Bacillus anthracis

Bacillus anthracis merupakan spesies bakteri penyebab antraks—sebuah penyakit yang umum ditemukan pada hewan ternak dan terkadang pada manusia—dan satu-satunya patogen obligat pada genus Bacillus. Penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai penyakit yang menyebar secara zoonotik, atau penyakit yang ditularkan dari hewan terinfeksi kepada manusia.[1] B. anthracis memiliki karakteristik Gram-positif, membentuk endospora, berbentuk batang, dengan lebar sebesar 1–1,2 µm dan panjang 3–5  µm.[1] Bakteri ini dapat tumbuh pada medium nutrisi biasa dalam kondisi aerob atau anaerob.[2]

Bacillus anthracis

Foto mikrograf Bacillus anthracis dari kultur agar dengan pengecatan Fuchsin-biru metilen.
PenyakitAntraks
Pewarnaan GramGram-positif
Taksonomi
SuperdomainBiota
DomainBacteria
KerajaanBacillati
FilumBacillota
KelasBacilli
OrdoCaryophanales
FamiliBacillaceae
GenusBacillus
SpesiesBacillus anthracis
B. anthracis tergolong kelompok strain B. cereus.
Struktur B. anthracis

Bakteri ini merupakan salah satu dari sedikit bakteri yang diketahui menyintesis kapsul protein (asam poli-D-gamma-glutamat). Seperti Bordetella pertussis, ia membentuk eksotoksin adenilat siklase yang bergantung pada kalmodulin yang dikenal sebagai faktor edema antraks, bersama dengan faktor mematikan antraks. Ia memiliki kemiripan genotipe dan fenotipe yang dekat dengan Bacillus cereus dan Bacillus thuringiensis. Ketiga spesies berbagi dimensi seluler dan morfologi. Semua membentuk spora oval yang terletak di tengah dalam sporangium yang tidak bengkak. Endospora B. anthracis khususnya, sangat tangguh, bertahan pada suhu ekstrem, lingkungan nutrisi rendah, dan perlakuan kimia yang keras selama beberapa dekade atau abad.

Endospora merupakan sel terdehidrasi dengan dinding yang tebal dan terdapat lapisan tambahan yang terbentuk di dalam membran sel. Endospora dapat bersifat tidak aktif selama bertahun-tahun, akan tetapi jika terjadi kontak dengan lingkungan yang bersifat menguntungkan akan terjadi germinasi kembali. Pada awalnya endospora berkembang di dalam sel. Fitur seperti lokasi dalam batang, ukuran, bentuk endospora, dan apakah dia akan menyebabkan dinding sel menonjol keluar dari sel merupakan karakteristik dari genus Bacillus. Tergantung spesies, endospora memiliki karakteristik bulat, oval, atau terkandang silinder. Mereka bersifat refraktil dan mengandung asam dipikolinat. Elektron mikroskop menunjukkan mereka memiliki endospora lapisan luar yang tipis, korteks spora tebal, dan bagian dalam membran spora yang mengelilingi konten endospora. Endospora dapat menahan panas, kekeringan, dan berbagai senyawa disinfektan (termasuk etanol 95%).[3]. Karena sifat ini, endospora B. anthracis cocok sebagai senjata biologis dalam bentuk bubuk atau aerosol. Senjata biologis dengan menggunakan B. anthracis telah dibuat setidaknya 5 program senjata biologis oleh Inggris, Jepang, Amerika Serikat, Rusia, dan Irak dan telah terdapat beberapa percobaan oleh beberapa negara lain.[4]

Deskripsi sunting

B. anthracis adalah bakteri berbentuk batang, dengan panjang sekitar 3 sampai 5 µm dan lebar 1 sampai 1,2 µm.[5] Ketika dibudidayakan, mereka cenderung membentuk rantai panjang bakteri. Pada piring agar-agar, mereka membentuk koloni besar beberapa milimeter yang umumnya berwarna putih atau krem.[5] Kebanyakan strain B. anthracis menghasilkan kapsul yang membuat koloni tampak seperti lendir berlendir.[5]

Struktur genom sunting

B. anthracis memiliki kromosom tunggal yang berbentuk lingkaran, molekul DNA 5.227.293-bp.[6] Bakteri ini juga memiliki dua plasmid DNA melingkar, ekstrakromosomal, beruntai ganda, pXO1 dan pXO2. Baik plasmid pXO1 dan pXO2 diperlukan untuk virulensi penuh dan mewakili dua famili plasmid yang berbeda.[7]

Keterangan Kromosom pXO1 pXO2
Ukuran genom (bp) 5,227,293 181,677 94,829
Jumlah gen 5,508 217 113
Replicon coding (%) 84.3 77.1 76.2
Rata-rata panjang gen (nt) 800 645 639
Konten G+C (%) 35.4 32.5 33.0
Operon rRNA 11 0 0
tRNAs 95 0 0
sRNAs 3 2 0
Gen faga 62 0 0
Gen Transposon 18 15 6
Reading frame terganggu 37 5 7
Gen yang telah diketahui fungsinya 2,762 65 38
Gen lestari hipotetis 1,212 22 19
Gen yang belum diketahui fungsinya 657 8 5
Gen hipotetis 877 122 51

