Falconry (/falkənrɪ/) atau hawking (dari Bahasa Inggris, artinya "perburuan dengan memakai elang") adalah jenis olahraga yang memanfaatkan falcon (jenis elang atau alap-alap) atau hawk (rajawali) dalam suatu aktivitas berburu.[1][2][3][4] Orang yang mempraktikkan falconry dinamakan falconer.[2] Olahraga ini menuntut kesabaran dan ketekunan dalam melatih burung.[2] Burung harus dapat dijinakkan atau "dimanusiakan" dan diajari untuk melakukan berbagai macam hal seperti terbang kembali ke tangan sang majikan atau berburu di ladang perburuan.[2] Pada tahun 2010, salah satu olahraga tertua di dunia ini didaftarkan ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia UNESCO oleh banyak negara, antara lain Republik Korea, Uni Emirat Arab, Belgia, Republik Ceko, Prancis, Mongolia, Maroko, Qatar, Arab Saudi, Spanyol dan Suriah.[5][6]

Falconry

Sejarah sunting

Falconry adalah salah satu olahraga tertua di dunia yang telah dipraktikkan pertama kali di Timur Tengah sejak abad ke-8 SM.[1] Selanjutnya, tradisi ini berkembang di Eropa khususnya dalam kelompok bangsawan pada abad pertengahan.[1] Pada saat itu, setiap kelas sosial diberikan jenis burung pemangsa tertentu guna dilepaskan sebagai simbol kedudukan.[2] Raja menerbangkan gyrfalcon dan budak menerbangkan goshawk.[2] Di Asia, falconry berkembang di Timur Tengah, Asia Tengah, Mongolia, Korea, Cina dan Jepang.[7] Falconry di Korea dimulai sejak zaman Tiga Kerajaan (57 SM-668) dan selanjutnya diperkenalkan ke Cina dan Jepang.[8][9] Di Jepang, aktivitas ini dinamakan Takagari.[9] Mulai abad ke-17 olahraga falconry menurun kepopulerannya setelah senapan ditemukan dan lahan-lahan banyak dibuka untuk kegiatan pertanian.[1][2] Pada saat ini, kegiatan falconry hanya sedikit dipraktikkan manusia, terbatas pada kelompok-kelompok dan asosiasi hawking saja.[1] Di Korea Selatan, bahkan hanya dua orang ahli falconry tradisional (maesanyang) saja yang tersisa.

Burung yang digunakan sunting

 
Falcon Peregrine, jenis burung pemangsa paling terkenal dalam falconry.
 
Gyrfalcon

Burung yang digunakan dalam aktivitas falconry adalah berbagai jenis burung pemangsa, antara lain Falcon Peregrine, goshawk, dan sparrow hawk.[2] Burung-burung ini ditangkap di alam bebas atau dipelihara sejak kecil.[1] Walaupun setiap jenis burung pemangsa bisa dilatih untuk terbang bebas dan kembali ke tangan majikannya, tetapi hanya ada sedikit spesies saja yang secara tradisional digunakan dalam falconry.[4] Rajawali yang bersayap pendek dan alap-alap sering kali dihargai karena kemampuanya berburu, sementara falcon yang bersayap lebar dipergunakan kebanyakan hanya karena caranya terbang dianggap sempurna.[4] Kelompok burung ketiga adalah elang dan burung pemangsa yang bersayap lebar lainnya.[4]

Goshawk dari Amerika Utara dan Eurasia, sparrowhawk dari Eurasia, sharp-shinned hawk, shikra dari Asia, rajawali cooper dari Amerika Utara dan rajawali bersayap pendek adalah jenis-jenis yang paling sering digunakan.[4] Burung-burung ini memiliki kemampuan adaptasi untuk hidup di hutan dan metode berburunya dimulai dengan pengintaian di balik pohon dan kemudian meluncur untuk menerkam mangsanya.[4] Rajawali berukuran terbesar, goshawk, mampu menangkap mangsa-mangsa berukuran besar seperti angsa, kuau, bustard, kelinci dan terwelu. Rajawali Cooper paling baik dalam menangkap burung puyuh dan kelinci buntut katun, tetapi betina yang lebih besar kadang-kadang dapat pula menangkap kuau.[4]

Alap-alap dapat menangkap mangsa dengan cara merenggut dengan cakarnya dan membunuh dengan cara mencengkeram kuat-kuat dan serampangan lalu mencabik-cabik pada bagian vital mangsanya.[4] Sebagian besar aksi dilakukan di tanah dan pada jenis tertentu seperti rabbit hawk akan mengejar mangsanya sampai ke lubang.[4]

Falcon yang paling banyak dilatih antara lain peregrine, shaheen, gyrfalcon, saker, lanner, prairie falcon, merlin, falcon leher merah, dan berbagai jenis kestrel.[4] Kestrel lebih sering digunakan dalam latihan untuk falconer pemula dibanding dalam aktivitas berburu.[4] Falcon termasuk pemburu hebat di lapang terbuka dimana ia akan memburu dari ketinggian dengan cara meluncur dan melipat sebagian sayapnya.[4] Setelah itu menerjang dari belakang dengan kaki dan langsung membunuh dengan paruhnya.[4]

