, grippe (dari bahasa Prancis, pertama kali dipergunakan oleh Molyneaux pada tahun 1694[149]), sweating sickness, dan demam Spanyol (terutama pada galur flu pandemi 1918).[150]

Pandemi

Gejala influenza manusia dikemukakan dengan jelas oleh Hippocrates kurang lebih 2.400 tahun lalu.[151][152] Walaupun virus tampaknya menyebabkan epidemi sepanjang sejarah manusia, data historis mengenai influenza sulit untuk diinterpretasikan, karena gejalanya dapat serupa dengan gejala penyakit pernapasan lain.[153][154] Penyakit ini mungkin telah menyebar dari Eropa ke Amerika pada waktu kolonisasi Amerika oleh orang-orang Eropa; karena hampir seluruh penduduk Antilles terbunuh oleh epidemi yang mirip dengan influenza yang menyebar pada tahun 1493, setelah kedatangan Christopher Columbus.[155][156]

Laporan pertama yang meyakinkan mengenai pandemi influenza adalah wabah pada tahun 1580, yang bermula di Rusia dan menyebar ke Eropa lewat Afrika. Di Roma, lebih dari 8.000 orang meninggal, dan beberapa kota spanyol hampir seluruhnya musnah. Pandemi terus berlanjut secara sporadis sampai abad ke 17 dan 18, dengan pandemi 1830-1833 yang terutama menyebar dengan luas; pandemi tersebut menginfeksi kurang lebih seperempat dari penduduk yang terpapar.[154]

Wabah yang paling terkenal dan paling mematikan adalah pandemi flu 1918 (pandemi flu spanyol) (influenza tipe A, subtipe H1N1), yang berlangsung antara tahun 1918 sampai 1919. Tidak diketahui dengan pasti seberapa banyak kematian yang ditimbulkan, tetapi perkiraannya berkisar antara 20 sampai 100 juta orang.[157][158] Pandemi ini disebut sebagai “pembantaian medis terbesar dalam sejarah” dan mungkin telah membunuh orang sama banyaknya dengan Kematian Hitam.[154] Angka kematian yang sangat besar ini disebabkan oleh tingkat infeksi yang sangat tinggi sampai 50% dan tingkat gejala yang sangat berat, diduga disebabkan oleh badai sitokin.[158] Gejala flu pada tahun 1918 sangat tidak biasa sampai-sampai influenza pada awalnya salah didiagnosis sebagai demam dengue, kolera, ataupun demam tifoid. Satu pengamat menuliskan, “Salah satu komplikasi yang paling berat adalah perdarahan dari selaput lendir, terutama dari hidung, lambung, dan usus. Perdarahan dari telinga dan perdarahan petechia juga terjadi.”[157] Mayoritas kematian disebabkan oleh pneumonia bakterial, infeksi sekunder yang ditimbulkan oleh influenza, tetapi virus juga membunuh orang secara langsung, menimbulkan perdarahan masif dan edema paru.[159]

Pandemi flu 1918 (pandemi flu Spanyol) betul-betul mendunia, bahkan menyebar sampai ke Kutub Utara dan Kepulauan Pasifik yang jauh. Penyakit yang sangat berat membunuh antara 2 sampai 20% dari penderita yang terinfeksi, tidak seperti tingkat kematian epidemi flu yang biasanya hanya 0,1%.[157][160] Gejala lain dari pandemi ini adalah kejadian ini sebagian besar membunuh dewasa muda, dengan 99% kematian pandemi influenza terjadi pada orang-orang berusia di bawah 65, dan lebih dari setengahnya berusia 20 sampai 40 tahun.[161] Hal ini tidak biasa karena influenza biasanya paling mematikan pada usia sangat muda (dibawah usia 2 tahun) dan pada usia sangat tua (diatas 70 tahun). Mortalitas total dari pandemi 1918-1919 tidak diketahui, tetapi diperkirakan antara 2,5% sampai 5% dari seluruh populasi dunia telah meninggal karenanya. Sebanyak 25 juta mungkin telah meninggal dalam 25 minggu pertama; sebagai perbandingan, HIV/AIDS telah membunuh 25 juta penderitanya dalam 25 tahun pertama.[157]

Pandemi flu yang terjadi selanjutnya tidak berdampak begitu besar. Pandemi tersebut adalah Flu Asia 1957 (tipe A, galur H2N2) dan Flu Hongkong 1968 (Tipe A, galur H3N2), tetapi wabah yang lebih kecil ini bahkan membunuh jutaan orang. Pada pandemi yang terjadi belakangan antibiotik telah tersedia untuk mengendalikan infeksi sekunder dan hal tersebut telah membantu mengurangi mortalitas dibandingkan dengan Flu Spanyol 1918.[160]

Pandemi flu yang telah diketahui[40][154][162]
Nama pandemi Waktu Kematian Tingkat kematian Subtipe yang berperan Tingkat Beratnya Pandemi
Flu (Rusia) Asia[163] 1889–1890 1 juta 0,15% possibly H3N8 NA
Pandemi flu 1918
(Spanish flu)[164]
1918–1920 20 hingga 100 juta 2% H1N1 5
Flu Asia 1957–1958 1 hingga 1,5 juta 0,13% H2N2 2
Flu Hong Kong 1968–1969 0,75 hingga 1 juta <0,1% H3N2 2
Pandemi flu 2009[165] 2009–2010 18.000 0,03% H1N1 NA

Virus influenza pertama yang berhasil diisolasi berasal dari unggas, saat pada tahun 1901 agen yang menimbulkan penyakit yang disebut “fowl plague” dilewatkan melalui filter Chamberland, yang memiliki pori yang ukurannya terlalu kecil untuk dilalui oleh bakteria.[166] Etiologi influenza, famili virus Orthomyxoviridae, pertama kali ditemukan pada babi oleh Richard Shope pada tahun 1931.[167] Penemuan ini segera diikuti oleh isolasi virus dari manusia oleh sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Patrick Laidlaw dari Dewan Penelitian Brtainia Raya pada tahun 1933.[168] Namun, pada tahun 1935, saat Wendell Stanley pertama kali mengristalisasikan tobacco mosaic virus barulah sifat non seluler dari virus diketahui.

Langkah signifikan pertama dalam mencegah influenza adalah dikembangkannya vaksin virus mati untuk influenza pada tahun 1944 oleh Thomas Francis, Jr.. Hal ini merupakan perkembangan dari karya Frank Macfarlane Burnet, seorang Australia, yang menunjukkan bahwa virus akan kehilangan virulensinya saat ia dikultur dalam telur ayam yang telah dibagi.[169] Aplikasi dari temuan ini oleh Francis memungkinkan ia dan tim penelitinya di Universitas Michigan untuk mengembangkan caksin influenza pertama, dengan dukungan dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat.[170] Dinas Ketentaraan memiliki keterlibatan pada penelitian ini karena pengalaman pada influenza pada Perang Dunia I, saat ribuan tentara terbunuh oleh virus dalam hitungan bulan.[157] Dibandingkan dengan vaksin, perkembangan obat anti-influenza lebih lambat, dengan dikeluarkannya lisensi amantadine pada tahun 1966, dan hampir tiga puluh tahun kemudian, golongan obat berikutnya (inhibitor neruaminidase) dikembangkan.[41]

Masyarakat dan kebudayaan

Influenza menimbulkan beban biaya langsung karena hilangnya produktivitas dan biaya pengobatan medis yang diakibatkannya, dan juga biaya tidak langsung berupa langkah-langkah preventif. Di Amerika Serikat, influenza bertanggung jawab untuk total beban sebesar lebih dari 10 juta dollar per tahun, sementara telah diperkirakan bahwa pandemi di masa mendatang dapat menimbulkan kerugian ratusan juta dolar dalam bentuk beban langsung dan tidak langsung.[171] Namun, dampak ekonomi dari pandemi yang lalu belum dipelajari secara intensif, dan sebagian penulis telah menduga bahwa influenza Spanyol sebetulnya memiliki efek jangka panjang positif pada pertumbuhan pendapatan per-capita, walaupun terdapat penurunan yang besar pada populasi pekerja dan efek depresi jangka pendek yang berat.[172] Penelitian lain telah berusaha untuk memprediksi beban biaya dari suatu pandemi yang sama beratnya dengan flu Spanyol 1918 pada ekonomi Amerika Serikat, dimana 30% dari seluruh pekerja menjadi sakit, dan 2,5% mengalami kematian. Angka kesakitan sebesar 30% dan lama penyakit sebesar tiga minggu akan menurunkan produk domestik bruto sebesar 5%. Beban tambahan dapat muncul dari pengobatan medis dari 18 juta sampai 45 juta orang, dan beban ekonomi keseluruhan akan menjadi kurang lebih 700 juta dolar.[173]

