Galanggang Siliah Baganti

Galanggang Siliah Baganti (bahasa Indonesia: Gelanggang Silih Berganti) atau disingkat dengan GSB adalah sebuah kegiatan daerah dalam rangka untuk melestarikan silat tradisi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.[1] Kegiatan ini dilakukan di berbagai tempat di kawasan Sumatera Barat. Salah satu eventnya di adakan di Kabupaten Tanah Datar dengan tema " Melestarikan Silat Tradisional Luak Nan Tuo menuju Tanah Datar sebagai pusat budaya Minangkabau" [2] GSB adalah wadah untuk menampung silat tradisional yang kaya dengan gerak, filsafat dan nilai-nilai. Di dalam kegiatan ini lebih ditekankan kepada aspek seninya dibandingkan dengan poin menjatuhkan lawan pada kejuaraan silat laga.

Sejarah sunting

GSB digagas oleh Makmur Hendrik, ketua IPSI Sumbar pada waktu itu. GSB diadakan sebagai jawaban dari kekhawatiran pecinta silat tradisi Minangkabau akan tenggelamnya warisan silat Minangkabau yang kaya gerak dan nilai-nilai tersebut. Oleh sebab itu perlu ada suatu kegiatan yang tepat untuk menampung kekayaan gerakan silat tersebut. IPSI Sumatera Barat sebagai organisasi olahraga Pencak Silat mengakomodir kekhawatiran ini dengan mengadakan kegiatan festival silat tradisional. Pada awal kegiatan ini dilaksanakan, namanya adalah Festival Silat Tradisional Minangkabau (FSTM) yang diadakan di Padang tahun 1981, namun setelah beberapa kali diadakan nama kegiatan tersebut diganti dengan Galanggang Siliah Baganti dengan agar memiliki nama kegiatan festival silat ini memiliki nuansa Minangkabau dengan harapan bahwa even ini akan menjadi sebuah alek nagari (kegiatan tradisi anak nagari) yang muncul berdasarkan nilai tradisi yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Pergantian nama tersebut baru dilaksanakan setelah kegiatan FSTM IV di Batu Sangkar tahun 1984.[3] Pergantian nama ini diusulkan oleh salah seorang peserta rapat, Emral Djamal Datuk Rajo Mudo di dalam Rakerda ke II IPSI Sumatera Barat di Batu Sangkar, nama tersebut ditanggapi positif di dalam sidang tersebut dan akhirnya ditetapkan melalui keputusan IPSI Sumatera Barat No.074-BX /PENGDA /1984. Akhirnya, pada kegiatan kelima kalinya, nama Galanggang Siliah Baganti (GSB) digunakan untuk seterusnya.

Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, ajang perlombaan yang ada di IPSI lebih fokus kepada aspek laga sehingga tidak memberikan ruang kepada aspek seni untuk tampil dengan kekhasan geraknya masing-masing sesuai dengan warisan silat yang mereka terima dari para pendahulu masing-masing aliran silat. GSB adalah wadah yang tepat untuk menampung keragaman langgam gerak silat tradisional di Minangkabau. Semenjak tahun 2012, GSB adalah unit khusus yang merupakan wadah untuk menampung silat-silat tradisional di dalam struktur organisasi Pengurus Provinsi IPSI Sumatera Barat.

Prosesi Galanggang Siliah Baganti sunting

Penggagas GSB Makmur Hendrik dan Humas GSB, Emral Djamal Dt Rajo Mudo mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan sebuah alek nagari, artinya kegiatan tersebut terselenggara dalam tatanan adat di Minangkabau. Alek nagari melibatkan para pemuka adat di Minangkabau yakni para datuk-datuk dalam nagari. Oleh karena kegiatan tersebut merupakan alek nagari, maka kegiatan tersebut berbeda dengan festival biasa. Pada kegiatan GSB para ninik mamak selaku pimpinan masyarakat adat membuka gelanggang dan menutupnya dengan sebuah prosesi adat.

