Diaken (Belanda: diaken) atau Diakon (Yunani: διάκονος, diakonos; bahasa Latin: diaconus) adalah anggota diakonat, yakni jawatan pelayanan dalam Gereja. Wujud pelayanan diakon berbeda-beda menurut masing-masing aliran teologi dan denominasi yang ada dalam agama Kristen. Dalam beberapa aliran, diakonat adalah jawatan rohaniwan (tertahbis); sementara dalam aliran lain, diakonat adalah jawatan awam (tidak tertahbis). Di beberapa Gereja, misalnya Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, dan gereja Anglikan, diakonat dipandang sebagai bagian dari kaum rohaniwan.

Santo Stefanus, salah seorang diakon pertama dalam sejarah Gereja, memegang Kitab Injil. Lukisan karya Giacomo Cavedone, 1601.

Kata "diakon" berasal dari kata διάκονος (diákonos),[1] yakni kata baku dalam bahasa Yunani Kuno yang berarti "pelayan", "pramusaji", "pemangku", atau "pewarta".[2] Menurut salah satu dugaan yang lazim dikemukakan sehubungan dengan etimologi kata "diakon", arti harfiah dari kata ini adalah "terobos debu", mengacu pada kepulan debu yang ditimbulkan oleh kesibukan pelayan atau pewarta tatkala menunaikan tugasnya.[3]

Menurut anggapan umum, jabatan diakon bermula dari pemilihan tujuh orang pria, termasuk Stefanus, oleh para rasul untuk membantu mereka menangani karya amal kasih Gereja perdana, sebagaimana yang diriwayatkan dalam bab 6 Kisah Para Rasul.[4][5]

Gelar "diakonis" (Yunani: διακόνισσα, diakónissa, diakon perempuan) tidak ada di dalam Alkitab, tetapi ada seorang perempuan bernama Febe, yang disebut-sebut dalam Surat Paulus kepada Jemaat di Roma 16:1–2 sebagai seorang diakon (Yunani: διάκονος, diákonos) jemaat di Kengkrea. Tidak ada keterangan yang terperinci mengenai tugas dan wewenangnya, tetapi diduga Febe adalah pembawa surat yang ditulis Paulus kepada umat Kristen di Roma. Hubungan yang pasti antara diakon laki-laki dan diakon perempuan berbeda-beda. Dalam beberapa aliran, diakon perempuan tergolong dalam jajaran para diakon; sementara dalam aliran lain, para diakonis membentuk jawatan tersendiri. Dalam beberapa aliran, kata "diakonis" kadang-kadang pula digunakan sebagai sebutan bagi istri seorang diakon.

Para diakon perempuan disebut-sebut dalam sepucuk surat bertarikh ca. 112 Masehi dari Plinius Muda kepada Kaisar Trayanus.

“Aku yakin bahwa dua orang hamba perempuan (ex duabus ancillis) yang disebut para diakon (ministrae) itu perlu diperiksa guna mengetahui kebenaran—dan diperiksa dengan cara disiksa (per tormenta)”[6]

Surat ini adalah teks Latin tertua yang menyebut-nyebut tentang para diakon perempuan sebagai suatu golongan tersendiri dalam jajaran rohaniwan Kristen.[6]

Ayat-ayat Alkitab yang memperinci syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang diakon, dan seisi rumahnya, terdapat dalam 1 Timotius 3:1–13.

Beberapa diakon ternama dalam sejarah adalah Stefanus, martir perdana (protomartir) agama Kristen; Filipus, yang membaptis sida-sida Ethiopia sebagaimana yang diriwayatkan dalam Kisah Para Rasul 8:26–40; Febe, yang disebut-sebut dalam surat Paulus kepada umat Kristen di Roma; Santo Laurensius, salah seorang martir perdana di Roma; Santo Vinsensius dari Saragosa, martir perdana di Spanyol; Santo Fransiskus dari Asisi, pendiri tarekat fakir Fransiskan; Santo Efrem Orang Suriah; dan Santo Romanus Melodus, seorang penggubah madah perdana. Beberapa tokoh penting yang sudah menonjol dalam sejarah semenjak masih menjabat sebagai diakon dan di kemudian hari menduduki jabatan yang lebih tinggi adalah Atanasius dari Aleksandria, Thomas Becket, dan Reginald Pole. Pada 8 Juni 536 Masehi, seorang diakon Roma yang bernama Silverius terpilih menjadi Paus.