Plasmid pXO1 sunting

Plasmid pXO1 (182 kb) berisi gen yang menyandikan komponen toksin antraks: pag (antigen pelindung, PA), lef (faktor mematikan, LF), dan cya (faktor edema, EF). Faktor-faktor ini terkandung dalam pulau patogenisitas 44,8 kb. Toksin mematikan adalah kombinasi PA dengan LF dan toksin edema adalah kombinasi PA dengan EF. PAI juga mengandung gen yang menyandikan aktivator transkripsi AtxA dan penekan PagR, keduanya mengatur ekspresi gen toksin antraks..[7]

Plasmid pXO2 sunting

pXO2 mengkodekan operon lima gen (capBCADE) yang mensintesis kapsul asam poli-γ-D-glutamat (poliglutamat). Kapsul ini memungkinkan B. anthracis menghindari sistem kekebalan tubuh dengan melindungi dirinya dari fagositosis. Ekspresi operon kapsul diaktifkan oleh regulator transkripsi AcpA dan AcpB, yang terletak di pulau patogenisitas pXO2 (35 kb). Ekspresi AcpA dan AcpB berada di bawah kendali AtxA dari pXO1.[7]

Galur sunting

89 strain B. anthracis yang diketahui meliputi:

  • Strain Sterne (34F2; alias "strain Weybridge"), digunakan oleh Max Sterne dalam vaksin tahun 1930-an
  • Strain vollum, sebelumnya dipersenjatai oleh AS, Inggris, dan Irak; diisolasi dari seekor sapi di Oxfordshire, Inggris, pada tahun 1935
    • Vollum M-36, strain penelitian Inggris yang ganas; melewati kera 36 kali
    • Vollum 1B, dipersenjatai oleh AS dan Inggris pada 1940-an-60-an
    • Vollum-14578, digunakan dalam uji coba bio-senjata Inggris yang sangat mencemari Pulau Gruinard pada tahun 1942
    • V770-NP1-R, strain avirulen, nonenkapsulasi yang digunakan dalam vaksin BioThrax
  • Anthrax 836, strain yang sangat ganas yang dipersenjatai oleh Uni Soviet; ditemukan di Kirov pada tahun 1953
  • Strain Ames, diisolasi dari seekor sapi di Texas pada tahun 1981; terkenal digunakan dalam serangan surat AMERITHRAX (2001)
    • Leluhur Ames
    • Ames Florida
  • H9401, diisolasi dari pasien manusia di Korea; digunakan dalam penelitian vaksin antraks.[8]

Evolusi sunting

Sekuensing genom secara keseluruhan telah membuat rekonstruksi filogeni B. anthracis sangat akurat. Faktor yang berkontribusi pada rekonstruksi adalah B. anthracis bersifat monomorfik, yang berarti memiliki keragaman genetik yang rendah, termasuk tidak adanya transfer DNA lateral yang dapat diukur sejak turunannya sebagai spesies. Kurangnya keragaman disebabkan oleh sejarah evolusi yang singkat yang menghalangi kejenuhan mutasi pada polimorfisme nukleotida tunggal.[9]

Waktu evolusioner yang singkat tidak selalu berarti waktu kronologis yang singkat. Saat DNA direplikasi, terjadi kesalahan yang menjadi mutasi genetik. Penumpukan mutasi ini dari waktu ke waktu mengarah pada evolusi suatu spesies. Selama siklus hidup B. anthracis, ia menghabiskan banyak waktu di tahap reservoir spora tanah, di mana replikasi DNA tidak terjadi. Periode dormansi yang berkepanjangan ini telah sangat mengurangi laju evolusi organisme.[9]

Galur terkait sunting

B. anthracis tergolong dalam kelompok B. cereus yang terdiri dari strain: B. cereus, B. anthracis, B. thuringiensis, B. weihenstephanensis, B. mycoides, dan B. pseudomycoides. Tiga strain pertama bersifat patogen atau oportunistik terhadap serangga atau mamalia, sedangkan tiga strain terakhir tidak dianggap patogen. Strain dari kelompok ini secara keseluruhan heterogen secara genetik dan fenotip, tetapi beberapa strain lebih dekat hubungannya dan bercampur secara filogenetik pada tingkat kromosom. Kelompok B. cereus umumnya menunjukkan genom kompleks dan sebagian besar membawa jumlah plasmid yang bervariasi.[7]