Biaya pencegahan juga tinggi. Pemerintah di seluruh dunia telah mengabiskan jutaan dolar Amerika dalam persiapan dan perencanaan dalam menghadapi kemungkinan pandemi flu burung H5N1, dengan beban biaya yang berhubungan dengan pembelian obat dan vaksin dan juga mengembangkan latihan bencana dan strategi dalam meningkatkan pengawasan perbatasan.[174] Pada 1 November 2005, Presiden Amerika Serikat George W. Bush mengeluarkan the National Strategy to Safeguard Against the Danger of Pandemic Influenza (Strategi Nasional untuk Melindungi Bahaya Pandemi influenza)[175] yang didukung oleh permintaan dana pada kongres sebesar 7,1 juta dollar untuk memulai implementasi rencana tersebut.[176] Di dunia internasional, pada 18 Januari 2006, negara-negara donor telah berjanji untuk menyumbang 2 juta dolar untuk memerangi flu burung pada Konferensi Perjanjian Internasional mengenai influenza Unggas dan Manusia (International Pledging Conference on Avian and Human Influenza) yang dilaksanakan selama dua hari di Cina.[177]

Dalam penilaian pandemi H1N1 2009 pada negara-negara terpilih di belahan bumi bagian selatan, data menunjukkan bahwa semua negara mengalami dampak sosio/ekonomi dalam batas waktu dan/atau geografis tertentu dan penurunan sementara dalam kepariwisataan yang terutama disebabkan oleh ketakutan akan penyakit H1N1 2009. Masih terlelu dini untuk menentukan apakah pandemi H1N1 telah menimbulkan dampak ekonomi jangka panjang.[178]

Penelitian

 
Dr. Terrence Tumpey memeriksa virus flu Spanyol 1918.

Penelitian pada influenza mencakup penelitian pada virologi molekuler, bagaimana virus menimbulkan penyakit (patogenesis), respon imun inang, genom virus, dan bagaimana penyebaran virus (epidemiologi). Penelitian ini membantu pengembangan langkah menangkal influenza; contohnya, pemahaman yang lebih baik mengenai respons sistem imun tubuh membantu pengembangan caksin, dan gambaran yang mendetail mengenai bagaimana influenza menyerang sel membantu dikembangkannya obat-obat antivirus. Salah satu program penelitian dasar yang paling penting adalah Influenza Genome Sequencing Project (Proyek penentuan urutan genom influenza), yang menciptakan pustaka (daftar kumpulan) sekuens (gen) influenza; pustaka ini dapat membantu menentukan faktor mana yang membuat satu galur lebih mematikan dibanding galur yang lain, gen mana yang paling mempengaruhi imunogenisitas, dan bagaimana virus berevolusi dari waktu ke waktu.[179]

Penelitian vaksin baru sangat penting, karena vaksin yang tersedia saat in isangat lambat dan mahal untuk diproduksi dan harus diformulasi ulang tiap tahunnya. Penentuan urutan (sequencing) dari genom influenza dan teknologi DNA rekombinan dapat mempercepat ditemukannya galur vaksin baru dengan memungkinkan peneliti mengganti antigen baru pada galur vaksin yang telah dikembangkan sebelumnya.[180] Teknologi baru juga sedang dikembangkan untuk menumbuhkan virus pada kultur sel, yang menjanjikan angka produksi yang lebih tinggi, biaya yang lebih rendah, kualitas yang lebih baik dan surge capacity yang lebih baik.[181] Penelitian pada vaksin influenza A universal, yang ditujukan pada domain eksternal dari protein M2 transmembran virus (M2e), sedang dilaksanakan oleh University of Ghent oleh Walter Fiers, Xavier Saelens, dan kelompoknya[182][183][184] dan saat ini telah berhasil melewati uji klinis fase 1.

Sejumlah biologic, vaksin dan imunobiologic terapeutik juga sedang diteliti untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh virus. Biologi terapeutik dirancang untuk mengaktivasi respons imun terhadap virus atau antigen. Biasanya biologic tidak menargetkan jalur metabolik seperti obat-obat antivirus, tetapi merangsang sel imun seperti limfosit, makrofag, dan/atau antigen presenting cells untuk memberikan respons imun terhadap efek sitotoksik terhadap virus. Model influenza, seperti influenza mencit (murine influenza) merupakan model yang baik untuk dipergunakan untuk menguji efek biologic profilaksis dan terapeutik. Contohnya Lymphocyte T-Cell Immune Modulator menghambat pertumbuhan virus pada model influenza mencit.[185]

Infeksi pada hewan lain

Influenza menginfeksi banyak spesies binatang, dan transfer galur virus antarspesies dapat terjadi. Unggas diduga merupakan inang hewan utama dari virus influenza.[186] Enam belas bentuk hemagglutinin (H) dan sembilan bentuk neuraminidase (N) telah diidentifikasi. Seluruh subtipe yang telah diketahui (HxNy) ditemukan pada unggas, tetapi banyak subtipe endemik pada manusia, anjing, kuda, dan babi; populasi unta, musang, kucing, anjing laut, cerpelai (mink) dan paus juga menunjukkan bukti-bukti infeksi atau paparan terhadap influenza.[27] Varian dari virus flu kadang kala dinamai menurut spesies dimana galur tersebut endemik atau beradaptasi. Varian utama dari nama-nama yang mempergunakan konvensi ini adalah flu unggas, flu manusia, flu babi, flu kuda, dan flu anjing. Flu kucing pada umumnya merujuk pada rhinotracheitis virus kucing atau Feline calicivirus dan bukan merupakan infeksi yang berasal dari virus influenza. Pada babi, kuda, dan anjing, gejala influenza serupa dengan pada manusia, dengan batuk, demam, dan kehilangan nafsu makan.[27] Frekuensi penyakit ini pada binatang tidak dipelajari sebaik infeksi pada manusia, tetapi wabah influenza pada anjing laut pelabuhan menimbulkan kurang lebih 500 kematian anjing laut di pantai New England pada tahun 1979-1980.[187] Di sisi lain, wabah pada babi sering terjadi dan tidak menimbulkan angka kematian yang berat.[27]

Flu unggas

Gejala flu pada unggas beragam dan mungkin tidak spesifik.[188] Gejala yang mengikuti infeksi flu unggas dengan patogenesitas yang rendah dapat berupa bulu yang berantakan, penurunan kecil dalam produksi telur, atau penurunan berat badan dikombinasikan dengan penyakit pernapasan ringan.[189] Karena gejala yang ringan ini dapat membuat diagnosis di lapangan menjadi sulit, mengikuti penyebaran flu unggas memerlukan uji laboratorium dari sampel yang berasal dari unggas yang terinfeksi. Beberapa galur seperti H9N2 Asia sangat virulen pada ternak unggas dan dapat menimbulkan gejala yang lebih ekstrem dan mortalitas yang signifikan.[190] Pada bentuk yang paling patogenik, influenza pada ayam dan kalkun menimbulkan munculnya gejala mendadak tiba-tiba dan kematian hampir 100% dalam dua hari.[191] Karena virus menyebar dengan cepat pada situasi yang padat seperti pada peternakan intensif ayam dan kalkun, wabah ini dapat menimbulkan dampak ekonomi yang besar bagi peternak unggas.

Galur H5N1 yang telah beradaptasi terhadap unggas dan sangat patogen (disebut HPAI A(H5N1), singkatan dari "highly pathogenic avian influenza virus of type A of subtype H5N1") menimbulkan flu H5N1, yang umumnya dikenal sebagai flu unggas, atau "flu burung", dan endemik pada banyak populasi burung, terutama pada Asia Tenggara. Galur turunan Asia dari HPAI A (H5N1) menyebar secara global. Epizootik (epidemi pada makhluk hidup bukan manusia) dan panzootik (penyakit yang mengenai binatang dari banyak spesies, terutama dalam wilayah yang sangat luas), telah membunuh puluhan juta unggas dan menyebabkan pembunuhan disengaja ratusan juta unggas lain dalam usaha untuk mengendalikan penyebarannya. Sebagian besar referensi di media terhadap “flu burung” dan sebagian besar referensi terhadap H5N1 adalah mengenai galur spesifik ini.[192][193]