Kata "diakon" juga dipakai sebagai gelar ketua, kepala, atau pemimpin serikat wirausaha di Skotlandia, dan digunakan pula sebagai gelar dua orang pejabat loji Serikat Mason Bebas.

Di Indonesia, istilah "diakon" digunakan oleh Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks, sementara gereja-gereja Protestan menggunakan istilah "syamas" (dari bahasa Arab: شماس, syamas) dan istilah "diaken" (dari Belanda: diaken); selain itu, Lembaga Alkitab Indonesia juga menggunakan istilah "diaken" sebagai padanan bagi kata Yunani diakonos (διάκονος) dalam menerjemahkan Alkitab Perjanjian Baru dari bahasa Yunani Koine ke dalam bahasa Indonesia.

Diakon dalam Gereja Katolik Roma, Gereja Ortodoks, dan gereja Anglikan sunting

Diakonat adalah salah satu dari tiga jabatan imamat dalam Gereja-Gereja Katolik, Anglikan, Ortodoks Timur, dan Ortodoks Oriental. Dua jabatan imamat lainnya adalah imam dan uskup.

Meski diakonat permanen ada sejak awal zaman apostolik sampai sekarang dalam Gereja-Gereja Timur (Ortodoks dan Katolik), jabatan ini umumnya menghilang dalam Gereja Barat (dengan sedikit perkecualian) selama milenium pertama. Diakonat melemah menjadi suatu jenjang sementara, batu loncatan terakhir dalam tahap menuju pentahbisan sebagai imam. Pada abad ke-20, diakonat permanen dipulihkan dalam banyak Gereja Barat, teristimewa dalam Gereja Katolik Roma dan Persekutuan Anglikan.

Dalam Gereja Katolik, Anglikan, dan Ortodoks, diakon membantu imam dalam tugas-tugas penggembalaan umat dan administrasi, namun bertanggung jawab secara langsung kepada uskup. Mereka memiliki peran khusus dalam liturgi, tugas utama mereka dalah membacakan Injil dan membantu dalam penyelenggaraan Ekaristi.

Anglikan sunting

 
Seorang diakon Anglikan mengenakan sehelai stola ungu pada pundak kirinya.

Dalam gereja-gereja Anglikan, diakon kerap terjun langsung dalam urusan pelayanan masyarakat termarjinal di dalam dan di luar gereja: orang-orang miskin, orang-orang sakit, orang-orang yang kelaparan, orang-orang dalam penjara. Tidak seperti para diakon Katolik dan Ortodoks yang boleh menikah hanya sebelum ditahbiskan, para diakon Anglikan diizinkan bebas menikah baik sebelum maupun sesudah ditahbiskan, sama seperti para imam Anglikan. Kebanyakan diakon dipersiapkan menjadi imam, dan biasanya menjadi diakon kira-kira setahun lamanya sebelum ditahbiskan menjadi imam. Akan tetapi, ada beberapa diakon yang tetap sebagai diakon. Banyak provinsi dari Persekutuan Anglikan mentahbiskan baik pria maupun wanita sebagai diakon. Banyak dari provinsi yang mentahbiskan wanita menjadi imam sebelumnya mengizinkan wanita ditahbiskan hanya sebagai diakon. Akibatnya pada satu waktu terdapat banyak sekali diakon wanita, sementara para pria meneruskan ke tahbisan imam setelah menjabat sebagai diakon dalam waktu singkat.