B. cereus adalah bakteri yang hidup di tanah yang dapat menjajah usus invertebrata sebagai simbion [10] dan sering menyebabkan keracunan makanan[11] Ia menghasilkan racun emetik, enterotoksin, dan faktor virulensi lainnya. Faktor enterotoksin dan virulensi dikodekan pada kromosom, sedangkan toksin emetik dikodekan pada plasmid 270-kb, pCER270.[7]

B. thuringiensis adalah patogen serangga dan ditandai dengan produksi kristal parasit dari racun insektisida Cry dan Cyt. Gen yang mengkode protein ini umumnya terletak pada plasmid yang dapat hilang dari organisme, sehingga tidak dapat dibedakan dari B. cereus.[7]

Pseudogene sunting

PlcR adalah regulator transkripsi global yang mengontrol sebagian besar faktor virulensi yang disekresikan di B. cereus dan B. thuringiensis. Ia dikodekan secara kromosom dan ada di mana-mana di seluruh sel.[12] Dalam B. anthracis, bagaimanapun, gen plcR mengandung satu perubahan basa pada posisi 640, mutasi nonsense, yang menciptakan protein disfungsional. Sementara 1% dari kelompok B. cereus membawa gen plcR yang tidak aktif, tidak satupun dari mereka membawa mutasi spesifik yang hanya ditemukan pada B. anthracis.[13]

Gen plcR adalah bagian dari operon dua gen dengan papR.[14][15] Gen papR mengkodekan protein kecil yang disekresikan dari sel dan kemudian diimpor kembali sebagai heptapeptida yang diproses membentuk sistem penginderaan kuorum.[15][16] Kurangnya PlcR pada B. anthracis adalah karakteristik prinsip yang membedakannya dari anggota lain dari kelompok B. cereus. Sementara B. cereus dan B. thuringiensis bergantung pada gen plcR untuk ekspresi faktor virulensinya, B. anthracis bergantung pada plasmid pXO1 dan pXO2 untuk virulensinya.[7] Bacillus cereus biovar anthracis, yaitu B. cereus dengan dua plasmid, juga mampu menyebabkan antraks.

Fisiologi sunting

Dalam mempertahankan siklus hidupnya, Bacillus anthracismembentuk dua system pertahanan, yaitu kapsul dan spora. Dua bentuk inilah, terutama spora yang menyebabkan Bacillus anthracis dapat bertahan hidup hingga puluhan tahun lamanya. Sedangkan kapsul merupakan suatu lapisan tipis yang menyelubungi dinding luar dari bakteri. Kapsul ini terdiri atas polipeptida berbobot molekul tinggi yang mengandung asam D-glutamat dan merupakan suatu hapten. Bacillus anthracis dapat membentuk kapsul pada rantai yang berderet. Pada media biasa, kapsul Bacillus anthracis tidak terbentuk kecuali pada galur Bacillus anthracis yang ganas. Lebih jauh, bakteri ini akan membentuk kapsul dengan baik jika terdapat pada jaringan hewan yang mati atau pada media khusus yang mengandung natrium bikarbonat dengan konsentrasi karbondioksida (CO2) 5 persen. Kapsul inilah yang berperan dalam penghambatan fagositosis oleh sistem imun tubuh, dan juga dapat menentukan derajat keganasan atau virulensi bakteri.[17]

Selain itu, Bacillus anthracis juga membentuk spora sebagai bentuk resting cells. Pembentukan spora akan terjadi apabila nutrisi esensial yang diperlukan tidak memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan, prosesnya disebut sporulasi. Spora berbentuk elips atau oval, letaknya sentral dengan diameter tidak lebih dari diameter bakteri itu sendiri. Spora Bacillus anthracis ini tidak terbentuk pada jaringan atau darah binatang yang hidup, spora tersebut tumbuh dengan baik di tanah maupun pada eksudat atau jaringan hewan yang mati karena antraks. Di sinilah keistimewaan bakteri ini, apabila keadaan lingkungan sekitar menjadi baik kembali atau nutrisi esensial telah terpenuhi, spora akan berubah kembali menjadi bentuk bakteri. Spora ini dapat terus bertahan hidup selama puluhan tahun dikarenakan sulit dirusak atau mati oleh pemanasan atau bahan kimia tertentu, sehingga bakteri tersebut bersifat dormant, hidup tapi tak berkembang biak.[17]

Ciri dan karekteristik sunting

Bacillus anthracis ini memiliki gen dan ciri-ciri yang menyerupai Bacillus cereus, sejenis bakterium yang biasa ditemukan dalam tanah di seluruh dunia, dan juga menyerupai Bacillus thuringiensis, pantogen kepada larva Lepidoptera. Bakteri Bacillus anthracis ini menyebabkan penyakit antraks, penyakit ini terutama menyerang herbivora di daerah tropis di dunia. Manusia juga dapat tertular antraks, baik oleh kecelakan paparan B. anthracis atau sebagai konsenkuensi dari kegiatan bioteroris.