Pada saat ini, HPAI A(H5N1) merupakan penyakit unggas, dan tidak terdapat bukti yang menunjukkan penularan yang efisien manusia-ke-manusia dari HPAI A(H5N1). Pada hampir seluruh kasus, mereka yang terinfeksi telah mengalami kontak fisik yang ekstensif dengan unggas yang terinfeksi.[194] Pada masa mendatang, H5N1 dapat bermutasi atau mengalami reassortment menjadi galur yang mampu ditularkan antar manusia dengan efisien. Perubahan yang diperlukan hingga hal ini terjadi belum dimengerti dengan baik.[195] Namun, karena tingginya angka kematian dan virulensi H5N1, keberadaan endemiknya, dan inang reservoir biologis yang jumlahnya besar dan semakinh bertambah, virus H5N1 merupkaan ancaman pandemi dunia pada musim flu tahun 2006-07, dan milyaran dolar telah dikumpulkan dan dihabiskan dalam meneliti H5N1 dan merencanakan untuk kemungkinan pandemi influenza.[174]

Flu babi

Pada babi, influenza babi menimbulkan demam, lemah badan, bersin, batuk, kesulitan bernapas, dan penurunan nafsu makan.[196] Pada sebagian kasus infeksi dapat menimbulkan aborsi. Walaupun mortalitas biasanya rendah, virus dapat menimbulkan penurunan berat badan dan pertumb uhan yang buruk, menimbulkan dampak kerugian ekonomi bagi para peternak.[196] Babi yang terinfeksi dapat mengalami kehilangan berat sebesar 12 pon berat badan dalam jangka waktu 3 sampai 4 minggu.[197]

Pada tahun 2009, galur virus H1N1 yang berasal dari babi, yang sering disebut sebagai “flu babi” menyebabkan pandemi flu 2009, tetapi tidak terdapat bukti bahwa virus ini endemik pada babi (betul-betul merupakan flu babi) atau dapat menular dari babi ke manusia, tetapi virus ini menyebar dari manusia-ke-manusia.[198][199] Galur ini merupakan reassortment dari beberapa galur H1N1 yang biasanya ditemukan secara terpisah, pada manusia, unggas, dan babi.[200]