Para diakon Anglikan boleh membaptis dan meresmikan pernikahan, biasanya di bawah instruksi imam paroki dan uskup mereka. Diakon Anglikan tidak diizinkan mempersembahkan Ekaristi, memberikan pengampunan dosa, ataupun memberkati umat (akan tetapi, dua yang terakhir kerap diizinkan dalam bentuk tidak langsung). Larangan memberkati umat itu membuat sebagian pihak dalam gereja Anglikan meyakini bahwa diakon tidak sungguh-sungguh dapat meresmikan pernikahan. Dalam banyak kasus, diakon melayani ibadat bersama-sama dengan klerus lainnya.

Diakon Anglikan mengenakan seragam yang identik dengan imam Anglikan: toga, surplis, tippet dan hood. Akan tetapi, dalam liturgi, diakon mengenakan sehelai stola pada bahu kiri yang kedua ujungnya dikencangkan pada pinggul kanan. Stola ini dikenakan di atas surplis dan alba. Diakon dapat pula mengenakan sehelai dalmatik.

Ortodoks dan Katolik Timur sunting

Selain membacakan Injil dan membantu dalam perayaan Ekaristi, diakon juga mendupai ikon-ikon dan umat, mengajak umat untuk berdoa, mendaraskan litani-litani (rangkaian permohonan) dan memiliki suatu peran dalam dialog Anafora. Seturut tradisi Timur, dan berlawanan dengan tradisi Barat, diakon tidak boleh melayankan Sakramen Pernikahan atau Pembaptisan, yang mencakup Ekaristi dan Krisma. Pada dasarnya, diakon tidak boleh melayankan Sakramen Ekaristi atau Pengakuan dosa. Diakon dikenali pula dari Exorasson (Jib'be/Riassa) yang dikenakannya selain Anterri (toga), dan di muka umum dapat mengenakan kerah klerus. Kerah tersebut biasanya berupa kerah model Romawi standar.

Vestimentum diakon meliputi stikharion, orarion, dan epimanikia, yang dikenakan di bawah, bukannya di atas, stikharionnya.

Diakon di gereja Timur tidak boleh menikah setelah ditahbiskan, tetapi seorang pria yang sudah menikah boleh ditahbiskan menjadi diakon, tanpa memandang apakah sesudah itu dia akan tetap menjadi diakon atau pada akhirnya terangkat ke jenjang imam.

Selain itu, posisi protodiakon (diakon senior) diakui dalam Ortodoksi Timur.

Tergantung dari tradisinya, para diakon disapa dengan sebutan "Romo (Bapa) Diakon," "Diakon Romo," atau secara singkat "Diakon" atau "Romo."

Ortodoksi dan Katolisisme Timur memiliki sejarah panjang dalam hal para diakon wanita.

Katolik Roma sunting

 
Diakon Katolik Roma mengenakan dalmatik

Sebelum Konsili Vatikan II, hanya para seminaris (mahasiswa seminari) yang ditahbiskan menjadi diakon. Mereka menjadi diakon hanya beberapa bulan sebelum akhirnya ditahbiskan menjadi imam. Sejalan dengan rekomendasi dari konsili (dalam Lumen Gentium 29), pada tahun 1967 Paus Paulus VI mengeluarkan motu proprio (keputusan pribadi) Sacrum Diaconatus Ordinem, memulihkan praktik kuno untuk mentahbiskan menjadi diakon para pria yang bukan calon imam. Para pria tersebut dikenal sebagai para diakon permanen; orang-orang yang ditahbiskan menjadi diakon dan berniat melanjutkan menjadi imam, atau sementara dalam proses belajar di seminari untuk ditahbiskan menjadi imam, disebut para diakon transisi. Diakonat permanen populer di Amerika Serikat. Rincian mengenai diakonat permanen tercantum dalam dokumen tahun 2005 dari Konferensi Waligereja Amerika Serikat (United States Conference of Catholic Bishops), "National Directory for the Formation, Ministry and Life of Permanent Deacons in the United States."