Untuk faktor yang paling penting yang menentukan kapasitas yang menyebabkan penyakit B. anthracis ialah toksin antraks dan kapsul. Dengan memproduksi yang sebut virulensi faktor B. anthracis dapat menghindari sistem kekebalan tubuh dari tuan rumah, sehingga memungkinkan proliferasi bakteri di dalam tubuh. Bacillus anthracis ialah Eubacteria dengan memiliki ukuran panjang 3 hingga 5 mikromter, dengan lebar mereka ialah 1 hingga 1,2 mikrometer. Bakteri ini mensintesis protein yang disebut D-glutamat, ini ialah satu-satunya Eubacterium yang mampu menghasilkan kapsul protein. Bacillus anthracis tumbuh baik pada lingkungan aerobik dan anaerobik di laboratorium.

Ciri-ciri :

  • Berbentuk batang lurus
  • Ukuran 1,6μm
  • Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob
  • Bersifat Patogen
  • Tidak tahan terhadap suhu tinggi
  • Mempunyai kemampuan membentuk spora
  • Tidak mempunyai alat gerak (motil)
  • Berkapsul dan tahan asam
  • Dinding sel bakteri merupakan polisakarida somatik yang terdiri dari N-asetilglukosamin dan D-galaktosa
  • Eksotoksin kompleks yang terdiri atas Protective Ag (PA), Lethal Factor (LF), dan Edema Factor (EF)

Aspek klinis sunting

Patogenesis sunting

B. anthracis memiliki kapsul anti-fagositosis yang penting untuk virulensi penuh. Organisme ini juga menghasilkan tiga eksotoksin berkode plasmid: faktor edema, siklase adenilat yang bergantung pada kalmodulin yang menyebabkan peningkatan cAMP intraseluler dan bertanggung jawab atas edema parah yang biasanya terlihat pada infeksi B. anthracis, toksin mematikan yang menyebabkan nekrosis jaringan, dan antigen pelindung, dinamai demikian karena penggunaannya dalam memproduksi vaksin antraks pelindung, yang memediasi masuknya sel faktor edema dan toksin mematikan.

Manifestasi dalam penyakit manusia sunting

Gejala antraks tergantung pada jenis infeksinya dan dapat muncul mulai dari 1 hari hingga lebih dari 2 bulan. Semua jenis antraks berpotensi, jika tidak diobati, menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan penyakit parah bahkan kematian.[18]

Empat bentuk penyakit antraks manusia dikenali berdasarkan portal masuknya:

  • Kulit, bentuk yang paling umum (95%), menyebabkan lesi lokal, inflamasi, hitam, nekrotik (eschar). Seringkali sakit akan muncul di wajah, leher, lengan, atau tangan. Perkembangan dapat terjadi dalam 1-7 hari setelah terpapar.
  • Penghirupan, bentuk yang jarang tetapi sangat fatal, ditandai dengan gejala mirip flu, ketidaknyamanan dada, diaphoresis, dan nyeri tubuh.[18] Perkembangan terjadi biasanya seminggu setelah terpapar, tetapi bisa memakan waktu hingga dua bulan.
  • Gastrointestinal, jenis yang jarang tetapi juga fatal (menyebabkan kematian hingga 25%), hasil dari menelan spora. Gejala termasuk: demam dan menggigil, leher bengkak, nyeri saat menelan, suara serak, mual dan muntah (terutama muntah berdarah), diare, kemerahan dan mata merah, dan pembengkakan perut.[18] Gejala bisa berkembang dalam 1-7 hari.
  • Jika disuntikkan, gejalanya mirip dengan antraks kulit, tetapi antraks injeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh lebih cepat dan lebih sulit untuk dikenali dan diobati dibandingkan dengan antraks kulit.[18] Gejala berupa demam, menggigil, sekelompok benjolan kecil atau lepuh yang mungkin gatal, muncul di tempat obat disuntikkan. Sakit tanpa rasa sakit dengan bagian tengah hitam yang muncul setelah lecet atau benjolan. Bengkak di sekitar luka. Abses jauh di bawah kulit atau di otot tempat obat disuntikkan. Jenis entri ini tidak pernah ditemukan di AS.

Penyebaran sunting

Hampir semua hewan berdarah panas bisa terkena penyakit antraks. Di Indonesia, penyakit ini sering dijumpai pada kerbau, sapi, kambing, domba, kuda, dan babi. Dari segi epidemiologi bacillus anthracis ini menyukai tanah berkapur dan tanah yang bersifat basa (alkalis). Umumnya antraks menyerang hewan pada musim kering (kemarau), dimana rumput sangat langka, sehingga sering terjadi pada ternak (terutama kuda) tertular lewat makan rumput yang tercabut sampai akarnya. Lewat akar rumput inilah bisa terbawa pula spora dari antraks.[19]

Penularan sunting

Antrhax merupakan penyakit zoonis yang menyerang sapi, domba, kuda, dan lain-lain bahkan dapat menyerang manusia. Pada umumnya ada 3 cara penularan penyakit anthrax ke manusia, yaitu :

1) Kontak langsung dengan bibit penyakit yang ada di tanah/rumput, hewan yang sakit, maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit seperti kulit, daging, tulang dan darah.

