Gerakan Wanita Indonesia

Organisasi wanita Indonesia (1950-1965)

Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) adalah organisasi pergerakan kaum perempuan yang berdiri pada tanggal 4 Juni 1950 di Semarang, Jawa Tengah. Pada tahun 1957, Gerwani memiliki lebih dari 650.000 anggota dan terus mengalami peningkatan jumlah anggota menjadi 1,5 juta tahun 1963 dan 3 juta tahun 1965. Gerwani lahir dari sebuah organisasi wanita bernama Gerwis (Gerakan Wanita Istri Sedar), didirikan pada bulan Juni 1950, fusi dari enam organisasi, yaitu: Rukun Putri Indonesia (Rupindo) dari Semarang, Persatuan Wanita Sadar dari Surabaya, Isteri Sedar dari Bandung, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwindo) dari Kediri, Wanita Madura dari Madura, dan Perjuangan Putri Republik Indonesia dari Pasuruan. Kongres penyatuan enam organisasi tersebut dilaksanakan di Semarang pada tanggal 4 Juni 1950.[1]

Gerwani
Gerakan Wanita Indonesia
Didirikan4 Juni 1950
Tanggal dibubarkan12 Maret 1966
Anggota3 juta (1965)
NegaraIndonesia
AfiliasiPartai Komunis Indonesia
Kegiatan Gerwani dalam memperingati hari lahir (1954)

Awal sunting

Perubahan Gerwis menjadi Gerwani terjadi saat pelaksanaan Kongres Gerwis ke-2 tahun 1954. Pada kongres ini disepakati untuk menghilangkan kata sedar pada nama organisasi dan merubahnya menjadi Gerakan Wanita Indonesia atau Gerwani. Perubahan nama organisasi dari Gerwis menjadi Gerwani telah menyebabkan keanggotaan organisasi ini lebih bersifat terbuka bagi semua perempuan di Indonesia. Organisasi Gerwani bersifat independen yang memiliki ideologi feminisme, sosialisme, dan nasionalisme. Gerwani bertujuan memperjuangkan hak-hak perempuan, hak anak, perdamaian dan kemerdekaan. Oleh karena itu, mereka aktif memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada perempuan di berbagai daerah tentang hak-hak perempuan dalam perkawinan.

Menjelang Pemilu 1955, Gerwani mulai berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Berkat dukungan Gerwani, PKI memperoleh banyak suara perempuan dan berhasil menduduki peringkat keempat. Hal ini secara tidak langsung memberikan keuntungan kepada Gerwani karena berhasil menempatkan enam orang anggotanya di DPR. Mereka adalah Suharti Suwarno, Salawati Daud, Suwardiningsih, Maemunah, Umi Sardjono dan Nyonya Mudigdo.[2]

Pada kongres ke-IV bulan April 1961, Gerwani mengeluarkan resolusi yang memperlihatkan kedekatannya dengan garis perjuangan PKI dan Soekarno. Gerwani mendukung perjuangan mempertahankan Irian Barat, membantu pelaksanaan Land Reform, Undang-Undang Perkawinan yang demokratis, keamanan nasional dan penurunan harga. Perjuangan Gerwani di tahun 1960-an lebih fokus pada persoalan-persoalan politik nasional.[3]

Kejatuhan sunting

Afiliasi Gerwani terhadap PKI menyebabkan organisasi ini dianggap terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Mereka dituduh melakukan kekerasan dan tindakan asusila terhadap para Jenderal yang menjadi korban Gerakan 30 September 1965. Hal ini menimbulkan stigma negatif pada Gerwani dan tuntutan terhadap pembubaran Gerwani. Sampai tahun 1967, ribuan anggota Gerwani ditangkap dan dipenjarakan, termasuk ketua Gerwani Umi Sardjono dan Sekjen Gerwani Kartinah. Orde Baru mengkasifikasikan anggota Gerwani sebagai tahanan politik golongan B.

Gerwani sebagai gerakan perempuan yang aktif pada masa awal kemerdekaan telah memberikan sumbangan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak di Indonesia. Namun, stigma negatif yang dibangun oleh Pemerintah Orde Baru pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 telah menghancurkan Gerwani.

Lihat juga sunting

Bacaan sunting

  • Blackburn, Susan (2004). Women and the State in Modern Indonesia. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-84225-5
  • Wieringa, Saskia. (2002) Sexual politics in Indonesia. The Hague: Institute of Social Studies. ISBN 0-333-98718-7.

Pranala luar sunting

Referensi sunting

  1. ^ Sari, Ratna Mustika (2007). GERWANI: Stigmatisasi dan Orde Baru. Yogyakarta: Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. hlm. 20. 
  2. ^ Lestariningsih, Amurwani Dewi (2011). Gerwani: Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 
  3. ^ Sari, Ratna Mustika (2007). GERWANI: Stigmatisasi dan Orde Baru. Yogyakarta: Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. hlm. 28.