Indonesia Digital Association


Indonesia Digital Association (bahasa Indonesia: Asosiasi Digital Indonesia, disingkat IDA) adalah sebuah perkumpulan yang berperan menaungi para pemain usaha di bidang periklanan digital dan mengawasi gerak periklanan digital di Indonesia.[1][2] Hingga pada tahun 2015, para anggota yang terkumpul ke dalam IDA di antaranya adalah Detik.com, inilah.com group, Kapanlagi.com, Kompas.com, Liputan6.com, Merdeka.com, Metrotvnews.com, okezone.com, Tempo.co, Tribunnews.com, dan viva.co.id.[2]

Latar belakang dan tujuan

sunting

Motif dari pembentukan IDA adalah meningkatkan dan mengembangkan industri digital di Indonesia.[2] Lalu, tujuan yang diraih oleh IDA adalah mengedukasi pengiklan dan agensi mengenai nilai periklanan digital, membuat dan menyepakati kode etik dalam beriklan digital, menciptakan forum diskusi dan mempererat relasi industri, dan menerapkan standardisasi panduan riset dan materi kreatif.[2]

Protes iklan serobot

sunting

Pada tahun 2014, IDA bersama dengan E-Commerce Association (idEA) aktif menggalang protes kepada dua operator telepon seluler XL Axiata dan Telkomsel berkaitan dengan metode periklanan digital yang dilakukan kedua operator tersebut.[3] Baik XL maupun Telkomsel disebut menggunakan dua metode iklan serobot (intrusive Ads) yaitu interstitial dan Off-decks.[4] Interstitial ads adalah halaman iklan yang muncul pada saat pemuatan halaman situs dan off-decks adalah iklan yang muncul di laman sebuah situs.[4]

Kedua asosiasi tersebut memperkarakan tiga hal kepada XL dan Telkomsel.[5] Pertama, iklan yang ditampilkan tidak melalui persetujuan terlebih dahulu dengan pemilik situs.[5] Kedua, XL dan Telkomsel mempraktikan usaha persaingan yang tidak sehat dalam industri periklanan. Dalam hal ini mereka berusaha mengambil untung lebih banyak secara sepihak dan mempengaruhi pendapatan para pengiklan digital lainnya.[5] Ketiga, kedua operator tersebut melanggar Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang memuat hukum internet di Indonesia melarang siapapun untuk mengubah, menambah, mengurangi, transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan atau informasi elektronik atau dokumen milik orang lain atau milik umum.[5] Serta Pasal 20 UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berbunyi “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.”[5] Bagi kedua asosiasi, apa yang dilakukan oleh dua operator tersebut sama seperti hijacking atau hostile redirecting yang menguntungkan satu pihak.[5]

Para pemilik situs yang tergabung dalam IDA (21 anggota) dan idEA (39 anggota) merasa dirugikan oleh iklan serobot para operator telekomunikasi yang menyusup ke situs mereka demi keuntungan sepihak.[3] Akses ke laman situs pun terasa lebih lamban sejak iklan serobot menyusup.[4] Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pun menyayangkan tindakan kedua operator tersebut karena iklan serobot tidak hanya merugikan pemilik situs, tapi juga konsumen.[4]

Meski diprotes, pihak operator didukung dengan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) justru berpendapat bahwa pemasangan iklan serobot sama sekali tak menyalahi norma karena infrakstruktur jaringan sepenuhnya milik operator dan mereka berhak menaruh iklan di media manapun.[3][4]

Sebelumnya pada tahun 2013, IDA telah menggelar diskusi formal mengenai permasalahan iklan melaui Kelompok Kerja Media Online (KKMO) dengan hasil tertulis bahwa kedua operator akan menghentikan iklan serobot.[6] Namun, tetap saja iklan serobot dilakukan.[6] Menyesali hal tersebut, idEA dan IDA pun membuat petisi di situs change.org mengenai penghentian iklan serobot.[6] Pergelaran petisi ini menggunakan landasan hukum Pasal 32 Ayat 1 UU No. 11/2008 tentan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).[7] Target tanda tangan yang hendak digalang berjumlah 2500 tanda tangan.[7]

Menanggapi kontroversi ini, pihak regulator Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melakukan mediasi dengan mempertemukan dua pihak yang berseteru dengan tujuan mendapatkan win-win solution.[8] Meski telah dilakukan langkah demikian, hingga saat ini BRTI masih belum melakukan mediasi.[8]

Referensi

sunting
  1. ^ (Inggris) AdtechAsian. "Sponsors: Indonesian Digital Association". 
  2. ^ a b c d (Inggris) Indonesia Digital Association. "IDA: About". 
  3. ^ a b c (Inggris) Todayonline. "Indonesian Telcos Battle Over Rights". [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ a b c d e "Intrusive Ads: Iklan Serobot ala Operator-operator Telekomunikasi". Viva. 
  5. ^ a b c d e f "idEA dan IDA: Telkomsel dan XL Bandel Pasang Iklan Intrusive di Web". Seluler. September 2014. [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ a b c (Inggris) Techinasia. "idEA IDA: Telkomsel-XL Intrusive Ads Rejection". 
  7. ^ a b (Inggris) Bisnis.com. "Petisi Iklan Intrusive untuk Telkomsel-XL Didukung 1357 Tanda Tangan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-18. Diakses tanggal 2015-05-14. 
  8. ^ a b "Soal Iklan Serobot, BRTI Akan Temukan Telkomsel dan IDA". Viva.