Lihat juga

Catatan kaki

  1. ^ a b c d "Influenza: Viral Infections: Merck Manual Home Edition". www.merck.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-17. Diakses tanggal 2008-03-15. 
  2. ^ a b c Eccles, R (2005). "Understanding the symptoms of the common cold and influenza". Lancet Infect Dis. 5 (11): 718–25. doi:10.1016/S1473-3099(05)70270-X. PMID 16253889. 
  3. ^ Seasonal Flu vs. Stomach Flu Diarsipkan 2011-07-07 di Wayback Machine. by Kristina Duda, R.N.; Diakses 12 Maret 2007 (Website: "About, Inc., A part of The New York Times Company"). So-called "stomach flu" is sometimes also called "24-hour flu." Neither one is actually flu and are instead unrelated gastroenteritis.
  4. ^ Ballinger, MN.; Standiford, TJ. (2010). "Postinfluenza bacterial pneumonia: host defenses gone awry". J Interferon Cytokine Res. 30 (9): 643–52. doi:10.1089/jir.2010.0049. PMID 20726789. 
  5. ^ a b Brankston G, Gitterman L, Hirji Z, Lemieux C, Gardam M (2007). "Transmission of influenza A in human beings". Lancet Infect Dis. 7 (4): 257–65. doi:10.1016/S1473-3099(07)70029-4. PMID 17376383. 
  6. ^ Suarez, D (2003). "The effect of various disinfectants on detection of avian influenza virus by real time RT-PCR". Avian Dis. 47 (3 Suppl): 1091–5. doi:10.1637/0005-2086-47.s3.1091. PMID 14575118. 
  7. ^ Avian Influenza (Bird Flu) Diarsipkan 2013-06-17 di Wayback Machine.: Implications for Human Disease. Physical characteristics of influenza A viruses. UMN CIDRAP.
  8. ^ Jefferson, T.; Del Mar, C.; Dooley, L.; Ferroni, E.; Al-Ansary, LA.; Bawazeer, GA.; van Driel, ML.; Nair, S.; Foxlee, R. (2010). "Physical interventions to interrupt or reduce the spread of respiratory viruses". Cochrane Database Syst Rev (1): CD006207. doi:10.1002/14651858.CD006207.pub3. PMID 20091588. 
  9. ^ Influenza (Seasonal) Diarsipkan 2014-11-30 di Wayback Machine., World Health Organization, April 2009. Diakses 13-02-2010.
  10. ^ Jonathan Dushoff; Plotkin, JB; Viboud, C; Earn, DJ; Simonsen, L (2006). "Mortality due to Influenza in the United States — An Annualized Regression Approach Using Multiple-Cause Mortality Data". American Journal of Epidemiology. 163 (2): 181–7. doi:10.1093/aje/kwj024. PMID 16319291. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-11-21. Diakses tanggal 2009-10-29. The regression model attributes an annual average of 41,400 (95% confidence interval: 27,100, 55,700) deaths to influenza over the period 1979–2001. 
  11. ^ Julie Steenhuysen (August 26, 2010). "CDC backs away from decades-old flu death estimate". Reuters. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-26. Diakses tanggal 2010-09-13. Instead of the estimated 36,000 annual flu deaths in the United States ... the actual number in the past 30 years has ranged from a low of about 3,300 deaths to a high of nearly 49,000, the CDC said on Thursday. 
  12. ^ "Avian influenza ("bird flu") fact sheet". WHO. 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-01. Diakses tanggal 2006-10-20. 
  13. ^ World Health Organization. World now at the start of 2009 influenza pandemic. http://www.who.int/mediacentre/news/statements/2009/h1n1_pandemic_phase6_20090611/en/index.html Diarsipkan 2009-06-12 di Wayback Machine.
  14. ^ WHO position paper: influenza vaccines Diarsipkan 2012-10-18 di Wayback Machine. WHO weekly Epidemiological Record 19 August 2005, vol. 80, 33, hal. 277–288.
  15. ^ Villegas, P (1998). "Viral diseases of the respiratory system". Poult Sci. 77 (8): 1143–5. PMID 9706079. 
  16. ^ Horwood F, Macfarlane J (2002). "Pneumococcal and influenza vaccination: current situation and future prospects". Thorax. 57 (Suppl 2): II24–II30. PMC 1766003 . PMID 12364707. 
  17. ^ World Health Organization, Global Alert and Response (GAR), Antiviral drugs for pandemic (H1N1) 2009: definitions and use Diarsipkan 2011-12-04 di Wayback Machine., 22 Desember 2009.
  18. ^ Kawaoka Y (editor). (2006). Influenza Virology: Current Topics. Caister Academic Press. ISBN 978-1-904455-06-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-09. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  19. ^ Vainionpää R, Hyypiä T (1994). "Biology of parainfluenza viruses". Clin. Microbiol. Rev. 7 (2): 265–75. PMC 358320 . PMID 8055470. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-11. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  20. ^ Hall CB (2001). "Respiratory syncytial virus and parainfluenza virus". N. Engl. J. Med. 344 (25): 1917–28. doi:10.1056/NEJM200106213442507. PMID 11419430. 
  21. ^ Klenk; et al. (2008). "Avian Influenza: Molecular Mechanisms of Pathogenesis and Host Range". Animal Viruses: Molecular Biology. Caister Academic Press. ISBN 978-1-904455-22-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-20. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  22. ^ a b c d Hay, A (2001). "The evolution of human influenza viruses". Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 356 (1416): 1861–70. doi:10.1098/rstb.2001.0999. PMC 1088562 . PMID 11779385. 
  23. ^ Fouchier, R (2004). "Avian influenza A virus (H7N7) associated with human conjunctivitis and a fatal case of acute respiratory distress syndrome". Proc Natl Acad Sci USA. 101 (5): 1356–61. doi:10.1073/pnas.0308352100. PMC 337057 . PMID 14745020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-01-12. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  24. ^ Osterhaus, A (2000). "Influenza B virus in seals". Science. 288 (5468): 1051–3. doi:10.1126/science.288.5468.1051. PMID 10807575. 
  25. ^ Jakeman KJ, Tisdale M, Russell S, Leone A, Sweet C (1994). "Efficacy of 2'-deoxy-2'-fluororibosides against influenza A and B viruses in ferrets". Antimicrob. Agents Chemother. 38 (8): 1864–7. PMC 284652 . PMID 7986023. 
  26. ^ Nobusawa, E (2006). "Comparison of the mutation rates of human influenza A and B viruses". J Virol. 80 (7): 3675–8. doi:10.1128/JVI.80.7.3675-3678.2006. PMC 1440390 . PMID 16537638. 
  27. ^ a b c d R, Webster (1992). "Evolution and ecology of influenza A viruses". Microbiol Rev. 56 (1): 152–79. PMC 372859 . PMID 1579108. 
  28. ^ Zambon, M (1999). "Epidemiology and pathogenesis of influenza". J Antimicrob Chemother. 44 Suppl B: 3–9. doi:10.1093/jac/44.suppl_2.3. PMID 10877456. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-01. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  29. ^ Matsuzaki, Y (2002). "Antigenic and genetic characterization of influenza C viruses which caused two outbreaks in Yamagata City, Japan, in 1996 and 1998". J Clin Microbiol. 40 (2): 422–9. doi:10.1128/JCM.40.2.422-429.2002. PMC 153379 . PMID 11825952. 
  30. ^ a b Taubenberger, JK; Morens, DM (2008). "The pathology of influenza virus infections". Annu Rev Pathol. 3: 499–522. doi:10.1146/annurev.pathmechdis.3.121806.154316. PMC 2504709 . PMID 18039138. 
  31. ^ Matsuzaki, Y (2006). "Clinical features of influenza C virus infection in children". J Infect Dis. 193 (9): 1229–35. doi:10.1086/502973. PMID 16586359. 
  32. ^ Katagiri, S (1983). "An outbreak of type C influenza in a children's home". J Infect Dis. 148 (1): 51–6. PMID 6309999. 
  33. ^ International Committee on Taxonomy of Viruses descriptions of: Orthomyxoviridae Diarsipkan 2006-10-02 di Wayback Machine., Influenzavirus B Diarsipkan 2007-10-06 di Wayback Machine. and Influenzavirus C Diarsipkan 2009-12-31 di Wayback Machine.
  34. ^ International Committee on Taxonomy of Viruses. "The Universal Virus Database, version 4: Influenza A". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-13. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  35. ^ a b Lamb RA, Choppin PW (1983). "The gene structure and replication of influenza virus". Annu. Rev. Biochem. 52: 467–506. doi:10.1146/annurev.bi.52.070183.002343. PMID 6351727. 
  36. ^ a b c d e Bouvier NM, Palese P (2008). "The biology of influenza viruses". Vaccine. 26 Suppl 4: D49–53. doi:10.1016/j.vaccine.2008.07.039. PMID 19230160. 
  37. ^ Ghedin, E; Sengamalay, NA; Shumway, M; Zaborsky, J; Feldblyum, T; Subbu, V; Spiro, DJ; Sitz, J; Koo, H (2005). "Large-scale sequencing of human influenza reveals the dynamic nature of viral genome evolution". Nature. 437 (7062): 1162–6. doi:10.1038/nature04239. PMID 16208317. 
  38. ^ Suzuki, Y (2005). "Sialobiology of influenza: molecular mechanism of host range variation of influenza viruses". Biol Pharm Bull. 28 (3): 399–408. doi:10.1248/bpb.28.399. PMID 15744059. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-12. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  39. ^ a b Wilson, J (2003). "Recent strategies in the search for new anti-influenza therapies". Curr Drug Targets. 4 (5): 389–408. doi:10.2174/1389450033491019. PMID 12816348. 
  40. ^ a b c d e Hilleman, M (2002). "Realities and enigmas of human viral influenza: pathogenesis, epidemiology and control". Vaccine. 20 (25–26): 3068–87. doi:10.1016/S0264-410X(02)00254-2. PMID 12163258. 
  41. ^ a b Lynch JP, Walsh EE (2007). "Influenza: evolving strategies in treatment and prevention". Semin Respir Crit Care Med. 28 (2): 144–58. doi:10.1055/s-2007-976487. PMID 17458769. 