Falcon sayap lebar dengan ukuran terbesar, gyrfalcon artika sampai kini adalah yang paling dihargai sejak abad pertengahan Eropa.[4] Orang-orang Arab yang kaya dikenal rela membayar $ 5000 sampai $ 10.000 guna mendapatkan falcon putih ini.[4] Gyrfalcon dapat menangkap mangsa-mangsa berukuran besar dan pada masa lalu khusus dilatih untuk menangkap burung bangau dan hewan lain.[4] Jenis peregrine juga disukai dan merupakan jenis paling banyak dalam falconry.[4] Namun kehidupannya di alam liar terancam akibat pemakaian pestisida di berbagai negara.[4]

Perlengkapan sunting

 
Transmiter yang terpasang di jesses seekor rajawali harris.

Pelatihan meliputi penggunaan perlengkapan-perlengkapan falconry seperti kerudung (rufter) dan pengikat kaki (jesses) untuk menjaga burung tetap berada dalam kendali.[1]

Perlengkapan khusus yang diperlukan dalam falconry antara lain:[2]

  • hood atau rufter, kerudung dari kulit untuk menutup mata burung agar membuat perilakunya tenang.
  • lonceng kecil atau transmiter radio yang dipasang di kaki burung agar dapat dilacak jika ia hilang atau tersesat.
  • Anklet (gelang kaki) digunakan untuk pengikat kaki yang terbuat dari kulit atau bahan yang tidak mudah rusak.
  • leg straps atau jesses ("pengikat kaki"), digunakan untuk mengendalikan pergerakan burung saat bertengger di tangan yang dihubungkan ke anklet
  • sarung tangan tebal, dipakai untuk melindungi tangan falconer dari cakar tajam.

Saat ini sunting

Awalnya aktivitas ini dilakukan untuk mencari makanan, tetapi saat ini telah banyak dilakukan sebagai ajang persahabatan dan kebersamaan.[3] Falconry umumnya dipraktikkan di jalur terbang migrasi burung (flyway) atau pada sebuah lapangan oleh orang dari segala umur, jenis kelamin dan pekerjaan.[3] Tradisi ini mengembangkan hubungan yang kuat dan jalinan spiritual antara falconer dengan burung mereka yang mana membutuhkan komitmen kuat untuk mengembangbiakkan, melatih, memegang, dan menerbangkannya.[3] Di banyak negara, falconry diwariskan dari generasi ke generasi sebagai tradisi budaya, yang memberikan latihan atau ajaran di dalam keluarga atau sebuah kelompok.[3] Di Mongolia, Maroko, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab contohnya, para falconer mengajak anak-anak mereka ke padang pasir dan mengajarkan mereka menangani burung dan membangun hubungan kepercayaan dengannya.[3] Para pemilik burung berasal dari latar belakang yang berbeda namun menjalin nilai-nilai kebersamaan, tradisi dan praktik yang sama dalam metode melatih dan merawat burung, menggunakan peralatan yang dibutuhkan, hal ini cukup sama di seluruh dunia.[3] Tradisi ini membentuk dasar dari warisan kebudayaan dunia yang lebih luas, termasuk juga atribut-atribut budaya seperti pakaian tradisional, makanan, musik, lagu, puisi dan tarian yang didukung oleh komunitas dan kelompok yang mempraktikkannya.[3]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g Steven, Mark A (2000). Merriam Webster's-Collegiate Encyclopedia. Merriam Webster, Inc , Springfield, Massachusetts. hlm. 652. ISBN 0-87779-071-5 Periksa nilai: checksum |isbn= (bantuan). 
  2. ^ a b c d e f g h i The World Book Encyclopedia. World Book, Inc. 2006. ISBN 0-7166-0106-0. 
  3. ^ a b c d e f g h (Inggris) Falconry, a living human heritage Diarsipkan 2023-07-17 di Wayback Machine., unesco.org. Diakses pada 14 Desember 2010.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Encyclopedia Americana, Volume 12. Grolier Incorporated. 1995. hlm. 852–854. ISBN 0-7172-0126-0. 
  5. ^ (Inggris) Falconry, a living human heritage Diarsipkan 2016-01-18 di Wayback Machine., unesco.org. Diakses pada 14 Desember 2010.
  6. ^ (Inggris) Tiga Aset Budaya Non-bendawi Korea Terdaftar Dalam Warisan Dunia UNESCO[pranala nonaktif permanen], kbs.co.kr. Diakses pada 14 Desember 2010.
  7. ^ (Inggris) Falconry and cult of birds of prey in Middle Asia Diarsipkan 2022-03-29 di Wayback Machine., falconryheritage.org. Diakses pada 14 Desember 2010.
  8. ^ (Inggris) Lee Jin-soo (1990). "Yesterday's Korea Called Them "Flowers Of Youth" : In Korea Sports Are As Old As Humanity" (PDF). Koreana. 4: 7–16. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-04-19. Diakses tanggal 21 Juli 2010. 
  9. ^ a b (Inggris) Japanese Falconry – History & Cultural Aspects Diarsipkan 2011-07-11 di Wayback Machine., ncjf.sakura.ne.jp. Diakses pada 14 Desember 2010.