2) Bibit penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu mensortir. Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora Antraks.

3) Memakan daging hewan yang sakit atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll.

Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan sakit (kulit, daging, tulang atau darah). Mengonsumsi produk hewan yang kena anthrax atau melalui udara yang mengandung spora, misalnya, pada pekerja di pabrik wool atau kulit binatang. Karenanya ada empat tipe anthrax, yaitu anthrax kulit, pencernaan/anthrax usus, pernapasan/anthrax paru dan anthrax otak. Anthrax otak terjadi jika bakteri terbawa darah masuk ke otak. Masa inkubasi anthrax kulit sekitar 2 – 5 hari, walaupun masa inkubasi dapat mencapai 60 hari. Tingkat kematian manusia akibat Anthrax mencapai 18%. Penyakit Anthrax memang layak ditakuti karena sangat mematikan. Sapi, domba atau kambing yang terserang, akan mengalami kematian dalam hitungan jam. Kemampuan membunuh yang sangat cepat ini justru ada baiknya, karena penularan penyakit anthrak sangat lambat dan tak meluas (endemik, sporadik).[19]

Faktor virulensi sunting

Bacillus anthracis penyebab penyakit anthrax memiliki dua faktor virulen yaitu kapsul polimer asam G d-glutamat dan eksotoksin yang membantu invasinya pada inang. Peranan biokimiawi eksotoksin (faktor virulen ekstraseluler) yang terdiri dari antigen protektif/ Protective Agent (PA), faktor edema/ Eudema Factor (EF) dan faktor letal/ Lethal Factor (LF) dalam patogenesis anthrax. Dapat disimpulkan bahwa : Molekul PA berperan sebagai kargo pembawa LF atau EF ke dalam sel inang. Faktor edema menyebabkan peningkatan kadar siklik adenosin mono fosfat (cAMP), sedangkan faktor letal menyebabkan pemutusan rantai molekul protein kinase dalam sel. Kedua mekanisme ini bertanggung jawab terhadap virulensi Bacillus. anthracis.

Pencegahan dan pengobatan sunting

Sejumlah vaksin antraks telah dikembangkan untuk penggunaan pencegahan pada ternak dan manusia. Vaksin antraks yang diadsorpsi (AVA) dapat melindungi antraks kulit dan inhalasi. Namun, vaksin ini hanya digunakan untuk orang dewasa yang berisiko sebelum terpapar antraks dan belum disetujui untuk digunakan setelah terpapar.[20] Infeksi ‘'B. anthracis'’ dapat diobati dengan antibiotik β-laktam seperti penisilin , dan lain-lain yang aktif melawan bakteri Gram-positif.[21] B. anthracis yang resisten terhadap penisilin dapat diobati dengan fluoroquinolones seperti ciprofloxacin atau antibiotik tetrasiklin seperti doksisiklin.

Penelitian laboratorium sunting

Komponen teh, seperti polifenol, memiliki kemampuan untuk menghambat aktivitas B. anthracis dan toksinnya secara signifikan; spora, bagaimanapun, tidak terpengaruh. Penambahan susu ke dalam teh benar-benar menghambat aktivitas antibakterinya terhadap antraks.[22] Aktivitas melawan B. anthracis di laboratorium tidak membuktikan bahwa minum teh mempengaruhi jalannya infeksi, karena tidak diketahui bagaimana polifenol ini diserap dan didistribusikan di dalam tubuh. B. anthracis dapat dibiakkan pada agar PLET, media selektif dan diferensial yang dirancang untuk menyeleksi secara spesifik B. anthracis.

Penelitian terbaru sunting

Kemajuan dalam metode genotipe telah menyebabkan peningkatan analisis genetik untuk variasi dan keterkaitan. Metode ini mencakup analisis pengulangan tandem nomor variabel lokus ganda (MLVA) dan sistem pengetikan menggunakan polimorfisme nukleotida tunggal kanonik. Kromosom nenek moyang Ames diurutkan pada tahun 2003[6] dan berkontribusi pada identifikasi gen yang terlibat dalam virulensi B. anthracis. Baru-baru ini, isolat B. anthracis H9401 diisolasi dari pasien Korea yang menderita antraks gastrointestinal. Tujuan Republik Korea adalah menggunakan strain ini sebagai strain tantangan untuk mengembangkan vaksin rekombinan melawan antraks.[8]

