Cacing tanah di Indonesia

Cacing tanah di Indonesia sebagian besar berasal dari spesies bergenus Pheretima. Spesies cacing tanah dengan penyebaran terluas di Indonesia adalah Pontoscolex corethrurus. Di Indonesia, cacing tanah dimanfaatkan untuk pakan ternak dan perikanan serta bahan industri farmasi dan kosmetik. Penduduk lokal di Jawa juga memanfaatkan cacing tanah sebagai umpan pancing.

Keanekaragaman hayati

sunting

Para naturalis berkebangsaan Belanda pernah mengidentifikasi beberapa spesies cacing tanah yang asli berada di Indonesia. Mereka yaitu Michaelsen, Toxopeus Horst, Kinberg, Cognetti, Vailant, Perrier, Bedd dan Rosa. Hasil identifikasi mereka memperlihatkan bahwa famili cacing tanah yang ditemukan di Indonesia meliputi Megascolecidae, Achanthodrillidae, Geoscolcidae, Moniligastridae, Urochaetidae, Pherichaetidae, Pericaetidae, dan Cryptodrilidae.[1]

Spesies cacing tanah dari famili Megascolecidae hanya berasal dari genus Pheretima. Spesies cacing tanah dari famili Achanthodrillidae berasal dari genus Benhamia. Spesies cacing tanah dari famili Geoscolcidae berasal dari genus Weberri. Spesies cacing tanah dari famili Pherichaetidae berasal dari genus Phericaeta. Sementara pada famili Cryptodrilidae terdapat dua genus yaitu Perionyx dan Cryptodrilus.[1] Genus Pheretima dalam famili Megascolecidae memiliki jumlah spesies cacing tanah terbanyak di Indonesia.[2]

Hasil identifikasi para naturalis ini juga menyimpulkan bahwa di Indonesia tidak ditemukan spesies cacing tanah dari genus Lumbricus dan Allolobophora. Kedua genus tersebut hanya ditemukan di Australia dan Amerika Selatan.[1]

Faktor kehidupan

sunting

Kepadatan populasi cacing tanah sangat bergantung pada faktor fisika dan faktor kimia di dalam tanah. Cacing tanah juga sangat bergantung kepada ketersediaan makanan yang cukup di dalam tanah. Tanah yang berbeda faktor fisika dan fakto kimianya akan memiliki kepadatan populasi cacing tanah yang juga berbeda.[2]

Penyebaran

sunting

Di Indonesia, cacing tanah menyebar di lingkungan terestrial yang basah.[3] Spesies cacing tanah dengan penyebaran terluas di Indonesia adalah Pontoscolex corethrurus. Penyebarannya di lahan pertanian, semak belukar dan padang rumput.[2]

Pemanfaatan lokal

sunting

Cacing tanah merupakan salah satu produk yang diperjualbelikan di pasar-pasar Indonesia. Cacing tanah yang masih hidup digunakan sebagai pakan bagi ternak dan hewan perikanan. Sementara cacing tanah yang telah kering dan berbentuk tepung digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik.[4] Penduduk lokal di Jawa menggunakan cacing tanah sebagai umpan ketika memancing ikan. Mereka juga menjadikan cacing tanah sebagai pakan itik.[1]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b c d Yulipriyanto 1993, hlm. 100.
  2. ^ a b c Husamah, Rahardjanto, A., dan Hudha, A. M. (2017). Ekologi Hewan Tanah (Teori dan Praktik) (PDF). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. hlm. 110. ISBN 978-979-796-325-5. 
  3. ^ Brata, Bieng (2021). Syarifah, Sandra Siti, ed. Cacing Tanah: Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangbiakan. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 1. ISBN 978-979-493-213-1. 
  4. ^ Maulida, Abdul Azim Adam (2015). Budi Daya Cacing Tanah Unggul ala Adam Cacing. Jakarta: AgroMedia Pustaka. hlm. 72. ISBN 979-006-533-7. 

Daftar pustaka

sunting