Pelayanan sebagai diakon dalam Gereja Katolik digambarkan sebagai suatu kesatuan pelayanan dalam tiga bidang: Sabda, Altar dan Amal. Pelayanan diakon dalam bidang Sabda mencakup membacakan Injil dalam Misa, berkhotbah dan mengajar. Dalam bidang Altar meliputi berbagai tugas khusus bagi diakon dalam Misa, termasuk menjadi pelayan cawan Ekaristi (menerimakan anggur Ekaristi kepada umat saat komuni). Dalam bidang Amal meliputi pelayanan bagi kaum miskin dan kaum yang termarjinalkan serta bekerja sama dengan umat paroki guna membantu mereka untuk semakin terlibat dalam pelayanan serupa.

Diakon dapat melayankan Sakramen Pembaptisan dan bertindak selaku saksi dari pihak Gereja dalam Sakramen Pernikahan, karena Sakramen Pernikahan (dalam tradisi Gereja Ritus Barat) dilayankan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita dan sebaliknya. Diakon dapat memimpin upacara pemakaman, liturgi harian, berbagai pelayanan seperti Pemberkatan Sakramen Maha Kudus dan boleh memberi berkat. Diakon tidak dapat memberikan absolusi (pengampunan dosa), mengurapi orang sakit, ataupun mempersembahkan Doa Syukur Agung. Dalam liturgi, peranan diakon adalah membacakan Injil (dalam kenyataannya, seorang imam, uskup, atau Paus sekalipun tidak boleh membacakan Injil apabila hadir seorang diakon) dan membagikan Komuni Suci. Baik diakon transisi maupun permanen berwenang memberikan homili (khotbah) sesuai dengan hak yang diterima dari tahbisannya kecuali bila imam memutuskan untuk menyampaikan sendiri homili dalam liturgi tertentu.

Vestimentum yang khusus diasosiasikan dengan diakon Katolik Roma adalah dalmatik. Diakon, sebagaimana imam dan uskup, mengenakan stola; akan tetapi, diakon menyampirkannya pada bahu kiri lalu menyilangkannya ke pinggul kanan, sedangkan imam dan uskup menggantungkannya pada leher.

Para diakon permanen kerap melayani di paroki atau melaksanakan pelayanan lain jika waktunya memungkinkan, karena biasanya mereka memiliki pekerjaan full-time lain. Mereka dapat pula menjadi administrator paroki. Seiring berlalunya waktu, makin banyak diakon yang melayani sepenuh waktu di paroki-paroki, rumah-rumah sakit, penjara-penjara, dan kantor keuskupan. Diakon sering terjun langsung dalam pelayanan bagi kaum termarjinal baik di dalam maupun di luar Gereja: orang-orang miskin, orang-orang sakit, orang-orang yang kelaparan, dan orang-orang dalam penjara.

Orang-orang yang sudah menikah dapat ditahbiskan menjadi diakon permanen; akan tetapi, pernikahan setelah tahbisan tidak diizinkan. Meskipun demikian, dalam kondisi-kondisi tertentu, para diakon permanen yang telah menduda dapat menerima izin untuk menikah lagi. Isteri dari seorang diakon permanen acap kali dianggap sebagai mitra dalam pelayanan diakonat suaminya, hal ini mendorong timbulnya konsep populer mengenai "pasangan diakon." Dalam banyak keuskupan, isteri seorang calon diakon menjalani pendidikan dan pelatihan yang sama dengan suaminya.

Seorang diakon permanen tidak disapa dengan sebutan "Romo" sebagaimana seorang imam, tetapi dengan sebutan "Diakon," disingkat "Dn." atau "Dkn." Metode sapaan ini diatur dalam dokumen tahun 2005 dari Konferensi Waligereja Amerika Serikat, "National Directory for the Formation, Ministry and Life of Permanent Deacons in the United States." Meskipun beberapa keuskupan di Amerika Serikat menggunakan gelar "Rev. Mr." bagi semua diakon, gelar tersebut lebih tepat digunakan bagi para diakon transisi. Sementara di Indonesia umumnya dipanggil "Frater Diakon", karena seorang diakon adalah juga seorang "Frater". Keputusan mengenai apakah diakon boleh mengenakan "kerah Romawi" sebagai perlengkapan pakaian sehari-hari tergantung pada pertimbangan masing-masing uskup untuk keuskupannya sendiri. Makin banyak keuskupan di seluruh dunia yang menginginkan agar diakon diberi busana klerus khusus, agar membedakan mereka dengan para pelayan dari kalangan umat awam.