Strain H9401 yang diisolasi di Republik Korea diurutkan dengan menggunakan teknologi 454 GS-FLX dan dianalisis menggunakan beberapa alat bioinformatika untuk menyelaraskan, menjelaskan, dan membandingkan H9401 dengan strain B. anthracis lainnya. Tingkat cakupan sekuensing menunjukkan rasio molekuler pXO1: pXO2: kromosom sebagai 3: 2: 1 yang identik dengan strain Ames Florida dan Ames Ancestor. H9401 memiliki homologi sekuens 99,679% dengan Ames Ancestor dengan homologi sekuens asam amino 99,870%. H9401 memiliki kromosom melingkar (5.218.947 bp dengan 5480 diprediksi ORFs ), plasmid pXO1 (181.700 bp dengan 202 ORFs diprediksi), dan plasmid pXO2 (94.824 bp dengan 110 ORFs diprediksi).[8] Dibandingkan dengan kromosom Leluhur Ames di atas, kromosom H9401 lebih kecil sekitar 8,5 kb. Karena tingginya patogenesitas dan kemiripan urutan dengan Leluhur Ames, H9401 akan digunakan sebagai acuan untuk menguji efikasi calon vaksin antraks oleh Republik Korea.[8]

Sejak genom B. anthracis diurutkan, cara alternatif untuk memerangi penyakit ini terus diupayakan. Bakteri telah mengembangkan beberapa strategi untuk menghindari pengenalan oleh sistem kekebalan. Mekanisme utama untuk menghindari deteksi, yang digunakan oleh semua bakteri adalah kamuflase molekuler. Sedikit modifikasi pada lapisan luar yang membuat bakteria hampir tidak terlihat oleh lisozim.[23] Tiga dari modifikasi ini telah diidentifikasi dan dikarakterisasi. Ini termasuk (1) N-glikosilasi asam N-asetil-muramat, (2) O-asetilasi asam N-asetilmuramat dan (3) N-deasetilasi N-asetil-glukosamin. Penelitian selama beberapa tahun terakhir difokuskan pada penghambatan modifikasi tersebut.[24] Akibatnya mekanisme enzimatik dari polisakarida de-asetilase sedang diselidiki, yang mengkatalisis penghapusan gugus asetil dari N-asetil-glukosamin dan asam N-asetil-muramat, komponen dari lapisan peptidoglikan.

Interaksi dengan inang sunting

Seperti kebanyakan bakteri patogen lainnya, B. anthracis harus memperoleh zat besi untuk tumbuh dan berkembang biak di lingkungan inangnya. Sumber zat besi yang paling tersedia untuk bakteri patogen adalah kelompok heme yang digunakan oleh inang dalam pengangkutan oksigen. Untuk mengais heme dari hemoglobin dan mioglobin inang, B. anthracis menggunakan dua protein siderofor sekretorik, IsdX1 dan IsdX2. Protein ini dapat memisahkan heme dari hemoglobin, memungkinkan protein permukaan B. anthracis untuk mengangkutnya ke dalam sel.[25]

Sampling sunting

Keberadaan B. anthracis dapat ditentukan melalui sampel yang diambil pada permukaan yang tidak berpori.

Sejarah sunting

Dokter Prancis Casimir Davaine (1812-1882) menunjukkan gejala antraks yang selalu disertai oleh mikroba B. anthracis.[26] Tabib Jerman Aloys Pollender (1799–1879) dianggap sebagai penemu. B. anthracis bakteri yang pertama, yang secara meyakinkan terbukti menyebabkan penyakit, oleh Robert Koch pada tahun 1876.[27] Nama spesies anthracis berasal dari bahasa Yunani anthrax (ἄνθραξ), yang berarti batu bara dan mengacu pada bentuk penyakit yang paling umum, antraks kulit, di mana lesi kulit hitam besar terbentuk. Sepanjang abad ke-19, Antraks adalah infeksi yang melibatkan beberapa perkembangan medis yang sangat penting. Vaksin pertama yang mengandung organisme hidup adalah vaksin antraks hewan Louis Pasteur.[28]