  42. ^ Smith AE, Helenius A (2004). "How viruses enter animal cells". Science. 304 (5668): 237–42. doi:10.1126/science.1094823. PMID 15073366. 
  43. ^ a b Wagner, R (2002). "Functional balance between haemagglutinin and neuraminidase in influenza virus infections". Rev Med Virol. 12 (3): 159–66. doi:10.1002/rmv.352. PMID 11987141. 
  44. ^ a b Steinhauer DA (1999). "Role of hemagglutinin cleavage for the pathogenicity of influenza virus". Virology. 258 (1): 1–20. doi:10.1006/viro.1999.9716. PMID 10329563. 
  45. ^ Lakadamyali, M (2003). "Visualizing infection of individual influenza viruses". Proc Natl Acad Sci USA. 100 (16): 9280–5. doi:10.1073/pnas.0832269100. PMC 170909 . PMID 12883000. 
  46. ^ a b Pinto LH, Lamb RA (2006). "The M2 proton channels of influenza A and B viruses". J. Biol. Chem. 281 (14): 8997–9000. doi:10.1074/jbc.R500020200. PMID 16407184.  [pranala nonaktif permanen]
  47. ^ Cros, J (2003). "Trafficking of viral genomic RNA into and out of the nucleus: influenza, Thogoto and Borna disease viruses". Virus Res. 95 (1–2): 3–12. doi:10.1016/S0168-1702(03)00159-X. PMID 12921991. 
  48. ^ Kash, J (2006). "Hijacking of the host-cell response and translational control during influenza virus infection". Virus Res. 119 (1): 111–20. doi:10.1016/j.virusres.2005.10.013. PMID 16630668. 
  49. ^ Nayak, D (2004). "Assembly and budding of influenza virus". Virus Res. 106 (2): 147–65. doi:10.1016/j.virusres.2004.08.012. PMID 15567494. 
  50. ^ Drake, J (1993). "Rates of spontaneous mutation among RNA viruses". Proc Natl Acad Sci USA. 90 (9): 4171–5. doi:10.1073/pnas.90.9.4171. PMC 46468 . PMID 8387212. 
  51. ^ a b c Call S, Vollenweider M, Hornung C, Simel D, McKinney W (2005). "Does this patient have influenza?". JAMA. 293 (8): 987–97. doi:10.1001/jama.293.8.987. PMID 15728170. 
  52. ^ Suzuki E, Ichihara K, Johnson AM (2007). "Natural course of fever during influenza virus infection in children". Clin Pediatr (Phila). 46 (1): 76–9. doi:10.1177/0009922806289588. PMID 17164515. 
  53. ^ Silva ME, Cherry JD, Wilton RJ, Ghafouri NM, Bruckner DA, Miller MJ (1999). "Acute fever and petechial rash associated with influenza A virus infection". Clinical Infectious Diseases : an Official Publication of the Infectious Diseases Society of America. 29 (2): 453–4. doi:10.1086/520240. PMID 10476766. 
  54. ^ a b Richards S (2005). "Flu blues". Nurs Stand. 20 (8): 26–7. PMID 16295596. 
  55. ^ Heikkinen T (2006). "Influenza in children". Acta Paediatr. 95 (7): 778–84. doi:10.1080/08035250600612272. PMID 16801171. 
  56. ^ Kerr AA, McQuillin J, Downham MA, Gardner PS (1975). "Gastric 'flu influenza B causing abdominal symptoms in children". Lancet. 1 (7902): 291–5. doi:10.1016/S0140-6736(75)91205-2. PMID 46444. 
  57. ^ Hui DS (2008). "Review of clinical symptoms and spectrum in humans with influenza A/H5N1 infection". Respirology. 13 Suppl 1: S10–3. doi:10.1111/j.1440-1843.2008.01247.x. PMID 18366521. 
  58. ^ Monto A, Gravenstein S, Elliott M, Colopy M, Schweinle J (2000). "Clinical signs and symptoms predicting influenza infection". Arch Intern Med. 160 (21): 3243–7. doi:10.1001/archinte.160.21.3243. PMID 11088084. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-11-30. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  59. ^ Smith K, Roberts M (2002). "Cost-effectiveness of newer treatment strategies for influenza". Am J Med. 113 (4): 300–7. doi:10.1016/S0002-9343(02)01222-6. PMID 12361816. 
  60. ^ a b c d Rothberg M, Bellantonio S, Rose D (2 September 2003). "Management of influenza in adults older than 65 years of age: cost-effectiveness of rapid testing and antiviral therapy". Ann Intern Med. 139 (5 Pt 1): 321–9. PMID 12965940. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-01-26. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  61. ^ Centers for Disease Control and Prevention. Lab Diagnosis of Influenza. Diarsipkan 2017-12-17 di Wayback Machine. Diakses 1 Mei 2009
  62. ^ a b Carrat F, Luong J, Lao H, Sallé A, Lajaunie C, Wackernagel H (2006). "A 'small-world-like' model for comparing interventions aimed at preventing and controlling influenza pandemics". BMC Med. 4: 26. doi:10.1186/1741-7015-4-26. PMC 1626479 . PMID 17059593. 
  63. ^ "CDC H1N1 Flu : Updated Interim Recommendations for the Use of Antiviral Medications in the Treatment and Prevention of Influenza for the 2009-2010 Season". Centers for Disease Control and Prevention. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-12-10. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  64. ^ Mitamura K, Sugaya N (2006). "[Diagnosis and Treatment of influenza—clinical investigation on viral shedding in children with influenza]". Uirusu. 56 (1): 109–16. doi:10.2222/jsv.56.109. PMID 17038819. 
  65. ^ Grassly NC, Fraser C (2008). "Mathematical models of infectious disease transmission". Nat. Rev. Microbiol. 6 (6): 477–87. doi:10.1038/nrmicro1845. PMID 18533288. 
  66. ^ a b c d e Weber TP, Stilianakis NI (2008). "Inactivation of influenza A viruses in the environment and modes of transmission: a critical review". J. Infect. 57 (5): 361–73. doi:10.1016/j.jinf.2008.08.013. PMID 18848358. 
  67. ^ Hall CB (2007). "The spread of influenza and other respiratory viruses: complexities and conjectures". Clin. Infect. Dis. 45 (3): 353–9. doi:10.1086/519433. PMID 17599315. 
  68. ^ Tellier R (2006). "Review of aerosol transmission of influenza A virus". Emerging Infect. Dis. 12 (11): 1657–62. PMID 17283614. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-04. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  69. ^ Cole E, Cook C (1998). "Characterization of infectious aerosols in health care facilities: an aid to effective engineering controls and preventive strategies". Am J Infect Control. 26 (4): 453–64. doi:10.1016/S0196-6553(98)70046-X. PMID 9721404. 
  70. ^ a b Thomas Y, Vogel G, Wunderli W; et al. (2008). "Survival of influenza virus on banknotes". Appl. Environ. Microbiol. 74 (10): 3002–7. doi:10.1128/AEM.00076-08. PMC 2394922 . PMID 18359825. 
  71. ^ Bean B, Moore BM, Sterner B, Peterson LR, Gerding DN, Balfour HH (1982). "Survival of influenza viruses on environmental surfaces". J. Infect. Dis. 146 (1): 47–51. PMID 6282993. 
  72. ^ a b "Influenza Factsheet" (PDF). Center for Food Security and Public Health, Iowa State University. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2009-03-23. Diakses tanggal 2011-06-22.  hal. 7
  73. ^ Jefferies WM, Turner JC, Lobo M, Gwaltney JM Jr. (1998). "Low plasma levels of adrenocorticotropic hormone in patients with acute influenza". Clin Infect Dis. 26 (26): 708–10. doi:10.1086/514594. PMID 9524849. [pranala nonaktif permanen]
  74. ^ a b Korteweg C, Gu J (2008). "Pathology, molecular biology, and pathogenesis of avian influenza A (H5N1) infection in humans". Am. J. Pathol. 172 (5): 1155–70. doi:10.2353/ajpath.2008.070791. PMC 2329826 . PMID 18403604. 
  75. ^ Nicholls JM, Chan RW, Russell RJ, Air GM, Peiris JS (2008). "Evolving complexities of influenza virus and its receptors". Trends Microbiol. 16 (4): 149–57. doi:10.1016/j.tim.2008.01.008. PMID 18375125. 
  76. ^ van Riel D, Munster VJ, de Wit E; et al. (2006). "H5N1 Virus Attachment to Lower Respiratory Tract". Science. 312 (5772): 399. doi:10.1126/science.1125548. PMID 16556800. 
  77. ^ Shinya K, Ebina M, Yamada S, Ono M, Kasai N, Kawaoka Y (2006). "Avian flu: influenza virus receptors in the human airway". Nature. 440 (7083): 435–6. doi:10.1038/440435a. PMID 16554799. 
  78. ^ van Riel D, Munster VJ, de Wit E; et al. (2007). "Human and avian influenza viruses target different cells in the lower respiratory tract of humans and other mammals". Am. J. Pathol. 171 (4): 1215–23. doi:10.2353/ajpath.2007.070248. PMC 1988871 . PMID 17717141. 
  79. ^ Schmitz N, Kurrer M, Bachmann M, Kopf M (2005). "Interleukin-1 is responsible for acute lung immunopathology but increases survival of respiratory influenza virus infection". J Virol. 79 (10): 6441–8. doi:10.1128/JVI.79.10.6441-6448.2005. PMC 1091664 . PMID 15858027. 
  80. ^ Winther B, Gwaltney J, Mygind N, Hendley J (1998). "Viral-induced rhinitis". Am J Rhinol. 12 (1): 17–20. doi:10.2500/105065898782102954. PMID 9513654. 
  81. ^ Cheung CY, Poon LL, Lau AS; et al. (2002). "Induction of proinflammatory cytokines in human macrophages by influenza A (H5N1) viruses: a mechanism for the unusual severity of human disease?". Lancet. 360 (9348): 1831–7. doi:10.1016/S0140-6736(02)11772-7. PMID 12480361. 
  82. ^ Kobasa D, Jones SM, Shinya K; et al. (2007). "Aberrant innate immune response in lethal infection of macaques with the 1918 influenza virus". Nature. 445 (7125): 319–23. doi:10.1038/nature05495. PMID 17230189. 
  83. ^ Kash JC, Tumpey TM, Proll SC; et al. (2006). "Genomic analysis of increased host immune and cell death responses induced by 1918 influenza virus". Nature. 443 (7111): 578–81. doi:10.1038/nature05181. PMC 2615558 . PMID 17006449. 