Dalam Gereja Katolik Roma, wanita tidak dapat ditahbiskan menjadi diakon karena wanita tidak dapat menerima tahbisan. Ada diakon-diakon wanita dalam Gereja dahulu kala, yang membantu mempersiapkan wanita dewasa untuk dibaptis, dan melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya. Jabatan diakon wanita ada dalam Gereja Barat sampai kira-kira abad ke-6, dan dalam Gereja Timur sampai kira-kira abad ke-11. Ada perbedaan pendapat antar sarjana mengenai apakah para diakon wanita dalam sejarah telah ditahbiskan secara sakramental, meskipun liturgi-liturgi penetapan bagi para diakon wanita pada dasarnya mirip dengan bagi para diakon pria.[7] Roger Gryson berpendapat bahwa beberapa diakon wanita dalam sejarah menerima tahbisan sakramental dalam The Ministry of Women in the Early Church (Liturgical Press, 1976, ISBN 0-8146-0899-X), sementara Aimé Georges Martimort berpendapat bahwa tidak ada diakon wanita yang menerima tahbisan sakramental dalam Deaconesses: An Historical Study (Ignatius Press, 1986, ISBN 0-89870-114-7). Phyllis Zagano memberikan suatu argumen kontemporer bagi pemulihan diakonat wanita yang tidak bergantung dari resolusi debat mereka, tetapi justru merinci argumentasinya sendiri dari teologi sistematis, hukum kanonik, sosiologi dan sejarah dalam Holy Saturday: An Argument for the Restoration of the Female Diaconate in the Catholic Church (Crossroad/Herder, 2000, ISBN 0-8245-1832-2).

Diakon dalam gereja Lutheran sunting

Komunitas Diakon Wanita (ELCA/ELCIC) sunting

Komunitas diakon wanita adalah suatu komunitas kaum wanita yang melayani dalam Gereja Lutheran Injili di Amerika (ELCA, Evangelical Lutheran Church in America) dan Gereja Lutheran Injili di Kanada (ELCIC, Evangelical Lutheran Church in Canada) dan yang dibentuk pada tahun 1884. Kaum wanita yang bergelar "Saudari" (Sister) ini memberitakan Injil melalui pelayanan belas kasihan (ministries of mercy) dan kepemimpinan pelayan (servant leadership) dalam kedua Gereja itu demi kepentingan dunia. Semenjak tahun 1970-an para 'Saudari" ini telah diperbolehkan untuk menikah. Untuk informasi lebih lanjut lihat www.elca.org/deaconess.

Pelayan Diakonal (ELCA) sunting

Diakonat diakui dan diatur oleh ELCA pada tahun 1993, sehingga terbentuk 'golongan' ke-3 dari para pelayan jemaat yang diakui dalam tubuh Gereja itu. Komunitas diakon ini masih baru dan masih dalam tahap pembentukan. Mereka lebih lazim disebut sebagai pelayan diakonal daripada sebagai diakon.

Diakon Lutheran diperbolehkan mengenakan stola dengan cara yang sama dengan diakon Komuni Anglikan. Para pelayan diakonal terlibat dalam khotbah, membantu dalam ibadah, memimpin ibadah bilamana tidak ada pendeta, dan tugas-tugas kejemaatan lainnya; meskipun demikian, mereka terutama terpanggil untuk melakukan pelayanan di luar gereja, dalam bidang-bidang seperti pelayanan kampus, pelayanan kelompok-kelompok tertentu, pelayan sosial, bimbingan rohani, pemeliharaan jemaat dan komunitas, dan bidang-bidang lainnya. Seorang pelayan diakonal 'diberkati,' bukan 'ditahbiskan.' Upacara pemberkatan ini biasanya dipimpin seorang uskup.