Galeri sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b Spencer, RC (March 2003). "Bacillus anthracis". Journal of Clinical Pathology. 56 (3): 182–7. doi:10.1136/jcp.56.3.182. PMC 1769905 . PMID 12610093. 
  2. ^ Koehler, TM (August 2009). Bacillus anthracis Physiology and Genetics”. Molecular Aspects of Medicine. 30 (6): 386-96. doi:10.1016/j.mam.2009.07.004
  3. ^ Bergey's Manual of Systematic Bacteriology, vol. 2, p. 1105, 1986, Sneath, P.H.A.; Mair, N.S.; Sharpe, M.E.; Holt, J.G. (eds.); Williams & Wilkins, Baltimore, Maryland, USA
  4. ^ Zilinskas, Raymond A. (1999), "Iraq's Biological Warfare Program: The Past as Future?", Chapter 8 in: Lederberg, Joshua (editor), Biological Weapons: Limiting the Threat (1999), The MIT Press, pp 137-158.
  5. ^ a b c Logan NA; De Vos P (March 2015). "Bacillus". Dalam Whitman WW. Bergey's Manual of Systematics of Archaea and Bacteria. John Wiley & Sons. hlm. 1–163. doi:10.1002/9781118960608.gbm00530. ISBN 9781118960608. 
  6. ^ a b Read, TD; Peterson, SN; Tourasse, N; Baillie, LW; Paulsen, IT; Nelson, KE; Tettelin, H; Fouts, DE; Eisen, JA; Gill, SR; Holtzapple, EK; Okstad, OA; Helgason, E; Rilstone, J; Wu, M; Kolonay, JF; Beanan, MJ; Dodson, RJ; Brinkac, LM; Gwinn, M; DeBoy, RT; Madpu, R; Daugherty, SC; Durkin, AS; Haft, DH; Nelson, WC; Peterson, JD; Pop, M; Khouri, HM; Radune, D; Benton, JL; Mahamoud, Y; Jiang, L; Hance, IR; Weidman, JF; Berry, KJ; Plaut, RD; Wolf, AM; Watkins, KL; Nierman, WC; Hazen, A; Cline, R; Redmond, C; Thwaite, JE; White, O; Salzberg, SL; Thomason, B; Friedlander, AM; Koehler, TM; Hanna, PC; Kolstø, AB; Fraser, CM (May 1, 2003). "The genome sequence of Bacillus anthracis Ames and comparison to closely related bacteria" (PDF). Nature. 423 (6935): 81–6. Bibcode:2003Natur.423...81R. doi:10.1038/nature01586. PMID 12721629. 
  7. ^ a b c d e f g Kolstø, Anne-Brit; Tourasse, Nicolas J.; Økstad, Ole Andreas (1 October 2009). "What Sets Apart from Other Species?". Annual Review of Microbiology. 63 (1): 451–476. doi:10.1146/annurev.micro.091208.073255. PMID 19514852. 
  8. ^ a b c d Chun, J.-H.; Hong, K.-J.; Cha, S. H.; Cho, M.-H.; Lee, K. J.; Jeong, D. H.; Yoo, C.-K.; Rhie, G.-e. (18 July 2012). "Complete Genome Sequence of Bacillus anthracis H9401, an Isolate from a Korean Patient with Anthrax". Journal of Bacteriology. 194 (15): 4116–4117. doi:10.1128/JB.00159-12. PMC 3416559 . PMID 22815438. 
  9. ^ a b Keim, Paul; Gruendike, Jeffrey M.; Klevytska, Alexandra M.; Schupp, James M.; Challacombe, Jean; Okinaka, Richard (1 December 2009). "The genome and variation of Bacillus anthracis". Molecular Aspects of Medicine. 30 (6): 397–405. doi:10.1016/j.mam.2009.08.005. PMC 3034159 . PMID 19729033. 
  10. ^ Jensen, G. B.; Hansen, B. M.; Eilenberg, J.; Mahillon, J. (18 July 2003). "The hidden lifestyles of Bacillus cereus and relatives". Environmental Microbiology. 5 (8): 631–640. doi:10.1046/j.1462-2920.2003.00461.x. PMID 12871230. 
  11. ^ Drobniewski, FA (October 1993). "Bacillus cereus and related species". Clinical Microbiology Reviews. 6 (4): 324–38. doi:10.1128/cmr.6.4.324. PMC 358292 . PMID 8269390. 
  12. ^ Agaisse, H; Gominet, M; Okstad, OA; Kolstø, AB; Lereclus, D (June 1999). "PlcR is a pleiotropic regulator of extracellular virulence factor gene expression in Bacillus thuringiensis". Molecular Microbiology. 32 (5): 1043–53. doi:10.1046/j.1365-2958.1999.01419.x. PMID 10361306. 
  13. ^ Slamti, L; Perchat, S; Gominet, M; Vilas-Bôas, G; Fouet, A; Mock, M; Sanchis, V; Chaufaux, J; Gohar, M; Lereclus, D (June 2004). "Distinct mutations in PlcR explain why some strains of the Bacillus cereus group are nonhemolytic". Journal of Bacteriology. 186 (11): 3531–8. doi:10.1128/JB.186.11.3531-3538.2004. PMC 415780 . PMID 15150241. 
  14. ^ Okstad, OA; Gominet, M; Purnelle, B; Rose, M; Lereclus, D; Kolstø, AB (November 1999). "Sequence analysis of three Bacillus cereus loci carrying PIcR-regulated genes encoding degradative enzymes and enterotoxin". Microbiology. 145 (11): 3129–38. doi:10.1099/00221287-145-11-3129 . PMID 10589720. 
  15. ^ a b Slamti, L; Lereclus, D (Sep 2, 2002). "A cell-cell signaling peptide activates the PlcR virulence regulon in bacteria of the Bacillus cereus group". The EMBO Journal. 21 (17): 4550–9. doi:10.1093/emboj/cdf450. PMC 126190 . PMID 12198157. 
  16. ^ Bouillaut, L; Perchat, S; Arold, S; Zorrilla, S; Slamti, L; Henry, C; Gohar, M; Declerck, N; Lereclus, D (June 2008). "Molecular basis for group-specific activation of the virulence regulator PlcR by PapR heptapeptides". Nucleic Acids Research. 36 (11): 3791–801. doi:10.1093/nar/gkn149. PMC 2441798 . PMID 18492723. 
  17. ^ a b Sari, M. P. P. (2012). Hubungan Antara Hasil Serologi Igg Antraks Dengan Manifestasi Klinis Yang Timbul Pada Kejadian Luar Biasa Antraks Di Boyolali.
  18. ^ a b c d "Symptoms". Centers for Disease Control and Prevention. Diakses tanggal 16 November 2015. 
  19. ^ a b "Pengertian Bacillus Anthracis, Ciri, Faktor, Penyakit & Pengobatan". www.gurupendidikan.co.id. Diakses tanggal 2021-07-03. 
  20. ^ https://www.cdc.gov/anthrax/medicalcare/prevention/antibiotics.html
  21. ^ Barnes JM (1947). "Penicillin and B. anthracis". J. Pathol. Bacteriol. 194 (1–2): 113–125. doi:10.1002/path.1700590113. PMID 20266354. 
  22. ^ "Anthrax and tea". Society for Applied Microbiology. 2011-12-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal February 13, 2009. Diakses tanggal 2011-12-21. 
  23. ^ Callewaert L, Michiels CW. Lysozymes in the animal kingdom. J Biosci 35(1): (2010); 127-60.
  24. ^ Balomenou, Stavroula, Sofia Arnaouteli, Dimitris Koutsioulis, Vassiliki E. Fadouloglou, and Vassilis Bouriotis. "Polysaccharide Deacetylases: New Antibacterial Drug Targets."Frontiers in Anti-Infective Drug Discovery 4 (2015): 68-130.
  25. ^ Maresso AW, Garufi G, Schneewind O (2008). "Bacillus anthracis Secretes Proteins That Mediate Heme Acquisition from Hemoglobin". PLOS Pathogens. 4 (8): e1000132. doi:10.1371/journal.ppat.1000132 . PMC 2515342 . PMID 18725935. 
  26. ^ Théodoridès, J (April 1966). "Casimir Davaine (1812-1882)". Medical History. 10 (2): 155–65. doi:10.1017/S0025727300010942. PMC 1033586 . PMID 5325873. 
  27. ^ Koch, R. (1876) "Untersuchungen über Bakterien: V. Die Ätiologie der Milzbrand-Krankheit, begründet auf die Entwicklungsgeschichte des Bacillus anthracis" (Investigations into bacteria: V. The etiology of anthrax, based on the ontogenesis of Bacillus anthracis), Cohns Beitrage zur Biologie der Pflanzen, vol. 2, no. 2, pages 277–310.
  28. ^ Sternbach G. "The History of Anthrax." Ncbi (2003): n. pag. Web. Oct. 2016.

