Ānantarika-karma atau ānantarika-kamma adalah sebuah kejahatan besar yang membawa malapetaka melalui proses karma.[1][2] Kejahatan-kejahatan tersebut dianggap sangatlah besar dan bahkan non-Buddhis pun harus menjauhinya. Menurut Agama Buddha, melakukan kejahatan semacam itu akan membuat pelaku menjauhi tahap-tahap sotāpanna, sakadagami, anāgāmi atau arahat pada masa hidupnya.[3] Lima kejahatan tersebut adalah:[4][5][6]

  • Sengaja membunuh ayahnya.
  • Sengaja membunuh ibunya.
  • Membunuh seorang Arahat (orang yang tercerahkan penuh).
  • Menumpahkan darah seorang Buddha.
  • Menciptakan perpecahan dalam Sangha, komunitas biksu, biksuni dan pariṣā Buddha yang berniat untuk mencapai pencerahan.

Devadatta sunting

Devadatta dikenal karena berniat untuk membunuh Buddha Sakyamuni sebanyak beberapa kali yang meliputi:

  • Melempar batu besar terhadapnya. Devadatta salah arah, namun serpihan dari batu tersebut menumpahkan darah dari kaki sang Buddha.
  • Mengarahkan seekor gajah ke arah sang Buddha. Sang Buddha menjinakkan gajah tersebut dengan memberikan Mettā kepadanya.

Raja Suppabuddha sunting

Raja Suppabuddha adalah ayah dari Devadatta dan Yasodharā dan ayah mertua dari Pangeran Siddhattha. Pada suatu hari, Suppabuddha menghalangi perjalanan sang Buddha, menolak untuk memberikannya jalan, dan memberikan pesan, "Aku tak dapat memberikan jalan kepada sang Buddha, yang lebih muda ketimbang saya". Mengetahui jalannya dihalangi, sang Buddha dan para biksu berbalik. Saat sang Buddha berbalik, ia berkata kepada Ananda, "Karena sang raja enggan memberikan jalan kepada sang Buddha, ia menerima karma buruk dan tak lama lagi ia akan mendapatkan akibatnya". Raja tersebut dikatakan meninggal pada hari ketujuh usai peristiwa tersebut terjadi. Ia jatuh dari tangga, pingsan dan meninggal dan lahir dalam keadaan menderita, tak dapat lari dari dampak karma buruknya (menurut kepercayaan Buddha).[7] Menurut prediksi sang Buddha, bumi menelannya. Ia berkata, "Sehingga, raja jatuh dari tangga dan tak lama saat ia menyentuh tanah, tanah tersebut terbuka dan menelannya dan membawanya ke Avici Niraya."[8]

Referensi sunting

Bacaan tambahan sunting

  • Silk, Jonathan A. (2007). Good and Evil in Indian Buddhism: The Five Sins of Immediate Retribution, Journal of Indian Philosophy 35 (3), 253-286