Diakon (LCMS) sunting

Dalam Sinode Gereja Lutheran Missouri (LCMS, Lutheran Church Missouri Synod), seorang diakon diizinkan untuk melayani baik dalam bidang Sabda (berkhotbah) maupun Sakramen (Perjamuan Kudus dan Pembaptisan). Diakon merupakan seorang karyawan lepas, tanpa panggilan khusus dari suatu gereja, tetapi diberi lisensi oleh distrik, dan pada dasarnya merupakan seorang pendeta-bantu. Akan tetapi, dia hanya dapat melayani di jemaat-jemaat menurut lisensi yang dikeluarkan oleh Presiden Distrik/Uskup (gelar berbeda-beda dari distrik ke distrik).

Diakon Gereja-Gereja Lutheran Porvoo sunting

Komuni Porvoo merupakan suatu bentuk persatuan formal antara Gereja-Gereja Anglikan di Irlandia dan Britania Raya dengan Gereja-Gereja Lutheran yang sebahagian besar berada di Skandinavia dan negara-negara Baltik. Gereja-Gereja Lutheran tersebut menerapkan tiga jenjang imamat yang sama seperti yang diterapkan Komuni Anglikan, di mana para diakon ditahbiskan untuk melaksanakan pelayanannya. Hasilnya, kesepakatan Porvoo memperbolehkan adanya kebebasan penuh untuk melakukan pertukaran pelayan jemaat (uskup dan imam serta diakon) antara Gereja-Gereja Anglikan dan Gereja-Gereja Lutheran yang menandatangani kesepakatan tersebut.

Diakon dalam gereja Metodis sunting

Gereja Metodis di Britania Raya sunting

Di Gereja Metodis di Britania Raya (Methodist Church of Great Britain), diakon dan diakon wanita hanya diangkat sebagai anggota dari dewan permanen yang disebut Methodist Diaconal Order Diarsipkan 2006-06-24 di Wayback Machine..

Dulunya, diakon wanita disapa Sister (Saudari), namun kini (khususnya sejak kaum pria diperbolehkan menjadi anggota dewan tersebut) menjadi lazim untuk menyapa diakon dengan sebutan Deacon (Bapak Diakon) dan diakon wanita dengan sebutan Deaconess (Ibu Diakon).

Gereja Metodis di Amerika Serikat sunting

Dalam Persatuan gereja Methodis Amerika Serikat (United Methodist Church), diakon merupakan salah satu dari dua jabatan tertahbis, yang satunya lagi adalah "Penatua" (Elder). Diakon ditahbiskan untuk bertugas melayani Firman dan Ibadah (Word and Service), serta membantu para penatua memperlengkapi orang-orang kudus (jemaat) untuk melaksanakan pelayanan. Sebelum terbitnya Book of Discipline (Buku Aturan) tahun 1996, diakon adalah istilah yang digunakan untuk menyebut para calon penatua (setara dengan diakon transisi dalam tradisi lain). Jabatan diakon saat ini pada dasarnya mengambil alih jabatan pelayanan yang dulunya dipegang oleh jemaat biasa (yang tidak ditahbiskan). Ada pula jabatan diakon wanita untuk menangani para misionaris wanita yang berafiliasi dengan Lembaga Pelayanan Global (General Board of Global Ministries).

Para diakon gereja ini mengenakan vestimentum yang sama dengan diakon Anglikan, dengan stola pada bahu kiri menyilang ke pinggul kanan. Stola ini biasanya dikenakan di atas Alba atau jubah hitam. Diakon dapat pula mengenakan dalmatik, meskipun vestimentum ini jarang sekali digunakan dalam gereja Methodis.

Tradisi lain sunting

Diakon juga ditunjuk atau dipilih dalam denominasi-denominasi Protestan lainnya, meskipun hal ini kurang umum dipandang sebagai salah satu langkah menuju tahap pelayanan sebagai klerus. Peranan diakon berbeda-beda dalam satu denominasi dengan denominasi lainnya; sering kali, penekanannya ditumpukan pada tugas-tugas administratif ketimbang tugas-tugas pastoral ataupun litugis. Dalam beberapa denominasi, diakon hanya menangani urusan-urusan manajemen keuangan serta bantuan dan pertolongan praktis. Para penatua menangani urusan-urusan pastoral dan administrasi lainnya.

