Heo Hwang-ok merupakan seorang puteri yang melakukan perjalanan dari kerajaan kuno Ayodhya (yang sekarang India) ke Korea.[1] Informasi mengenai dirinya seluruhnya berasal dari beberapa kisah singkat di dalam riwayat Korea Samguk Yusa abad ke-11. Menurut riwayat tersebut,[2] ia tiba dengan sebuah kapal dan menikah dengan Raja Suro dari Geumgwan Gaya pada tahun 48 M. Ia adalah ratu pertama Geumgwan Gaya, dan dianggap sebagai leluhur beberapa garis keturunan Korea.

Heo Hwang-ok
Makam Heo Hwang-ok di Gimhae
Nama Korea
Hangul
허황옥
Hanja
許黃玉
Alih AksaraHeo Hwang-ok
McCune–ReischauerHŏ Hwangok

Legenda sunting

Menurut Samguk Yusa,[3] orang tua Heo memimpikan Raja Suro. Di dalam mimpi tersebut menunjukkan bahwa raja belum memiliki seorang ratu. Ayahnya kemudian memintanya untuk pergi menemuinya. Ia tiba dengan sebuah kapal yang berisi emas, perak dan tanaman teh. Sebelum menikah dengan raja, ia melepaskan celana panjang peraknya dan berdoa pada arwah gunung.

Peninggalan sunting

Sebuah makam yang dipercaya adalah makam Heo yang terletak didekat makam suaminya di Gimhae, Korea Selatan. Sebuah pagoda yang dibawa ke Korea yang berasal dari kapalnya berlokasi di dekat makamnya. Samguk Yusa menyatakan bahwa pagoda tersebut didirikan di atas kapalnya dengan upaya untuk menenangkan dewa laut dan mengizinkan kapal itu berlayar dengan selamat. Bentuk yang tidak biasa dan kasar dari pagoda ini, tidak seperti pagoda lainnya di Korea, yang mungkin dapat dipercaya kebenarannya.[4]

Samguk Yusa juga mencatat bahwa sebuah kuil dibangun untuk menghormati Heo dan suaminya oleh Raja Jilji pada tahun 452. Kuil tersebut disebut Wanghusa, atau "Kuil Ratu." Karena tidak ada catatan Buddhisme lain yang diambil dari Gaya abad ke-5, para sarjana modern menterjemahkan hal ini sebagai tempat pemujaan daripada sebagai sebuah kuil Buddha.[5]

Keturunan sunting

Angogta-anggota baik dari keturunan Heo (termasuk klan-klan Gimhae, Yangcheon(=Gongam), Taein, dan Hayang) dan Gimhae Kim menyebut diri mereka sendiri keturunan Heo Hwang-ok dan Raja Suro. Dua dari kesepuluh anak pasangan tersebut memilih nama keluarga ibu. Klan-klan Heo menelusuri asal usul mereka, dan menganggap Heo sebagai pendiri dari garis keturunan mereka. Kim Gimhae menelusuri asal usul mereka dari kedelapan anak lainnya.

Pada tahun 2004, dua peneliti Korea menganalisis contoh-contoh DNA yang diambil dari situs kedua makam kerajaan, yang memungkinkan mereka mendirikan keberadaan ikatan genetik antara kelompok etnis Korea dan kelompok tertentu dari India, Malaysia dan Thailand.[6] Penelitian itu masih berlangsung.

Para arkeolog menemukan sebuah batu dengan ikan kembar, sebuah simbol dari Kerajaan Gaya unik dari Dinasti Pandya di Tamilakam dan Kerajaan Ayuta dikaitkan dengan kerajaan Ay yang merupakan pengikut Pandya.

Catatan sunting

  1. ^ The extant records do not identify Ayuta except as a distant country. It is commonly identified with Ayodhya in India; however, Ha & Mintz suggest Ayutthaya in Thailand.
  2. ^ Il-yeon: Samguk Yusa: Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Korea, translated by Tae-Hung Ha and Grafton K. Mintz. Book Two, page 141ff. Silk Pagoda (2006). ISBN 1-59654-348-5
  3. ^ The main story is in the Garakgukgi, and is found in Iryeon (1972), pp. 161-164.
  4. ^ Kwon (2003), pp. 212-213.
  5. ^ Kwon (2003), pp. 213-214.
  6. ^ South Koreans may have Indian genes, The Economic Times, Times News Network, Gurgaon, Haryana (Inde), 21 August 2004. Edition électronique accessed October 17, 2005.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  • Kwon Ju-hyeon (권주현) (2003). 가야인의 삶과 문화 (Gayain-ui salm-gwa munhwa, The culture and life of the Gaya people). Seoul: Hyean. ISBN 89-8494-221-9. 
  • Iryeon (tr. by Ha Tae-Hung & Grafton K. Mintz) (1972). Samguk Yusa. Seoul: Yonsei University Press. ISBN 89-7141-017-5. 

Pranala luar sunting