  84. ^ a b Beigel J, Bray M (2008). "Current and future antiviral therapy of severe seasonal and avian influenza". Antiviral Res. 78 (1): 91–102. doi:10.1016/j.antiviral.2008.01.003. PMC 2346583 . PMID 18328578. 
  85. ^ a b Recommended composition of influenza virus vaccines for use in the 2006–2007 influenza season WHO report 2006-02-14. Diakses 19 Oktober 2006.
  86. ^ Capua, I (2006). "The challenge of avian influenza to the veterinary community". Avian Pathol. 35 (3): 189–205. doi:10.1080/03079450600717174. PMID 16753610. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-23. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  87. ^ Holmes, E (2005). "Whole-genome analysis of human influenza A virus reveals multiple persistent lineages and reassortment among recent H3N2 viruses". PLoS Biol. 3 (9): e300. doi:10.1371/journal.pbio.0030300. PMC 1180517 . PMID 16026181. 
  88. ^ a b Key Facts about Influenza (Flu) Vaccine Diarsipkan 2018-02-28 di Wayback Machine. CDC publication. Published 17 October 2006. Diakses 18 Oktober 2006.
  89. ^ Smith NM, Bresee JS, Shay DK, Uyeki TM, Cox NJ, Strikas RA (2006). "Prevention and Control of Influenza: recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP)" (PDF). MMWR Recomm Rep. 55 (RR-10): 1–42. PMID 16874296. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2019-05-02. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  90. ^ Questions & Answers: Flu Shot Diarsipkan 2015-10-01 di Wayback Machine. Publikasi CDC diperbaharui 24 Juli 2006. Diakses 19 Oktober 2006.
  91. ^ World Health Organization. Tables on the Clinical trials of pandemic influenza prototype vaccines. Juli 2009. http://www.who.int/vaccine_research/immunogenicity/immunogenicity_table.xls Diarsipkan 2009-03-06 di Wayback Machine.
  92. ^ US Food & Drug Administration. FDA Approves Vaccines for 2009 H1N1 Influenza Virus Approval Provides Important Tool to Fight Pandemic. 15 September 2009. http://www.fda.gov/NewsEvents/Newsroom/PressAnnouncements/ucm182399.htm Diarsipkan 2009-10-15 di Wayback Machine.
  93. ^ Center for Disease Control and Prevention: "QUESTIONS & ANSWERS: Novel H1N1 Flu (Swine Flu) and You" Diarsipkan 2010-03-04 di Wayback Machine.. Diakses 15 Desember 2009.
  94. ^ Grayson ML, Melvani S, Druce J; et al. (2009). "Efficacy of soap and water and alcohol-based hand-rub preparations against live H1N1 influenza virus on the hands of human volunteers". Clin. Infect. Dis. 48 (3): 285–91. doi:10.1086/595845. PMID 19115974. 
  95. ^ a b c d Aledort JE, Lurie N, Wasserman J, Bozzette SA (2007). "Non-pharmaceutical public health interventions for pandemic influenza: an evaluation of the evidence base". BMC Public Health. 7: 208. doi:10.1186/1471-2458-7-208. PMC 2040158 . PMID 17697389. 
  96. ^ MacIntyre CR, Cauchemez S, Dwyer DE; et al. (2009). "Face mask use and control of respiratory virus transmission in households" (PDF). Emerging Infect. Dis. 15 (2): 233–41. doi:10.3201/eid1502.081167. PMC 2662657 . PMID 19193267. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-07-15. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  97. ^ Bridges CB, Kuehnert MJ, Hall CB (2003). "Transmission of influenza: implications for control in health care settings". Clin. Infect. Dis. 37 (8): 1094–101. doi:10.1086/378292. PMID 14523774. 
  98. ^ Interim Guidance for the Use of Masks to Control Influenza Transmission Diarsipkan 2018-02-21 di Wayback Machine. Coordinating Center for Infectious Diseases (CCID) 8 Agustus 2005
  99. ^ Murin, Susan (2005). "Respiratory tract infections: another reason not to smoke" (PDF). Cleveland Clinic Journal of Medicine. 72 (10): 916–920. doi:10.3949/ccjm.72.10.916. PMID 16231688. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-07-15. Diakses tanggal 2009-10-01. 
  100. ^ Kark, J D (1982). "Cigarette smoking as a risk factor for epidemic a(h1n1) influenza in young men". The New England Journal of Medicine. 307 (17): 1042–1046. doi:10.1056/NEJM198210213071702. ISSN 0028-4793. PMID 7121513. 
  101. ^ Hota B (2004). "Contamination, disinfection, and cross-colonization: are hospital surfaces reservoirs for nosocomial infection?". Clin Infect Dis. 39 (8): 1182–9. doi:10.1086/424667. PMID 15486843. 
  102. ^ a b McDonnell G, Russell A (1 January 1999). "Antiseptics and disinfectants: activity, action, and resistance" (PDF). Clin Microbiol Rev. 12 (1): 147–79. PMC 88911 . PMID 9880479. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-25. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  103. ^ "Chlorine Bleach: Helping to Manage the Flu Risk". Water Quality & Health Council. April 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-06-07. Diakses tanggal 2009-05-12. 
  104. ^ Hatchett RJ, Mecher CE, Lipsitch M (2007). "Public health interventions and epidemic intensity during the 1918 influenza pandemic" (PDF). Proc Natl Acad Sci U S A. 104 (18): 7582–7587. doi:10.1073/pnas.0610941104. PMC 1849867 . PMID 17416679. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2015-12-13. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  105. ^ Bootsma MC, Ferguson NM (2007). "The effect of public health measures on the 1918 influenza pandemic in U.S. cities" (PDF). Proc Natl Acad Sci U S A. 104 (18): 7588–7593. doi:10.1073/pnas.0611071104. PMC 1849868 . PMID 17416677. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  106. ^ "Flu: MedlinePlus Medical Encyclopedia". U.S. National Library of Medicine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-23. Diakses tanggal 7 February 2010. 
  107. ^ Glasgow, J (2001). "Reye syndrome — insights on causation and prognosis" (PDF). Arch Dis Child. 85 (5): 351–3. doi:10.1136/adc.85.5.351. PMC 1718987 . PMID 11668090. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-07-08. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  108. ^ Hurt AC, Ho HT, Barr I (2006). "Resistance to anti-influenza drugs: adamantanes and neuraminidase inhibitors". Expert Rev Anti Infect Ther. 4 (5): 795–805. doi:10.1586/14787210.4.5.795. PMID 17140356. 
  109. ^ Centers for Disease Control and Prevention. CDC Recommends against the Use of Amantadine and Rimantadine for the Treatment or Prophylaxis of Influenza in the United States during the 2005–06 Influenza Season. Diarsipkan 2008-05-03 di Wayback Machine. 14 January 2006. Diakses 1 Januari 2007
  110. ^ DOI:10.1016/S0140-6736(09)61304-0
    Rujukan ini akan diselesaikan secara otomatis dalam beberapa menit. Anda dapat melewati antrian atau membuat secara manual
  111. ^ Transcript of virtual press conference with Gregory Hartl, Spokesperson for H1N1, and Dr Nikki Shindo, Medical Officer, Global Influenza Programme, World Health Organization Diarsipkan 2020-12-22 di Wayback Machine., 12 November 2009. " . . . persistent or rapidly worsening symptoms should also be treated with antivirals. These symptoms include difficulty breathing and a high fever that lasts beyond 3 days. . . [page 1]" " . . . The pandemic virus can cause severe pneumonia even in healthy young people . . . [page 2]"
  112. ^ Moscona, A (2005). "Neuraminidase inhibitors for influenza" (PDF). N Engl J Med. 353 (13): 1363–73. doi:10.1056/NEJMra050740. PMID 16192481. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-02. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  113. ^ a b Stephenson, I (1999). "Chemotherapeutic control of influenza" (PDF). J Antimicrob Chemother. 44 (1): 6–10. doi:10.1093/jac/44.1.6. PMID 10459804. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2016-01-25. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  114. ^ Jefferson, T (2006). Jefferson, Tom, ed. "Neuraminidase inhibitors for preventing and treating influenza in healthy adults". Cochrane Database Syst Rev. 3: CD001265. doi:10.1002/14651858.CD001265.pub2. PMID 16855962. 
  115. ^ Webster, Robert G.; Govorkova, E. A. (2006). "H5N1 Influenza — Continuing Evolution and Spread" (PDF). N Engl J Med. 355 (21): 2174–77. doi:10.1056/NEJMp068205. PMID 17124014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-20. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  116. ^ Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2006). "High levels of adamantane resistance among influenza A (H3N2) viruses and interim guidelines for use of antiviral agents — United States, 2005–06 influenza season" (PDF). MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 55 (2): 44–6. PMID 16424859. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2019-05-02. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  117. ^ Bright, Rick A; Medina, Marie-jo; Xu, Xiyan; Perez-Oronoz, Gilda; Wallis, Teresa R; Davis, Xiaohong M; Povinelli, Laura; Cox, Nancy J; Klimov, Alexander I (2005). "Incidence of adamantane resistance among influenza A (H3N2) viruses isolated worldwide from 1994 to 2005: a cause for concern". The Lancet. 366 (9492): 1175–81. doi:10.1016/S0140-6736(05)67338-2. PMID 16198766. 