Gereja-Gereja Baptis sunting

Kaum Baptis secara tradisional mengikuti prinsip otonomi jemaat gereja lokal, yang memberikan keleluasaan bagi mereka untuk menafsirkan dan menerapkan isi Alkitab. Karena itu, pandangan gereja-gereja Baptis berbeda-beda menyangkut siapa dan bilamana menjadi diakon, serta apa dan bagaimana melaksanakan tugasnya. Kaum Baptis mengakui dua jabatan tertahbis dalam jemaat yakni apara Penatua (Gembala) dan para Diakon, seperti yang tercantum dalam pasal 1 Timotius 3 di Alkitab.

Ada gereja-gereja Baptis yang melibatkan diakonnya dalam pengambilan keputusan untuk berbagai urusan gereja. Ada pula yang diakonnya hanya melayani dalam pelayanan keluarga saja. Ada gereja-gereja Baptis (khususnya di Kerajaan Inggris, tetapi juga di Amerika Serikat dan tempat-tempat lain) yang mengizinkan wanita menjadi diakon, namun ada pula yang sama sekali tidak mengizinkannya. Salah satu contoh adalah Asosiasi Gereja-Gereja Baptis (General Association of Regular Baptist Churches), di mana para diakon dipilih dari para anggota jemaat pria dewasa yang berbadan sehat. Kebanyakan diakon atau calon diakon adalah anggota lama dalam jemaat, berusia separuh baya, akan tetapi ada pula diakon-diakon muda yang sering kali berasal dari keluarga-keluarga yang sudah beberapa generasi menjadi anggota jemaat. Mereka dipilih dengan pemungutan suara tiap tahun. Peranan mereka bersifat semi-pastoral, menempati posisi gembala pada kesempatan tertentu, atau memimpin pertemuan doa. Tugas utama mereka adalah mendampingi gembala selama perjamuan untuk mengedarkan sakramen roti dan anggur (jus buah anggur) dan menjadi teladan yang baik bagi anggota jemaat lainnya. Tugas-tugas asministratif mereka kadang-kadang meliputi pengawasan perbendaharaan jemaat, pelajaran sekolah minggu, transportasi, dan berbagai pelayanan penjangkauan.

Gereja Mormon sunting

Dalam gereja Mormon, tugas seorang diakon adalah membantu imam mengurusi kebutuhan-kebutuhan jemaat sewaktu-waktu, dan "untuk memperingatkan, menjelaskan, menasehati, dan mengajar, serta mengundang semua orang untuk datang pada Kristus".[8] Di zaman modern, salah satu tugas mereka adalah membantu imam mengedarkan sakramen dalam pertemuan sakramen (sacrament meeting). Mereka juga menerima persembahan puasa (fast offerings) dari jemaat pada hari minggu puasa (fast Sunday), dan satu-satunya pihak yang diperbolehkan menangani keuangan jemaat selain dewan keuskupan (bishopric, yang beranggotakan seorang "uskup" dan dua orang penasehatnya). Seorang diakon kerap diperbolehkan duduk bersebelahan dengan dewan keuskupan dalam pertemuan sakramen selaku penyampai pesan uskup (bishop, yang disebut uskup dalam gereja Mormon adalah pemimpin jemaat lokal, kurang lebih setara dengan "pastur paroki" dalam Gereja Katolik).

Gereja Sidang Jemaat Kristus sunting

Peranan para diakon dalam gereja ini berbeda-beda. Umumnya mereka ditugaskan mengendalikan berbagai program jemaat. Mereka adalah pelayan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh etimologi kata diakon, dari jemaat. Mereka tunduk di bawah para penatua, sebagaimana halnya anggota-anggota jemaat lainnya. Kualifikasi mereka tercantum dalam Kitab Perjanjian Baru, pada 1 Timotius 3:8-13. Gelar diakon mulai ditinggalkan, karena banyak jemaat mulai menggunakan istilah-istilah fungsional lain seperti ketua pelayanan (ministry leader) atau ketua kelompok (team leader). Istilah-istilah yang digunakan untuk penilik-jemaat dan diakon berfokus pada fungsi dan tanggung jawab mereka. Para diakon adalah orang-orang dengan keterampilan teknis yang melayani dalam jemaat.

