Iman kepada Allah adalah rukun iman yang pertama dalam ajaran Islam yang menjadi asas dan dasar bagi akidah Islam. Kedudukan iman kepada Allah dinyatakan oleh Muhammad melalui periwayatan hadis. Pembuktian iman kepada Allah ialah dengan akhlak mulia. Kondisi keimanan kepada Allah dalam ajaran Islam menjadi penentu bagi individu di Hari Pembalasan untuk masuk surga atau masuk neraka.

Kedudukan

sunting

Kedudukan iman kepada Allah ialah sebagai asas dan dasar akidah Islam. Keyakinan yang terkandung dalam iman kepada Allah sangat kuat karena kedudukan Allah sebagai Tuhan dan pemilik atas segala sesuatu.[1] Iman kepada Allah menjadi bagian akidah Islam berkaitan dengan tauhid. Di antara enam jenis iman dalam rukun iman, iman kepada Allah adalah yang paling utama dan paling mendasar. Keimanan yang benar dan baik kepada Allah berdampak terhadap keimanan atas kelima jenis iman lainnya.[2]

Iman kepada Allah merupakan ruang lingkup keimanan sesuai dengan yang disampaikan oleh Muhammad. Hadis yang meriwayatkannya berasal dari Imam Muslim. Dalam hadis ini, Muhammad diminta untuk menceritakan tentang iman.  Iman kepada Allah disebutkan pertama kali kemudian dilanjutkan iman kepada malaikat, kitab, hari akhir serta takdir baik dan takdir buruk.[2]

Cakupan keimanan

sunting

Iman kepada wujud Allah

sunting

Tauhid rububiyah

sunting

Tauhid rububiyah adalah bentuk pengesaan Allah atas segala urusan alam semesta. Allah dalam tauhid rububiyah merupakan satu-satunya pencipta dan pengatur segala makhluk yang ada di dalam alam semesta.[3]

Penggambaran

sunting

Iman kepada Allah dapat dibuktikan dengan akhlak mulia. Penggambaran iman melalui akhlak bersifat kuat karena akhlak hanya dapat terbentuk melalui hati manusia.[4]

Tawakal

sunting

Tawakal merupakan landasan awal dalam beribadah kepada Allah. Karena itu, tawakal merupakan landasan utama bagi iman kepada Allah.[5] Kaitan antara tawakal dengan Islam dikisahkan dalam Al-Qur'an pada Surah Yunus ayat 84. Ayat ini mengisahkan seruan Musa kepada kaumnya untuk bertawakal sebagai bukti bahwa kaumnya beriman kepada Allah.[6]

Seruan

sunting

Seruan Musa kepada Fir'aun

sunting

Allah memerintahkan Musa untuk menyeru kepada Fir'aun untuk beriman kepada Allah. Perintah ini disertai dengan seruan untuk membebaskan Bani Israil. Musa menerima perintah Allah setelah melakukan suatu kesalahan atas kaum Fir'aun dan ketika dirinya belum fasih dalam percakapan. Namun, Musa tawakal kepada Allah atas perintah tersebut. Dalam kisah penyeruan Musa kepada Fir'aun, Allah memberikan kemampuan kepada Musa untuk melakukan mukjizat di hadapa para penyihir yang mendukung Fir'aun. Karena melihat mukjizat Musa, para penyihir Fir'aun memilih beriman kepada Allah dan menentang Fir'aun.[7]   

Penerimaan dan penolakan

sunting

Penerimaan dan penolakan untuk beriman kepada Allah secara nyata dikaitkan dengan penempatan manusia surga dan neraka pada Hari Pembalasan.[8] Orang-orang yang beriman kepada Allah akan menerima balasan berupa surga, sedangkan yang menolak akan menerima balasan berupa neraka. Di surga, orang-orang yang beriman kepada Allah dan orang-orang saleh akan mendapatkan kenikmatan yang tidak terhingga. Sementara di neraka, orang-orang yang menolak untuk beriman kepada Allah akan menerima kehinaan dan kesengsaraan yang tidak dapat digambarkan oleh indra.[9]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ al-Fauzan 2021, hlm. 31.
  2. ^ a b Bakhtiar 2018, hlm. 87.
  3. ^ al-Fauzan 2021, hlm. 32.
  4. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 134.
  5. ^ Basri 2008, hlm. 54.
  6. ^ Basri 2008, hlm. 31.
  7. ^ Basri 2008, hlm. 113.
  8. ^ Gholib 2016, hlm. 93-94.
  9. ^ Gholib 2016, hlm. 94.

Daftar pustaka

sunting
  • al-Fauzan, Shalih bin Fauzan (2021). Panduan Lengkap Membenahi Akidah Berdasarkan Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah [Al-Irsyad Ila Shahih al-I’tiqad wa ar-Radd Ala Ahli asy-Syirki wa al-Ilhad]. Diterjemahkan oleh Karimi, Izzudin. Jakarta: Darul Haq. ISBN 978-979-1254-98-4. 
  • Basri, Muh. Mu'inudinillah (2008). Raudina, ed. Indahnya Tawakal. Surakarta: Indiva Pustaka.