Konsep GSB sunting

Konsep GSB ini adalah mempertahankan nilai-nilai tradisi silek Minangkabau. Oleh sebab itu berulang kali Makmur Hendrik sebagai penggagas dan Emral Djamal Dt Rajo Mudo sebagai Humas mengatakan bahwa perlu sekali setiap nagari menampilkan ciri khas tradisi silek mereka.[4] Meskipun secara umum silek Minang tersebut sama, namun terjadi variasi-variasi antar nagari. Oleh sebab itu penting sekali tiap-tiap peserta menampilkan dan meramu tradisi khas silek daerah masing-masing menjadi sebuah rangkaian pertunjukan silat yang menarik dipandang sekaligus logis sebagaimana layaknya sebuah beladiri. Pada kenyataannya himbauan ini belum dipahami sepenuhnya oleh para peserta. Mereka cenderung tidak merasa percaya diri dengan gerakan silat tradisi mereka sendiri dan kemudian mengambil silat tradisi dari daerah lain. Kegiatan ini diharapkan mendorong para tuo silek dari setiap nagari menggali kekayaan tradisi mereka sendiri yang unik dan khas dalam bentuk rangkaian gerakan yang dimainkan dalam waktu tertentu. Semakin beragam bentuk silat tradisi yang tampil di GSB, semakin menariklah kegiatan ini ditonton. Inilah yang menjadi kekuatan dan kekhasan dari even budaya GSB.

Kegiatan-kegiatan sunting

Kegiatan GSB terus diadakan semenjak pertama kali digagas meskipun pelaksanaannya belum bisa terjadwal secara rutin karena berbagai kendala.[3]

  • Festival Pencak Silat Tradisional Minangkabau I (1981) dilaksanakan di Padang.
  • Festival Pencak Silat Tradisional Minangkabau II (1982) dilaksanakan di Muaro Sinjunjung, Kabupaten Sawahlunto Sinjunjung
  • Festival Pencak Silat Tradisional Minangkabau III (1983) dilaksanakan di Maninjau Kabupaten Agam. Pada kegiatan rapat dalam festival inilah para Tuo Silek (guru besar silat tradisional Minangkabau) menyepakati bahwa Silek Tuo merupakan induk segala aliran silat yang ada di Minangkabau.
  • Festival Pencak Silat Tradisional Minangkabau IV (1984) di Batu Sangkar
  • Galanggang Siliah Baganti V (1985) di Payakumbuh
  • Galanggang Siliah Baganti VI (1986) dilaksanakan di Solok, 1986, pada waktu itu dipimpin oleh Makmur Hendrik
  • Galanggang Siliah Baganti VII (1987) di Singkarak, Kabupaten Solok
  • Galanggang Siliah Baganti VIII (1988) di Bukittingi
  • Galanggang Siliah Baganti IX (1990) di GOR Haji Agus Salim, Padang
  • Galanggang Siliah Baganti X (2002) di Kota Solok. Kegiatan ini dilaksanakan kembali setelah 12 tahun tertunda karena berbagai kendala.
  • Galanggang Siliah Baganti XI (2013) di Fakultas Budaya dan Seni (FBS), Universitas Negeri Padang, Air Tawa, Padang, tanggal 19-21 Desember 2013.[5]

Di Singapura, ajang festival silat tradisi juga dinamakan Gelanggang Silih Berganti dimana konsep pengadaan kegiatan ini sama dengan yang dilakukan di Sumatera Barat yakni memelihara kekayaan silat tradisi tidak punah dimakan zaman.[6]

Referensi sunting

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2013-01-05. 
  2. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2013-01-05. 
  3. ^ a b Emral Djamal Dt Rajo Mudo, Galanggang Siliah Baganti (GSB) IPSI - Sumatera Barat (unpublished)
  4. ^ Wawancara dengan Emral Djamal Dt Rajo Mudo di Padang 21 Desember 2013
  5. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-07. Diakses tanggal 2013-12-29. 
  6. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2013-01-09.