Gereja Apostolik Baru (New Apostolic Church) sunting

Pelayanan diakon merupakan suatu pelayanan lokal. Seorang diakon umumnya bekerja di jemaat asalnya untuk membantu imam. Jika tidak terdapat seorang imam, seorang diakon akan menyelenggarakan ibadah, biasanya tanpa komuni.

Rumpun kata sunting

Dari kata Yunani diakonos (διακονος) diturunkan istilah-istilah yang digunakan dalam sejarah Rusia, yakni: "dyak" (jabatan petinggi dalam birokrasi Rusia) "podyaki" (penasehat dyak), "dyakok" (petugas Gereja yang tidak ditahbiskan), selain "diakon" dan "protodiakon".

Diakon di Skotlandia sunting

Dalam Bahasa Skotlandia, kata diakon (deacon) digunakan sebagai gelar bagi seorang kepala-pekerja, seorang pemimpin atau ketua gilda wirausaha, atau seseorang yang terampil, ahli dan piawai. Istilah deaconry berarti jabatan seorang deacon atau gilda wirausaha yang dipimpin seorang deacon.

Pemegang gelar diakon yang ternama adalah Deacon Brodie, nama lengkapnya William Brodie, seorang pengrajin lemari dan presiden serikat tukang reparasi dan tukang batu serta seorang angota dewan kota (Burgh councillor) Edinburgh, namun pada malam harinya menjalani kehidupan ganda sebagai seorang pencoleng. Konon dia telah menjadi inspirasi bagi cerita "Kasus-kasus aneh Dr. Jekyll dan Mr. Hyde" (The Strange Case of Dr Jekyll and Mr Hyde).

Referensi sunting

  1. ^ "deacon". The American Heritage Dictionary of the English Language (edisi ke-4th). Bartleby. 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-25. Diakses tanggal 2008-08-17. 
  2. ^ Liddell, Henry George; Scott, Robert (1889). An Intermediate Greek-English Lexicon [Leksikon Yunani-Inggris Tingkat Menengah]. Oxford: Clarendon Press. ISBN 0-19-910206-6. Diakses tanggal 2007-10-18. 
  3. ^ Partridge, Eric (1983). Origins: A Short Etymological Dictionary of Modern English. New York: Greenwich House. ISBN 0-517-41425-2. 
  4. ^   Thurston, Herbert (1913). "Deacons". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. Diakses tanggal 2007-10-18. 
  5. ^ Hopko, Thomas. "Holy Orders". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-21. Diakses tanggal 2007-10-18. 
  6. ^ a b Madigan, Kevin (2011). Ordained Women in the Early Church [Para Perempuan Tertahbis dalam Gereja Perdana]. Baltimore, MD: Johns Hopkins University Press. hlm. 26. ISBN 0-8018-7932-9. 
  7. ^ [1] Liturgi penetapan diakon
  8. ^ Doctrine and Covenants, 20 ayat 59.

Pustaka Tambahan sunting

Gereja Kristus (Church of Christ) sunting

  • Introducing the Church of Christ Diarsipkan 2007-02-09 di Wayback Machine.. Star Bible Publications, Fort Worth, Texas 76182.
  • Evangelicalism & the Stone-Campbell Movement (William R. Baker, ed. Downers Grove: InterVarsity Press, 2002) for essays on Church of Christ ecclesiology.
  • Thatcher, Tom; "The Deacon in the Pauline Church" in Christ’s Victorious Church: Essays on Biblical Ecclesiology and Eschatology (Jon A. Weatherly, ed. Eugene, OR: Wipf and Stock Publishers, 2001).

Gereja Lutheran sunting