  118. ^ Ilyushina NA, Govorkova EA, Webster RG (2005). "Detection of amantadine-resistant variants among avian influenza viruses isolated in North America and Asia" (PDF). Virology. 341 (1): 102–6. doi:10.1016/j.virol.2005.07.003. PMID 16081121. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-11-03. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  119. ^ Parry J (2005). "Use of antiviral drug in poultry is blamed for drug resistant strains of avian flu". BMJ. 331 (7507): 10. doi:10.1136/bmj.331.7507.10. PMC 558527 . PMID 15994677. 
  120. ^ Hayden FG (1997). "Prevention and treatment of influenza in immunocompromised patients". Am. J. Med. 102 (3A): 55–60; discussion 75–6. doi:10.1016/S0002-9343(97)80013-7. PMID 10868144. 
  121. ^ Whitley RJ, Monto AS. (2006). "Prevention and treatment of influenza in high-risk groups: children, pregnant women, immunocompromised hosts, and nursing home residents". J Infect Dis. 194 S2: S133–8. doi:10.1086/507548. PMID 17163386. [pranala nonaktif permanen]
  122. ^ Angelo SJ, Marshall PS, Chrissoheris MP, Chaves AM (2004). "Clinical characteristics associated with poor outcome in patients acutely infected with Influenza A". Conn Med. 68 (4): 199–205. PMID 15095826. 
  123. ^ Murin S, Bilello K (2005). "Respiratory tract infections: another reason not to smoke". Cleve Clin J Med. 72 (10): 916–20. doi:10.3949/ccjm.72.10.916. PMID 16231688. 
  124. ^ Sandman, Peter M.; Lanard, Jody (2005). "Bird Flu: Communicating the Risk". Perspectives in Health Magazine. 10 (2): 1–6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-29. Diakses tanggal 2011-07-13. 
  125. ^ a b Sivadon-Tardy V, Orlikowski D, Porcher R; et al. (2009). "Guillain-Barré syndrome and influenza virus infection". Clin. Infect. Dis. 48 (1): 48–56. doi:10.1086/594124. PMID 19025491. 
  126. ^ Jacobs BC, Rothbarth PH, van der Meché FG; et al. (1998). "The spectrum of antecedent infections in Guillain-Barré syndrome: a case-control study". Neurology. 51 (4): 1110–5. PMID 9781538. 
  127. ^ Vellozzi C, Burwen DR, Dobardzic A, Ball R, Walton K, Haber P (2009). "Safety of trivalent inactivated influenza vaccines in adults: Background for pandemic influenza vaccine safety monitoring". Vaccine. 27 (15): 2114–2120. doi:10.1016/j.vaccine.2009.01.125. PMID 19356614. 
  128. ^ "2009 H1N1 Flu Vaccine Was Safe". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-29. Diakses tanggal 2011-07-13. 
  129. ^ Stowe J, Andrews N, Wise L, Miller E (2009). "Investigation of the temporal association of Guillain-Barre syndrome with influenza vaccine and influenzalike illness using the United Kingdom General Practice Research Database". Am. J. Epidemiol. 169 (3): 382–8. doi:10.1093/aje/kwn310. PMID 19033158. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-28. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  130. ^ Sivadon-Tardy V, Orlikowski D, Porcher R; et al. (2009). "Guillain-Barré syndrome and influenza virus infection". Clin. Infect. Dis. 48 (1): 48–56. doi:10.1086/594124. PMID 19025491.  [pranala nonaktif permanen]
  131. ^ Weather and the Flu Season Diarsipkan 2017-06-24 di Wayback Machine. NPR Day to Day, 17 December 2003. Diakses 19 Oktober 2006
  132. ^ Lowen, AC; Mubareka, S; Steel, J; Palese, P (2007). "Influenza virus transmission is dependent on relative humidity and temperature" (PDF). PLoS Pathogens. 3 (10): e151. doi:10.1371/journal.ppat.0030151. PMC 2034399 . PMID 17953482.  [pranala nonaktif permanen]
  133. ^ Shaman J, Kohn M (2009). "Absolute humidity modulates influenza survival, transmission, and seasonality". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 106 (9): 3243–8. doi:10.1073/pnas.0806852106. PMC 2651255 . PMID 19204283. 
  134. ^ Shaman J, Pitzer VE, Viboud C, Grenfell BT, Lipsitch M (2010). Ferguson, Neil M., ed. "Absolute humidity and the seasonal onset of influenza in the continental United States". PLoS Biol. 8 (2): e1000316. doi:10.1371/journal.pbio.1000316. PMC 2826374 . PMID 20186267. 
  135. ^ Shek, LP; Lee, BW (2003). "Epidemiology and seasonality of respiratory tract virus infections in the tropics". Paediatric respiratory reviews. 4 (2): 105–11. doi:10.1016/S1526-0542(03)00024-1. PMID 12758047. 
  136. ^ Dushoff, J; Plotkin, JB; Levin, SA; Earn, DJ (2004). "Dynamical resonance can account for seasonality of influenza epidemics". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 101 (48): 16915–6. doi:10.1073/pnas.0407293101. PMC 534740 . PMID 15557003. 
  137. ^ WHO Confirmed Human Cases of H5N1 Data published by WHO Epidemic and Pandemic Alert and Response (EPR). Diakses 24 Oktober 2006
  138. ^ Cannell, J (2006). "Epidemic influenza and vitamin D". Epidemiol Infect. 134 (6): 1129–40. doi:10.1017/S0950268806007175. PMC 2870528 . PMID 16959053. 
  139. ^ HOPE-SIMPSON, R (1965). "The nature of herpes zoster: a long-term study and a new hypothesis". Proc R Soc Med. 58: 9–20. PMC 1898279 . PMID 14267505. 
  140. ^ Influenza Diarsipkan 2014-11-30 di Wayback Machine. WHO Fact sheet No. 211 revised March 2003. Diakses 22 Oktober 2006.
  141. ^ Thompson, W (2003). "Mortality associated with influenza and respiratory syncytial virus in the United States". JAMA. 289 (2): 179–86. doi:10.1001/jama.289.2.179. PMID 12517228. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-10. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  142. ^ Thompson, W (2004). "Influenza-associated hospitalizations in the United States". JAMA. 292 (11): 1333–40. doi:10.1001/jama.292.11.1333. PMID 15367555. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-29. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  143. ^ Murray CJ, Lopez AD, Chin B, Feehan D, Hill KH (2006). "Estimation of potential global pandemic influenza mortality on the basis of vital registry data from the 1918-20 pandemic: a quantitative analysis". Lancet. 368 (9554): 2211–8. doi:10.1016/S0140-6736(06)69895-4. PMID 17189032. 
  144. ^ Wolf, Yuri I; Viboud, C; Holmes, EC; Koonin, EV; Lipman, DJ (2006). "Long intervals of stasis punctuated by bursts of positive selection in the seasonal evolution of influenza A virus". Biol Direct. 1 (1): 34. doi:10.1186/1745-6150-1-34. PMC 1647279 . PMID 17067369. 
  145. ^ Parrish, C (2005). "The origins of new pandemic viruses: the acquisition of new host ranges by canine parvovirus and influenza A viruses". Annual Rev Microbiol. 59: 553–86. doi:10.1146/annurev.micro.59.030804.121059. PMID 16153179. 
  146. ^ Recker M, Pybus OG, Nee S, Gupta S (2007). "The generation of influenza outbreaks by a network of host immune responses against a limited set of antigenic types". Proc Natl Acad Sci U S A. 104 (18): 7711–7716. doi:10.1073/pnas.0702154104. PMC 1855915 . PMID 17460037. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-29. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  147. ^ Influenza, The Oxford English Dictionary, second edition.
  148. ^ Creighton, Charles (1965): A History Of Epidemics In Britain, With Additional Material By D.E.C. Eversley
  149. ^ Potter, CW (2001). "A history of influenza". Journal of applied microbiology. 91 (4): 572–579. doi:10.1046/j.1365-2672.2001.01492.x. PMID 11576290. 
  150. ^ Smith, P (2009). "Swine Flu". Croatian Medical Journal. 50 (4): 412. doi:10.3325/cmj.2009.50.412. PMC 2728380 . PMID 19673043. 
  151. ^ Martin, P (2006). "2,500-year evolution of the term epidemic". Emerg Infect Dis. 12 (6): 976–80. PMID 16707055. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-30. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  152. ^ Hippocrates (400 BCE). "Of the Epidemics". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-05. Diakses tanggal 2006-10-18. 
  153. ^ Beveridge, W I (1991). "The chronicle of influenza epidemics". History and Philosophy of the Life Sciences. 13 (2): 223–234. PMID 1724803. 
  154. ^ a b c d Potter CW (2001). "A History of Influenza". Journal of Applied Microbiology. 91 (4): 572–579. doi:10.1046/j.1365-2672.2001.01492.x. PMID 11576290.  [pranala nonaktif permanen]
  155. ^ Guerra, Francisco (1988). "The Earliest American Epidemic: The Influenza of 1493". Social Science History. 12 (3): 305–325. doi:10.2307/1171451. JSTOR 1171451. PMID 11618144.  (only the first page can be read for free, but that has enough information about influenza being the main disease brought by Columbus killing 90 % of the indiginous population)
  156. ^ Guerra, F (1993). "The European-American exchange". History and Philosophy of the Life Sciences. 15 (3): 313–327. doi:10.1016/S1471-0846(02)80108-1. PMID 7529930. 
  157. ^ a b c d e Knobler S, Mack A, Mahmoud A, Lemon S (ed.). "1: The Story of Influenza". The Threat of Pandemic Influenza: Are We Ready? Workshop Summary (2005). Washington, D.C.: The National Academies Press. hlm. 60–61. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-07. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  158. ^ a b Patterson, KD (1991). "The geography and mortality of the 1918 influenza pandemic". Bull Hist Med. 65 (1): 4–21. PMID 2021692. 