Referensi dari SDH

1. Abakar, Mahamat H., and Hassan H. Mahamat. “Properties and Antibiotic Susceptibility of Bacillus Anthracis Isolates from Humans, Cattle and Tabanids, and Evaluation of Tabanid as Mechanical Vector of Anthrax in the Republic of Chad.” Jordan Journal of Biological Sciences, vol. 5, no. 3, Sept. 2012, pp. 203–208. EBSCOhost, search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=a9h&AN=79730545&site=ehost-live&scope=site.

2. Edmonds, Jason, et al. “Multigeneration Cross-Contamination of Mail with Bacillus Anthracis Spores.” PLoS ONE, vol. 11, no. 4, Apr. 2016, pp. 1–13. EBSCOhost, doi:10.1371/journal.pone.0152225.

3. Sekhavati, Mohammad, et al. “‘In-House’ Production of DNA Size Marker from a Vaccinal Bacillus Anthracis Strain.” Iranian Journal of Microbiology, vol. 7, no. 1, Feb. 2015, pp. 45–49. EBSCOhost, search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=a9h&AN=103072230&site=ehost-live&scope=site.

4. Roy, P., et al. “Biochemical and Immunological Characterization of Anthrax Spore Vaccine in Goat.” Bangladesh Journal of Veterinary Medicine, vol. 11, no. 2, Dec. 2013, pp. 151–157. EBSCOhost, search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=a9h&AN=96279450&site=ehost-live&scope=site.

5. Kušar, D., et al. “Detection of Bacillus Anthracis in the Air, Soil and Animal Tissue.” Acta Veterinaria, vol. 62, no. 1, Jan. 2012, pp. 77–89. EBSCOhost, doi:10.2298/AVB1201077K.

Pranala luar sunting

Templat:Gram-positive bacterial diseases