  159. ^ Taubenberger JK, Reid AH, Janczewski TA, Fanning TG (2001). "Integrating historical, clinical and molecular genetic data in order to explain the origin and virulence of the 1918 Spanish influenza virus". Philos. Trans. R. Soc. Lond., B, Biol. Sci. 356 (1416): 1829–39. doi:10.1098/rstb.2001.1020. PMC 1088558 . PMID 11779381. 
  160. ^ a b Taubenberger, J (2006). "1918 Influenza: the mother of all pandemics". Emerg Infect Dis. 12 (1): 15–22. PMID 16494711. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-12-24. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  161. ^ Simonsen, L (1998). "Pandemic versus epidemic influenza mortality: a pattern of changing age distribution". J Infect Dis. 178 (1): 53–60. PMID 9652423. 
  162. ^ "Ten things you need to know about pandemic influenza". World Health Organization. 2005-10-14. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-10-16. Diakses tanggal 2009-09-26. 
  163. ^ Valleron AJ, Cori A, Valtat S, Meurisse S, Carrat F, Boëlle PY (2010). "Transmissibility and geographic spread of the 1889 influenza pandemic". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 107 (19): 8778–81. doi:10.1073/pnas.1000886107. PMC 2889325 . PMID 20421481. 
  164. ^ Mills CE, Robins JM, Lipsitch M (2004). "Transmissibility of 1918 pandemic influenza". Nature. 432 (7019): 904–6. doi:10.1038/nature03063. PMID 15602562. 
  165. ^ Donaldson LJ, Rutter PD, Ellis BM; et al. (2009). "Mortality from pandemic A/H1N1 2009 influenza in England: public health surveillance study". BMJ. 339: b5213. doi:10.1136/bmj.b5213. PMC 2791802 . PMID 20007665. 
  166. ^ Heinen PP (15 September 2003). "Swine influenza: a zoonosis". Veterinary Sciences Tomorrow. ISSN 1569-0830. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-06. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  167. ^ Shimizu, K (1997). "History of influenza epidemics and discovery of influenza virus". Nippon Rinsho. 55 (10): 2505–201. PMID 9360364. 
  168. ^ Smith, W (1933). "A virus obtained from influenza patients". Lancet. 2: 66–68. doi:10.1016/S0140-6736(00)78541-2. 
  169. ^ Sir Frank Macfarlane Burnet: Biography Diarsipkan 2013-09-14 di Wayback Machine. The Nobel Foundation. Diakses 22 Oktober 2006
  170. ^ Kendall, H (2006). "Vaccine Innovation: Lessons from World War II". Journal of Public Health Policy. 27 (1): 38–57. doi:10.1057/palgrave.jphp.3200064. PMID 16681187. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-04. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  171. ^ Statement from President George W. Bush on Influenza Diarsipkan 2009-01-09 di Wayback Machine. Diakses 26 Oktober 2006
  172. ^ Brainerd, E. and M. Siegler (2003), "The Economic Effects of the 1918 Influenza Epidemic", CEPR Discussion Paper, no. 3791.
  173. ^ Poland G (2006). "Vaccines against avian influenza—a race against time". N Engl J Med. 354 (13): 1411–3. doi:10.1056/NEJMe068047. PMID 16571885. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-30. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  174. ^ a b Rosenthal, E.; Bradsher, K. (16 March 2006). "Is Business Ready for a Flu Pandemic?". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-02. Diakses tanggal 17 April 2006. 
  175. ^ National Strategy for Pandemic Influenza Diarsipkan 2009-01-09 di Wayback Machine. Whitehouse.gov Diakses 26 Oktober 2006.
  176. ^ Bush Outlines $7 Billion Pandemic Flu Preparedness Plan Diarsipkan 2007-08-07 di Wayback Machine. US Mission to the EU, Diakses 12 Desember 2009 Diarsipkan 20070807204025 di useu.usmission.gov Galat: URL arsip tidak dikenal[pranala nonaktif]
  177. ^ Donor Nations Pledge $1.85 Billion to Combat Bird Flu Diarsipkan 2008-05-17 di Wayback Machine. Newswire Diakses 26 Oktober 2006.
  178. ^ Assessment of the 2009 influenza A (H1N1) Outbreak on Selected Countries in the Southern Hemisphere. 2009. http://flu.gov/professional/global/southhemisphere.html Diarsipkan 2009-09-24 di Wayback Machine.
  179. ^ Influenza A Virus Genome Project Diarsipkan 2006-11-08 di Wayback Machine. at The Institute of Genomic Research. Diakses 19 Oktober 2006
  180. ^ Subbarao K, Katz J (2004). "Influenza vaccines generated by reverse genetics". Curr Top Microbiol Immunol. 283: 313–42. PMID 15298174. 
  181. ^ Bardiya N, Bae J (2005). "Influenza vaccines: recent advances in production technologies". Appl Microbiol Biotechnol. 67 (3): 299–305. doi:10.1007/s00253-004-1874-1. PMID 15660212. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-26. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  182. ^ Neirynck S, Deroo T, Saelens X, Vanlandschoot P, Jou WM, Fiers W (1999). "A universal influenza A vaccine based on the extracellular domain of the M2 protein". Nat. Med. 5 (10): 1157–63. doi:10.1038/13484. PMID 10502819. 
  183. ^ Fiers W, Neirynck S, Deroo T, Saelens X, Jou WM (2001). "Soluble recombinant influenza vaccines". Philos. Trans. R. Soc. Lond., B, Biol. Sci. 356 (1416): 1961–3. doi:10.1098/rstb.2001.0980. PMC 1088575 . PMID 11779398. 
  184. ^ Fiers W, De Filette M, Birkett A, Neirynck S, Min Jou W (2004). "A "universal" human influenza A vaccine". Virus Res. 103 (1-2): 173–6. doi:10.1016/j.virusres.2004.02.030. PMID 15163506. 
  185. ^ Gingerich, DA (2008). "Lymphocyte T-Cell Immunomodulator: Review of the ImmunoPharmacology of a new Veterinary Biologic" (PDF). Journal of Applied Research in Veterinary Medicine. 6 (2): 61–68. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-07-13. Diakses tanggal 5 December 2010. 
  186. ^ Gorman O, Bean W, Kawaoka Y, Webster R (1990). "Evolution of the nucleoprotein gene of influenza A virus". J Virol. 64 (4): 1487–97. PMC 249282 . PMID 2319644. 
  187. ^ Hinshaw V, Bean W, Webster R, Rehg J, Fiorelli P, Early G, Geraci J, St Aubin D (1984). "Are seals frequently infected with avian influenza viruses?". J Virol. 51 (3): 863–5. PMC 255856 . PMID 6471169. 
  188. ^ Elbers A, Koch G, Bouma A (2005). "Performance of clinical signs in poultry for the detection of outbreaks during the avian influenza A (H7N7) epidemic in The Netherlands in 2003". Avian Pathol. 34 (3): 181–7. doi:10.1080/03079450500096497. PMID 16191700. 
  189. ^ Capua, I; Mutinelli, F. (2001). "Low pathogenicity (LPAI) and highly pathogenic (HPAI) avian influenza in turkeys and chicken". A Colour Atlas and Text on Avian Influenza. Bologna: Papi Editore. hlm. 13–20. ISBN 88-88369-00-7. 
  190. ^ Bano S, Naeem K, Malik S (2003). "Evaluation of pathogenic potential of avian influenza virus serotype H9N2 in chickens". Avian Dis. 47 (3 Suppl): 817–22. doi:10.1637/0005-2086-47.s3.817. PMID 14575070. 
  191. ^ Swayne D, Suarez D (2000). "Highly pathogenic avian influenza". Rev Sci Tech. 19 (2): 463–82. PMID 10935274. 
  192. ^ Li K, Guan Y, Wang J, Smith G, Xu K, Duan L, Rahardjo A, Puthavathana P, Buranathai C, Nguyen T, Estoepangestie A, Chaisingh A, Auewarakul P, Long H, Hanh N, Webby R, Poon L, Chen H, Shortridge K, Yuen K, Webster R, Peiris J (2004). "Genesis of a highly pathogenic and potentially pandemic H5N1 influenza virus in eastern Asia". Nature. 430 (6996): 209–13. doi:10.1038/nature02746. PMID 15241415. 
  193. ^ Li KS, Guan Y, Wang J, Smith GJ, Xu KM, Duan L, Rahardjo AP, Puthavathana P, Buranathai C, Nguyen TD, Estoepangestie AT, Chaisingh A, Auewarakul P, Long HT, Hanh NT, Webby RJ, Poon LL, Chen H, Shortridge KF, Yuen KY, Webster RG, Peiris JS. "The Threat of Pandemic Influenza: Are We Ready?" Workshop Summary[pranala nonaktif permanen] The National Academies Press (2005) "Today's Pandemic Threat: Genesis of a Highly Pathogenic and Potentially Pandemic H5N1 Influenza Virus in Eastern Asia", pages 116–130
  194. ^ Liu J (2006). "Avian influenza—a pandemic waiting to happen?" (PDF). J Microbiol Immunol Infect. 39 (1): 4–10. PMID 16440117. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-02-16. Diakses tanggal 2011-06-22. 
  195. ^ Salomon R, Webster RG (2009). "The influenza virus enigma". Cell. 136 (3): 402–10. doi:10.1016/j.cell.2009.01.029. PMC 2971533 . PMID 19203576. 
  196. ^ a b Kothalawala H, Toussaint MJ, Gruys E (2006). "An overview of swine influenza". Vet Q. 28 (2): 46–53. PMID 16841566. 
  197. ^ Myers KP, Olsen CW, Gray GC (2007). "Cases of swine influenza in humans: a review of the literature". Clin. Infect. Dis. 44 (8): 1084–8. doi:10.1086/512813. PMC 1973337 . PMID 17366454. 
  198. ^ Maria Zampaglione (April 29, 2009). "Press Release: A/H1N1 influenza like human illness in Mexico and the USA: OIE statement". World Organisation for Animal Health. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-30. Diakses tanggal April 29, 2009. 
  199. ^ Grady, Denise (2009-05-01). "W.H.O. Gives Swine Flu a Less Loaded, More Scientific Name". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-04. Diakses tanggal 2010-03-31. 
  200. ^ McNeil Jr., Donald G. (2009-05-01). "Virus's Tangled Genes Straddle Continents, Raising a Mystery About Its Origins". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-04. Diakses tanggal 2010-03-31. 

Bacaan lanjut

Pranala luar

Klasifikasi
Sumber luar